Episode 37

4 1 0
                                    

Selamat membaca teman-teman. Semoga terhibur dengan cerita di episode ini yaaww...
Selalu dukung Biru Zen terus yaw dan boleh bantu vote jugaaaaa

Seorang dokter keluar dari ruangan.

"Apakah ada keluarga dari pihak pasien?"

"S-saya, Dok." Luna berdiri dari duduknya.

"Kami harus menyampaikan berita buruk ini, namun, pria yang di sana tadi, sudah tak bisa diselamatkan lagi."

Badan Luna bergetar hebat. Napasnya menderu. Pikirannya hilang arah.

"Apa anda juga keluarga dari pasien yang baru saja melahirkan?" Dokter itu bertanya lagi.

Belum sempat Luna manjawab, dari arah berlawanan, datang Nino yang lari tergesa-gesa.

"KAKAK! ADA APA?!" Seru Nino.

"NINO!" Luna berlari, memeluk adiknya.

"Nino... Jaka, Jaka..." Luna terisak. Belum sempat Luna menjelaskan, tiba-tiba kesadaran Luna perlahan menghilang. Badannya lemas, lalu ambruk. Beruntung ditahan Nino.

***

Luna mengerjap-ngerjapkan matanya. Badannya terbaring lemas di atas kasur. Nino duduk di samping Luna yang mulai terasadar.

Nino reflek memberikan air minum kepada kakak perempuannya itu. Membangunkannya dari kasur.

"Kakak baik-baik saja?" Nino bertanya cemas.

"Dimana ... Dimana Jaka?" Suara Luna serak.

Nino terdiam sejenak. Nino bingung bagaimana menjawabnya.

"Ja-Jaka... Jaka..." Nino masih ragu.

Suara pintu kamar yang terbuka terdengar. Leonardo masuk ke kamar yang ditempati oleh Luna. Leonardo berjalan ke arah Luna. Dia mengambil alih gelas yang tadi berada di tangan Nino. Leonardo menyeodorkan gelas, agar Luna meneguk air itu ke dalam mulutnya.

Luna yang masih lemas, meneguk air itu perlahan. Sedikit demi sedikit. Leonardo juga mengelus lembut dahi Luna, lalu mengecupnya.

"Ayah, di mana Jaka?" Luna bertanya sekali lagi.

"Kita akan segera bertemu dengannya. Tapi, setelah keadaanmu jauh lebih baik. Kau tidak ingin, bukan, jika Jaka melihatmu yang pucat dan lemas seperti ini?" Leonardo tersenyum manis ke arah Luna.

Luna mengangguk perlahan.

Nino mengambil semangkuk bubur yang sudah disiapkan dari tadi oleh Nino sendiri.

"Ayo, makan, Kak." Nino menyodorkan sendok ke arah bibir Luna. Tanpa berpikir panjang, Luna segera melahap bubur itu.

"Ayah mengapa kemari? Apa Ayah tidak bekerja?" Luna mengarahkan pandangannya ke arah Leonardo.

"Bagaimana aku bisa bekerja jika keadaan Putri Semata Wayangku saja begini, Luna? Aku sungguh khawatir kepadamu. Bahkan kamu sudah pingsan dari kemarin. Aku sangat mengkhawatirkanmu." Leonardo meraih tangan Luna, lalu mengelusnya dengan lembut.

"Setelah ini, kamu mandi, lalu bersiap-siap. Kita akan segera bertemu dengan Jaka. Oh, ya, bajunya sudah Ayah bawakan. Ayah taruh di atas meja, ya? Ayah juga ingin bersiap-siap." Leonardo beranjak dari duduknya. Lalu pergi, meninggalkan Nino dan Luna bersama.

***

Leonardo masuk kedalam mobil lebih dulu. Luna duduk di belakang, bersama Nino. Luna menatap ke arah jendela. Tatapan matanya kosong.

Luna berpikir, apa yang terjadi kemarin. Apa Luna hanya bermimpi bahwa Jaka telah tiada? Tapi mimpi itu benar-benar terasa nyata. Lalu, mengapa Luna pingsan? Atau mungkin... Hanya karena kelelahan bekerja? Pikiran Luna sangat kacau kala itu. Luna ingin bertanya, namun, urung.

LuKa, juga sebuah cerita (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang