Episode 17

3 1 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

Kembali ke ruang tamu rumah Luna..

Luna yang mendengar itu semua, lantas memeluk Jaka. Luna menteskan air matanya.

"Jaka, setelah aku pikir-pikir, hubungan kita bukan sekedar teman, bukan?"

"Tentu saja. Kita sahabat, atau mungkin saudara. Kamu selalu menolongku, Luna." Jaka tersenyum manis.

Jaka mengelus lembut rambut Luna. Luna menyandarkan kepalanya di paha Jaka.

Nino yang mengintip dari balik pintu kamarnya, merasa geram.

BRAKKK!!!

Nino menutup pintu dengan sangat keras. Luna yang terkejut, mengangkat kepalanya.

"Nino? Ada apa?" Luna mendekati kamar Nino.

"Tidak! Aku lapar!" Nino berteriak sedikit keras.

Luna segera melangkah menuju dapur. Luna menggambil celemeknya yang tergantung di gantungan kain lap. Luna mulai memotong-motong sayuran yang tadi pagi dia beli di pasar.

"Biar aku bantu. Aku jago memasak, loh." Jaka mendekat.

"Kamu mandi saja dulu, Jaka. Aku juga akan siapkan baju yang tadi di titipkan Mas Haris." Luna berjalan menuju kamar mandi.

Dia mendorong kursi roda itu ke arah kamar mandi.

"Eh... Apakah kamu bisa mandi sendiri?" Luna baru menyadarinya.

"Bisa. Apakah kamu memiliki bangku yang bisa digunakan untukku?" Jaka bertanya.

Luna segera berlari menuju gudang. Dia menemukan kursi plastik yang sudah berdebu. Tanpa pikir panjang, Luna segera membawa kursi plastik itu.

"Sebentar, aku akan membersihkannya dulu." Kata Luna.

Setelah Luna membersihkan kursi plastik itu, Jaka meminta tolong untuk mengangkatnya sedikit demi sedikit ke kursi plastik itu.

Jaka menutup pintu kamar mandi. Luna segera kembali ke dapur. Dia kembali memotong-motong sayuran dan beberapa bahan lainnya.

Nino yang merasa bersalah setelah membentak kakaknya, akhirnya keluar dari kamar. Nino menghampiri Luna yang masih sibuk dengan masakannya.

Nino menarik pelan baju Luna dari belakang. Luna tersentak kaget.

"Yaampun! Aku kira siapa!" Luna menghela napas panjang.

"Aku minta maaf telah membentak Kakak tadi. Aku belum bisa menerima orang baru itu." Nino mendongakkan kepalanya.

"Tidak apa, Nino. Dia baik. Kamu pasti lama-kelamaan akan terbiasa. Dia anak seperti kita, sebatang kara. Hidupnya sulit." Luna mengelus kepala Nino lembut.

Nino menundukkan kepalanya. Lantas beranjak pergi dari dapur. Kini Nino duduk di meja makan. Menunggu Luna selesai memasak.

Seseorang keluar dari kamar mandi. Nino bertatap mata dengan Jaka. Jaka tersenyum kepada Nino, canggung. Nino acuh tak acuh.

Jaka menjalankan kursi rodanya menuju dapur. Dia membantu Luna mengatur rasa masakannya. Tidak di sangka, Jaka lebih mahir memasak daripada Luna.

Luna yang mencoba masakan Jaka, tak henti-henti memuji Jaka.

Makanan dihidangkan dengan rapih di meja makan. Luna mulai menyendokkan nasi ke dalam piring Nino. Menuangkan sayur dan lauk yang tersedia.

"Bagaimana, enak tidak?" Luna bertanya pada adiknya itu.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang