Dia bukan seseorang yang dapat anda sentuh #1

32 6 1
                                    

Untuk segala yang terjadi, itu adalah kelalaian ku, namun untuk langkah yang ku jalani itu adalah pilihan ku dan untuk senantiasa bersama mu, memberi mu seluruh kebahagiaan dalam hidup ku itu adalah tujuan ku~ s.m.s

Sesibuk dan sepadat apapun jadwal seorang CEO, El selalu meluangkan waktu nya untuk memanjakan sang kekasih mulai dari pemberian hadiah kecil, hingga besar seperti...

Dua hari sebelum magang nya berakhir, seorang karyawati yang baru saja tiba dan bekerja kembali diperusahaan setelah penugasan dikantor cabang mencari masalah dengan Ezza.

"Udah berapa lama lo disini ? ujar seorang karyawati dari balik pintu yang masuk tanpa mengetuk, membuat Ezza terkejut.

"Maaf, maksudnya ?" tanya Ezza dengan penuh kebingungan, pertanyaan yang seharusnya ia tanyakan haruslah terlebih dahulu ia tanyakan pada dirinya sendiri.

"Gausah balik tanya !" ujar karyawati itu dengan lantang dan sedikit meninggikan suaranya.

"Gw sekretaris Pak Jo, jadi wajar berada diruangan nya" jawab Ezza dengan tegas.

"Sementara Anda ? Bukan kah tidak sopan langsung masuk ke ruangan seseorang tanpa ada nya ketokan pintu dan etika dasar seorang tamu" sambung Ezza, masih dengan ketegasan.

"Gw siapa ? Gw tunangan nya Pak Jo, CEO perusahaan ini, dan orang yang punya kuasa penuh atas ruangan ini !" ujar Sesil dengan penekanan.

Dengan amarah, ia melemparkan dokumen pada Ezza hingga mengenai wajah lelaki itu.

"Dokumen kerja sama yang bakal lo wakilin dengan Pak Boston, Café Mawar sekarang, beliau sedang dalam perjalanan" sambung Sesil dengan tatapan licik dan senyum menyeringai.

"Anda" belum selesai Ezza berbicara, Sesil memotongnya.

"Kerja sama kali ini sangat penting bagi perusahaan, sebaiknya Lo berhati – hati" bisik Sesil pada telinga Ezza, membuat Ezza pergi meninggalkan nya sendirian akibat tingkah geli yang didapat.

Sesampainya di Café Mawar, Ezza melihat sekeliling dan mencari keberadaan Pak Boston berdasarkan foto dan juga no.meja yang telah diberikan, pandangannya tertuju pada meja yang berada paling sudut sebelah kiri.

"Dengan Pak Boston ?" tanya Ezza ketika berada pada meja no.15, kemudian mengulurkan tangannya.

"Ezza, sekretaris Pak Jonathan ?" tanya pria muda itu sembari menerima jabat tangan dari pria yang berdiri dihadapannya, ia mulai mengamati Ezza dari bawah hingga ujung kepala dengan tatapan penuh nafsu.

~Kok ada cowo secantik ini ?~ tutur Boston dalam hati, dengan menelan air liur nya.

"Maaf ? Apakah saya sudah boleh duduk disini Pak ?" tanya Ezza, menghentikan pandangan pria itu sebab ia mulai merasa tidak nyaman.

"Silahkan...Silahkan" jawab Boston berulang.

"Baiklah Pak, terimakasih sebelumnya dan kita langsung saja ke intinya mengenai proposal, izin kan saya untuk menjelaskannya terlebih dahulu" ujar Ezza, ingin mempersingkat waktu.

"Oke" jawab Boston yang hanya memperhatikan Ezza didepannya sedari tadi, tidak fokus pada tujuan utama pertemuan ini.

Ezza mulai menjelaskan, sementara Boston hanya menaruh perhatian pada bibir pink fresh dari lelaki yang ada didepannya, apakah ia bias merasakan kenikmatan bibir yang sangat menggoda itu.

Tanpa adanya pesanan, seorang barista menghampiri mereka dengan membawa minuman kemudian menyuguhkan nya dengan obat perangsang didalamnya.

"Minum dulu" tawar Boston.

Sebenarnya Ezza enggan untuk meminumnya, namun apa boleh buat ? Mengingat kembali peringatan yang diberikan oleh Selin, maka ia pun meneguknya.

Disisi lain, El baru saja tiba dikantor, pengecekan proyek bersama Zee menyita banyak waktunya. Ia mulai mencari keseluruh ruangan lantai 16 namun tidak menemukan keberadaan sang kekasih, Selin yang melihatnya justru turun ke lantai bawah agar tidak di tanyai. El mencoba menghubunginya, namun taka da jawaban, Ezza selalu silent handphone miliknya ketika sedang meeting, membuat El harus melihat koordinasi lokasi keberadaannya dan menghampirinya.

Kini El telah sampai di Café tempat kekasihnya berada, ia mulai mencari, pandangannya seakan berlari – lari, hingga ia berhenti pada dua orang yang berada disudut paling kiri café ini, langkah kaki nya bagaikan terbang seperkian detik dan tiba pada meja mereka.

"Al" panggilnya, menghiraukan Boston yang ada disana. Ezza mendongak.

Tak dapat dipungkiri bahwa Boston sangat terkejut melihat CEO dari Perusahan Sirahop turun langsung menemui sekretaris magang kecil yang ada dihadapannya ini.

"Mati gw" ujar Boston dalam hatinya, dengan tubuh yang mulai keringat dingin.

"El" jawabnya merentangkan kedua tangan ke depan.

Melihat reaksi Ezza, El menariknya, menumpahkan seluruh badannya jatuh dalam pelukan prianya. Adegan tersebut disaksikan langsung oleh Boston yang terdiam membeku melihat apa yang terjadi barusan, disatu sisi ia merasa tidak ada harga diri tapi di sisi lain bagaimana ia bisa berdiri dan memberi muka jika sudah demikian terjadi.

"Nakal ya sekarang" ujar El menjentikkan kening prianya, membuat Boston semakin tertegun.

"Akit" rengek Ezza dengan cemberut sembari bertingakah manja layaknya seorang anak kecil.

El yang merasa tidak aman dengan sikap manja Ezza, membuatnya semakin banyak pesaing, bergegas membawanya pergi, namun sebelum itu.

"Gada ampun" ujar El menoleh pada Boston dengan sorot mata penuh amarah, lalu pergi.

Deg...

"Gw mau balik" gumam Bosten dengan cepat, mengeluarkan uang, menyelipkannya dibawah piring dan bergegas pergi.

Sesampainya di apartment, Ezza yang sedari tadi diam tak bersuara mulai bergerak, merengek tak bisa tenang.

"Panas...Panas El" lirihnya.

"Sabar ya" jawab El, kini mempercepat langkah nya.

"Gerah El" lirihnya kian menjadi, Ezza berusaha membuka kancing kemeja nya, merasa sulit iya pun menariknya dengan paksa mengakibatkan seluruh kancing terlepas, terlihat kulit putih berkilau nan halus miliknya.

El membaringkan tubuh kekasihnya di atas ranjang dengan hati – hati, kini kekasihnya seperti cacing terus menggeliat kepanasan. Sebenarnya El paham akan maksud dari perilaku Ezza, namun ia tetap kekeh untuk berusaha menyadarkan tanpa membuatnya merasa sakit. Sang CEO menggendong kembali prianya, membawanya menuju kamar mandi lalu menaruhnya di bathtub, memenuhinya dengan air dingin namun tak kunjung mengembalikan kesadaran prianya, hingga akhirnya Ezza menarik tangan El, membuatnya terjatuh menimpa dirinya. Pria yang tengah mabuk itu mengambil kendali, ia mulai menyentuh bibir pria yang ada dihadapannya dengan jemari mungil miliknya, kemudian mendekatkan diri hingga bibir keduanya bertemu, ia melumatnya dengan bringas, sangat kasar namun terasa menggoda oleh El yang sedari tadi tak bergerak, membiarkan kekasihnya menikmati dirinya. Setelah puas bermain lidah, tanganya mulai meraba dada bidang milik pria nya, mengecup setiap bagian tanpa terlewat, kadang ia juga menggigitnya, namun El tetap tak bergerak, ia mengapresiasi ke ganasan dalam setiap gigitan yang diberikan, kemudian Ezza perlahan meraba ke bawah, membuat El bergerak, sebab hal itu adalah tugas orang dewasa, takkan membiarkan anak kecil mengacaukan apalagi sampai membuat kecewa ketika terbangun di keesokan hari nya.

"Ah...Ah....Ah..." desahannya memenuhi seluruh ruangan.

"El....Ah....El...Ah....Ahhhhhhhhh" Ezza kembali mendesah.

Desahannya berlanjut sepanjang malam. Kali ini El tak melepaskan nya barang sedetik pun.

PELANGI TANPA WARNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang