Episode 18

2 1 0
                                    


Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

Hari yang cerah, dengan matahari yang terik. Luna yang sedang mengelap meja-meja di restoran tempat ia bekerja.

Suara pintu toko terbuka. Seorang gadis cantik memasuki toko. Rambut panjangnya diikat rapih. Wajahnya diriasi dengan sedikit make up. Kulit sawo matangnya, terlihat menawan. Bajunya pun terlihat formal.

"Permisi..." Gadis itu tersenyum lirih. Luna menatap gadis itu takjub.

"Ah, silahkan duduk. Aku akan panggilkan Pak Yono-nya dulu." Luna segera berjalan kearah dapur.

Pak Yono yang baru saja keluar dari tirai pembatas dapur, terlihat sangat terkejut. Dia berlari menuju Gadis itu.

"ANAKKU!! Akhirnya kamu pulang!" Pak Yono memeluk gadis itu.

"Iya, Pak." Gadis itu menjawab singkat.

"Putri di pecat, Pak." Gadis itu mulai menangis. Membalas pelukan ayahnya.

"Loh, kok bisa, Nak?"

"Putri kena fitnah, Pak." Suara isakannya semakin terdengar jelas.

"Wes, wes, ora popo, Cah Ayu. Bapak masih kuat buat biayain kamu."
*Sudah, sudah, gapapa, Anak cantik.*

Putri lantas mengganguk pelan.

Luna termangu. Dia hanya bisa menatap dari kejauhan. Bersembunyi di belakang tirai.

Sepertinya, toko ini akan mendapatkan satu anggota lagi. Luna tersenyum menatap gadis cantik itu.

***
Peluh mengucur deras di dahi Luna. Cuaca hari ini sangatlah panas. Kulit Luna menjadi sedikit berwarna merah.

Luna yang baru sampai di depan halaman rumahnya, melihat ada yang janggal. Dia melangkah menuju samping rumah. Benar saja, semua cucian baju kotor Luna sudah terjemur rapih di tali tambang yang melintang amat panjangnya.

Gadis berambut pirang itu, segera membuka pintu, lalu masuk ke dalam rumah.

"Jaka, kamu mencuci semua baju-baju itu?" Luna sedikit membungkukkan badannya.

"Iya. Kamu kan sudah lelah bekerja, masa harus lelah mengurus rumah juga." Jaka tersenyum manis.

"Tapi tidak seharusnya kamu yang mencuci baju kotor sebanyak itu." Luna memanyunkan bibirnya.

Segilintir aroma masakan tercium di hidung Luna. Dia mengarahkan pandangannya ke arah dapur.

"Ayo, makan dulu. Adikmu juga pasti sudah lapar, kan?" Jaka memutarkan kursi rodanya menuju dapur.

Luna juga membantu Jaka untuk menyiapkan makanan ke atas meja.

Luna berjalan menuju kamar Nino. Dia mengetuk pintu itu dengan perlahan. Nino lantas keluar dari kamarnya, menuju meja makan.

Mereka bertiga makan tanpa ada pembicaraan apapun. Lenggang sejenak. Setelah selesai makan, Nino mulai berbicara.

"Besok aku mau bawa bekal ayam. Pokonya harus daging ayam! Aku tidak mau membawa bekal sayur lagi! Semua teman-teman mengejekku!" Wajah Nino merah padam.

Luna dan Jaka saling tatap. Luna meraih tangan adiknya itu. Dia tersenyum manis.

"Aku akan cari uangnya dulu, ya."

"Kenapa tidak mengambil ayam yang masih hidup saja? di bukit sana masih ada ayam liar. Entah punya siapa, yang mau boleh mengambilnya. Namun, memang agak sulit menangkapnya." Jaka menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang