"Ayah mana ? Apa ayah tau apa yang telah kalian lakukan , apakah kalian sudah mendapatkan izin dari beliau ?" tanya Jennie, ia berusaha berfikir jernih untuk situasi saat ini.
"Untuk apa ? Kan mama udah cukup" celoteh Lisa dengan sombong.
"Kamu..." tunjuk Jennie meninggikan suara nya.
"Apa ? Kamu berani dengan anak saya ?" bentak Ibu kepada anak perempuan nya.
Deg...
"Ma ?" panggil Jennie, jiwa nya seakan terbang jauh meninggalkan raga nya.
"Tante, bukan kah terlalu kejam memanggil anak sendiri dengan sebutan Anda ?" ujar V dengan penuh penekanan, sebagai orang luar mendengar perkataan begitu mampu membuat nya merasakan sakit terlebih istri nya yang berstatus sebagai anak kandung nya.
"Kalian diam !" tunjuk ibu dengan bentakan.
"Bener tuh" celetuk Lisa dengan sombong.
"Lisa, jaga sikap kamu" tegur Jennie.
"Halah" tepis Lisa.
"Semua keretakan bahkan kehancuran serta berakhir nya hubungan ku dan Rose itu adalah ulah kalian, ya...kakak dan adik kesayangan kakak itu, kalian berhati keji tidak senang bila melihat orang lain bahagia semua itu tergambar jelas diwajah kalian bahkan sampai mati pun dia tetap menjadi penghalang utama kami untuk bersama" jelas Lisa, ia merasa puas telah mengatakan hal yang sejak kemarin mengganggu dipikiran nya.
"Berakhirnya hubungan mu dengan Rose tidak ada sangkut paut nya dengan kami, itu adalah kesalahan mu sendiri, jika kamu terus mempertahankan sikap mu yang seperti ini bahkan sampai kapan pun tak seorang pun betah bersama mu dalam waktu yang lama" ujar Jennie mencoba membuat adik nya sadar akan perilaku nya selama ini.
"Simpan saja nasehat itu untuk dirimu sendiri" ujar Lisa, berjalan mendekat dan membersihkan debu dibagian pundak sang kakak seolah – olah ada kotoran padahal tidak lalu ia pergi menjauhi nya.
"Lisa" panggil Jennie dengan sedikit meninggikan suara nya.
"Diam !" bentak Ibu kepada Jennie, mengejutkan semua nya.
"Ma ?" Jennie tak percaya dengan kata barusan, sebab itu kali pertama ia mendengar Ibu nya mengatakan demikian.
"Mama ?" celetuk Ibu menyeringai.
"Saya tidak penah mengharapkan kelahiran anda sebagai anak pertama saya begitu pula dengan Ezza, seandainya jika urutan kalian dilahirkan dapat berubah baru lah saya akan menaruh kasih kepada Anda berdua, tapi apa ? Kenyataan berpihak lain bukan ? Saya sudah cukup membiarkan Anda membentak anak saya kemarin dan sekarang Anda masih berani berteriak dengan nya dihadapan saya ? Keluar kalian" bentak Ibu, amarah nya meluap dengan sengaja melampiaskan nya pada putri pertama nya .
Jennie tak berkutik, ia sangat terpukul dengan semua ucapan ibu nya barusan, bagaimana mungkin seorang ibu tega mengatakan demikian ? Apakah seorang bayi dapat memilih jenis kelamin nya atau apakah seorang bayi sebelum terbentuk harus mengambil antrian untuk tahu kapan ia dilahirkan ? Apa seorang anak yang telah menjalani kehidupan selama 20 tahun lebih berhak meminta pengembalian ke Rahim ibu nya hanya karena sebuah urutan lahir ? Untuk terakhir kali nya, Jennie memberikan tatapan penuh kasih dengan senyum terpaksa, jauh dalam lubuk hati nya ia berharap bahwa ibu nya akan mengatakan "bahwa ia menarik kembali kata – kata nya barusan" namun tidak sama sekali, itu hanya angan – angan nya saja, sang Ibu justru memberikan tatapan penuh kebencian terhadap dirinya.
Jennie mengumpulkan semua barang Ezza yang tergeletak dilantai ia membawa nya bersama nya dan di bantu oleh V. Ketika satu barang tersisa, sebuah kendaraan masuk ke halaman rumah nya, yang tidak lain adalah mobil milik Ayah nya.
Ayah berkendara mendekati Jennie, ia membuka kaca mobilnya dan berkata "Ada apa ini ?"
"Tanyakan saja pada beliau" unjuk Jennie dengan segala rasa kecewa yang ia coba sembunyikan.
Melihat barang yang dipegang oleh anak pertamanya, Ayah langsung mengenali nya, kemudian ia segera turun dan keluar dari mobil, menghampiri istri juga anak bungsu nya.
"Jelaskan sekarang" ujar Ayah sedikit meninggikan suara nya, berusaha tenang dalam menyikapi situasi yang terjadi.
"Stop" ujar Ibu, menghentikan semua perkataan yang telah diujung lidah Ayah.
"Ayah tidak perlu mengatakan apapun begitu pula mama tidak perlu memberikan penjelasan apapun kepada Ayah" sambung Ibu.
Semua anggota tahu, bahwa Ayah adalah kepala keluarga namun setiap urusan dan keputusan mama lah yang mengambil kendali. Melihat bagaimana Ayah dipermalukan oleh Ibu, Jennie tak mengharapkan apapun lagi, ia ingin segera meninggalkan rumah ini.
"Semoga Ayah selalu bahagia dan semoga kedengkian dalam diri Mama dan Lisa tidak menjerumuskan dan menghancurkan kalian" ujar Jennie dalam lubuk hati nya, setetes air mata terjatuh ke tanah, sebelum menangisi semua nya mereka telah masuk ke dalam mobil lalu bergegas pulang.
"Aku berjanji, ini akan menjadi kali terakhir kamu mendapat perlakuan seperti ini dari keluarga mu sendiri, aku bersedia mengabdikan hidupku menjadi tameng dan melindungi kalian bertiga takkan biarkan kalian terluka sedikit pun" ujar V dari lubuk hati nya, sembari menggenggam tangan kanan sang istri tercinta.
"Terima kasih karena masih bersama ku dan menggenggam tangan ku hingga saat ini dan terima kasih juga kepada almarhum adik serta adik ipar ku, yang tidak benar – benar meninggalkan ku dengan memberikan dua bayi yang sangat cantik dan tampan persis seperti mereka, setidak nya kehadiran mereka dapat mengobati sedikit kerinduan ku pada kalian berdua, aku akan mencurahkan semua perhatian ku kepada keluarga kecil kita ini" ujar Jennie penuh syukur.
V tersenyum, perasaan bahagia serta kehangatan memenuhi diri nya. Ia sangat mencintai keluarga kecil nya ini.
"Sayang" panggil nya, lalu mengecup kening nya istri tercinta.
End
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI TANPA WARNA
RomanceAltezza yang kerap di panggil Ezza/Al merupakan pria cantik nan rupawan, memiliki 2 saudara perempuan serta orang tua yang baik, semua nya tampak baik sampai suatu ketika pertemuan itu mengubah hidup Al dan El. Akan kah mereka mendapat restu dari o...