Episode 10

7 2 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa!!!

Luna melangkah kakinya menuju kamar ibunya. Luna membuka lemari pakaian ibunya itu. Memeluk baju-baju yang biasa Nuri kenakan sehari-harinya.

Luna membuka loker di bawah meja. Dia menemukan foto ayah dan ibunya dulu. Mereka berfoto selayaknya pasangan pada umumnya. Berfoto dengan senyum yang terlukis indah.

Air mata membasahi pipi Luna. Dia gemetar menatap foto itu. Memeluknya erat-erat.

"Lalu aku dan Nino harus hidup bersama siapa, Bu? Aku belum setangguh itu untuk hidup tanpa seorang ibu." Luna terisak.

Kamar yang gelap ini lenggang. Hanya tersisa isakan tangis Luna.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu dari luar terdengar. Luna segera bangun dari duduknya. Menghapus air matanya. Lantas keluar menuju pintu yang di ketuk dari luar.

Seorang wanita yang tidak terlalu tinggi itu berdiri di depan pintu. Rambut pendeknya tergerai.

"Luna, apa kamu baik-baik saja? Aku baru mendengar kabar itu barusan. Aku menitipkan kelas pada guru lain, dan aku menghampirimu. Apa kamu baik-baik saja?" Vita meraih pundak Luna.

"Aku baik-baik saja, Bu Guru." Luna mendongak.

Luna menuntun Vita kedalam rumah. Gadis berambut pirang itu menyediakan air putih kepada Vita.

"Nak, apa kamu butuh bantuan? Bagaimana kedepannya? Apa kamu akan terus bersekolah?" Vita bertanya cemas.

"Maaf, Bu, tapi mungkin tidak. Luna harus bekerja untuk membiayai Nino. Nino tidak biasa makan-makanan yang murahan. Belum lagi sekolahnya." Luna tersenyum getir.

"Aku mau menawari pekerjaan untukmu. Gajinya tidak besar, sih." Vita mengelus rambut pirang Luna.

"Saudaraku membuka restoran. Dia membutuhkan pelayan. Tapi, apakah kamu mau bekerja menjadi pelayan, Luna?" Vita bertanya cemas.

"Aku mau, Bu!" Luna menjawab semangat.

"Baiklah, mungkin nanti setelah kelas bubar aku akan mengantarmu ke sana." Vita memeluk badan Luna yang kurus.

"Oh, iya, Bu. Ada yang ingin aku tanyakan. Apakah Jaka hari ini sekolah?" Luna mendongakkan kepalanya.

"Ah, Jaka tidak kesekolah hari ini. Apakah kamu tahu kenapa dia hari ini tidak pergi kesekolah?" Vita melepaskan pelukannya.

"Sekarang sih tidak. Tapi mungkin nanti aku akan tanya." Luna tersenyum manis.

Percakapan itu berakhir. Vita memutuskan kembali kesekolah untuk mengajar. Luna mengantar Vita hingga depan pintu.

                              ***

Luna berjalan menuju toko roti milik Haris. Luna membuka pintu toko itu. Lonceng kecil berbunyi. Haris dan Jaka menoleh ke arah pintu, melihat Luna yang berdiri di sana.

"Hai, Mas Haris." Luna menyapa.

"Hai juga, Gadis Cantik." Haris tertawa kecil.

"Jaka, kenapa tadi kamu tidak kesekolah? Kamu kan baru sehari sekolah tapi kenapa sekarang kamu malah bolos? Huh!" Luna mendengus kesal.

"Malas. Lagian juga kamu tidak sekolah. Aku malas kalo tidak ada kamu. Nanti aku di sana tidak ada teman ngobrol. Kan temanku cuma kamu." Wajah Luna memerah.

Luna merasa dia menjadi orang yang spesial bagi Jaka setelah anak laki-laki berkursi roda itu mengatakan hal yang barusan ia katakan.

"T-tapi kamu harus tetap sekolah, Jaka. Sekolah itu penting, loh." Luna berkacak pinggang.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang