Episode 20

4 1 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

Luna segera menyeka air matanya.

"Aku menangis karena terharu. Terimakasih, semua." Luna berlari memeluk mereka.

Nino dan Jaka tersenyum.

"Mari kita potong kuenya." Kata Luna.

Mereka berjalan menuju meja makan, lantas segera memotong kue itu. Mereka berbincang-bincang dengan penuh canda tawa.

"Bagaimana pekerjaanmu, Luna? Apakah hari ini baik?" Jaka tersenyum manis.

Luna terdiam. Dia menghela napas panjang. Gadis berambut pirang itu, menundukan kepalanya. Dia menahan air mata yang sudah menggenang di ujung matanya.

Namun, sekuat apapun Luna menahan air mata yang hendak jatuh itu, mereka tetap berguguran.

"Ada masalah, bukan?" Jaka meraih pundak Luna.

Luna menganggukkan kepalanya pelan. Dia menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

"Ceritakan." Jaka mengelus lembut rambut panjang Luna.

Luna menyisakan isakan tangis. Bibir dan hatinya masih belum siap untuk menceritakannya.

Sepuluh menit lenggang.

"Aku, aku di pecat. Seseorang menuduhku mencuri uang milik toko. Bahkan uangnya ada di dalam tas-ku. Aku mana berani mengambil uang mereka."

"Itu adalah pekerjaan utamaku. Aku tidak akan bisa melanjutkan hidup tanpa pekerjaan itu. Uang sekolah Nino, uang makan, kebutuhan sehari-hari, semua itu aku ambil dari gaji yang di berikan dari toko itu. Mengantarkan roti-roti dari toko Mas Haris tidak akan cukup untuk membayar itu semua." Luna terdiam. Tatapannya kosong.

Lenggang. Nino dan Jaka saling tatap. Mereka merasa terpukul mendengar itu. Ada perasaan yang mengganjal di hati mereka. Perasaan tersindir karena mereka menjadi beban Luna selama ini.

Luna menyadari tatapan Nino dan Jaka.

"E-eh, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya sedih kehilangan pekerjaanku. Aku harus mencari pekerjaan baru, namun, aku ragu akan mendapatkan perkerjaan dalam waktu dekat." Luna menyeka rambut di ujung telinga.

"Kami akan membantumu mencari pekerjaan." Kata Jaka.

TOK! TOK! TOK!

Suara ketukan pintu terdengar dari luar sana. Luna beranjak dari duduknya. Dia segera membukakan pintu.

Seorang pria yang tidak terlalu tinggi, berambut pirang berdiri di depannya. Pupil mata Luna membulat. Mulutnya menganga.

"AYAH?!" Luna berseru kaget.

"Ayah? Aku?" Pria itu menunjuk dirinya sendiri.

"Oh, bukan, ya? Maaf. Anda mencari siapa?" Luna tersenyum getir.

"Apa benar ini rumah Nuri?" Pria itu mengeluarkan sebuah foto dari saku-nya.

Pria itu menunjukan foto itu kepada Luna. Luna segera berlari menuju kamar ibunya. Pria itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal, bingung.

Tidak berselang lama, Luna kembali ke pria itu.

"Lihat! Ibu juga punya foto yang sama! Apa benar kau ayahku?" Luna menyandingkan foto milik Luna dan foto milik pria itu.

Sebuah mobil berhenti di depan halaman rumah Luna. Fokusnya mereka teralihkan dengan suara mobil itu. Seorang pria tinggi dengan rambut pirang dan mata biru, keluar dari mobil itu.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang