"Jangan ma" teriak Ezza, Jennie yang berada dikamar nya langsung keluar serta Ayah dan juga Lisa yang berada diruang tamu seketika berdiri, mereka semua tercengang melihat kejadian tersebut. Jennie hendak membantu, namun Lisa bergegas ke arah nya dan mencegahnya, menahan nya di sisi nya. Ibu menarik paksa El keluar dari rumah, sementara Ezza berlari menuruni tangga dan mengejar mereka, hingga sampai didepan pagar dengan sekuat tenaga Ibu nya mendorong pria nya, namun dengan cepat Ezza menghadang dan menggantikan nya terdorong jauh ke tengah jalan.
Dari kejauhan tampak sebuah mobil truk melintas dengan kecepatan tinggi, El melihatnya dengan cepat membantu Ezza berdiri lalu mendorong jauh pria nya mengorbankan dirinya sendiri, hingga ia yang ditabrak oleh truk, tubuh nya terlempar dan melayang di udara sebelum mendarat di atas sebuah batu yang berada ditengah jalan, kepala nya mulai mengeluarkan darah hingga tubuhnya berlinangan darah.
"El...." teriak Ezza jiwa nya bergejolak, ia berlari menghampiri pria nya, mengangkat pelan punggung El, lalu memeluk nya dan menangis, sakit melihat pria nya dipermalukan dan perih melihat keadaan orang yang di cintai nya terkulai lemah demi menyelamatkan nyawa nya.
Seluruh keluarga Supamongkon menyaksikan kejadian tersebut, semua nya terdiam seribu bahasa bahkan bergerak maju pun mereka tak mampu.
"El, bangun sayang, please bangun, jangan tinggalin aku" ujar Ezza berlimang air mata.
"Shut, hei... jangan nangis...., liat tuh hidung kamu meleber ingus, jelek ih" goda El, walaupun ia terluka dan kesakitan, lebih sakit lagi ketika melihat kekasih nya menangis karena diri nya sendiri.
"Ka – Kamu ja-ngan bercanda" saran Ezza dengan sesegukan, air mata terus mengalir.
"Kita kerumah sakit ya, biar aku papah kamu" sambung Ezza dengan kecemasan serta ketakutan yang terukir jelas di wajahnya.
"Jangan, aku berat kamu gakan sanggup mapah nya" goda El kembali, dengan nada yang pelan rasanya ia tak mampu lagi untuk berbicara.
"El jangan bercanda" ujar Ezza, tangis nya semakin kuat.
"El nya Al mau tidur sebentar ya, Al jaga diri baik – baik yah" pinta El, menutup mata dan menghembuskan nafas terakhir.
Sementara itu, Rose mengunjungi rumah Lisa tanpa memberi tahu nya berniat memberikan kejutan dengan berjalan dan meninggalkan mobil nya jauh dari rumah wanita nya, namun siapa sangka ternyata ia yang dikejutkan dengan peristiwa dihadapannya. Bucket bunga yang ada ditangan nya terjatuh, dengan gemetar ia berteriak "Kakak". Lisa melihat ke arah kiri letak sumber suara, ia tercengang bagaimana bisa pria yang sedang terbaring dihadapan mereka merupakan kakak dari wanita yang dicintai nya.
"El...." teriak Ezza dengan keras, ia sangat sakit menyaksikan kepergian pria nya dalam pelukannya. "Biarkan aku bahagia, walau harus meninggalkan semuanya" pinta Ezza dari lubuk hati nya. Seketika sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi, ia terus membunyikan klakson namun Ezza enggan tuk menghindar dan ia pun tertabrak, kehilangan nyawa bersama dengan pria nya "Trimakasih" gumam Ezza, terakhir kali nya ia mencium kening orang yang sangat ia cintai seumur hidup nya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Sekali lagi, mereka dihadapkan dengan kejadian tak terduga. Jennie dan Rose berlari menghampiri kedua insan manusia yang berlimangan darah. Sementara Lisa dan kedua orang tua nya terduduk lemas.
"Za, bangun sayang" pinta Jennie dengan tangis yang sangat perih, melihat adik yang paling ia sayangi terbaring dengan keadaan seperti ini.
"Kak bangun kak, kak Jo, bangun" pinta Rose, mengguncang pelan tubuh pria yang ada didepannya.
"Za, bangun sayang, bangun, kakak mohon, buka mata kamu" ujar Jennie, tangis nya tiada henti, ia terus memohon agar adik nya sadar. Namun yang mereka tidak ketahui ialah, obat dari segala sesuatunya adalah hati jika ia enggan untuk bangun maka bagaimana pun cara yang engkau lakukan tuk mengobatinya tidak akan berarti apa – apa, luka dapat sembuh namun hati yang kosong akan menjadi kan seseorang hidup tanpa jiwa.
"Bangun Za" teriak Jennie, hati nya sangat sakit perasaan nya tak dapat dilukiskan, ia tak mampu lagi berkata. Dirinya menangis, setiap darah yang mengalir keluar dari tubuh adik nya membuat tangis nya semakin pecah.
"Kak Jo bangun, buka mata nya, jangan ditutup kak, bangun" Rose tak tahu harus berbuat apa lagi, ia hanya menangis dan terus menangis hingga baju yang berlumuran darah cepat menyebar dikarena kan air mata juga membanjiri dirinya.
"Udah ya, kita bawa mereka ke rumah sakit dulu" ajak Ayah, mencoba tenang menyikapi semua yang terjadi.
Akhirnya mereka membawa Ezza dan El ke Rumah Sakit, sesampainya di RS mereka langsung mendapat penanganan, memasuki meja operasi kedua nya diperiksa dengan seksama, para dokter dan suster berusaha untuk membantu pasien melewati masa kritis nya namun,,,,
Ketika pintu terbuka, semua mata tertuju pada orang yang berada dibalik pintu, mereka berjalan cepat menghampiri dokter.
"Gimana keadaan adik saya dok ?" tanya Jennie penuh kekhawatiran.
"Maaf kedua pasien tersebut sudah tidak bernyawa lagi ketika kalian membawa nya kemari, kami juga telah berusaha semaksimal mungkin untuk membantu namun dari mereka tidak mempunyai keinginan untuk hidup" jelas dokter, meninggalkan keluarga pasien.
"Apa ?" tanya Jennie seakan tak percaya dengan ucapan dokter barusan, ia berlari menuju ruangan adik nya, Rose mengikuti dari belakang.
"Ezza" teriak Jennie, menguncang tubuh adiknya.
Selama kurang lebih satu jam lama nya, mereka mulai mengurus segala administrasi dan pemakaman untuk keduanya. Namun saat pemakaman berlangsung terjadi sedikit perkelahian.
"Mama minta maaf ya Za, mama gatau bakal kek gini kejadian nya" ujar mama, tampak raut wajah beliau sedih akibat kehilangan putra satu – satu nya.
"Ayah juga minta maaf, tidak menengahi kalian saat perkelahian berlangsung" mohon ayah, pada batu nisan milik anak lelaki nya, sembari mencoba menyembunyikan kesedihan yang ia rasakan,
Sementara itu Jennie terus menangis, ia tak dapat berkata apapun lagi, tangis nya menggambarkan seluruh perasaan nya saat ini. Lisa mencoba mendekati Jennie, ia hendak menenangkan nya namun....
"Udah ya kak, jangan nangis terus" ujar Lisa mengusap – usap kedua lengan sang kakak.
"Kak....udah ya, ayo pulang" ajak Lisa sembari membantu kakak nya untuk berdiri, walau Jennie enggan tuk menurutinya.
"Kak..." panggil Lisa.
Jennie tidak lagi tahan mendengar semua ocehan dari Lisa, ia merasa muak untuk setiap kata yang keluar dari mulut adik perempuan nya. "A....ahh" teriak Jennie, menghempas ke dua tangan adik nya yang menyentuh diri nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PELANGI TANPA WARNA
RomanceAltezza yang kerap di panggil Ezza/Al merupakan pria cantik nan rupawan, memiliki 2 saudara perempuan serta orang tua yang baik, semua nya tampak baik sampai suatu ketika pertemuan itu mengubah hidup Al dan El. Akan kah mereka mendapat restu dari o...