bab 09

699 54 0
                                    

Jennie berusaha mengontrol tubuhnya, ia
menyeret kakinya melangkah mengikuti
Irene masuk ke dalam. Jennie mengabaikan sehun yang tengah menatapnya dengan ekspresi tak terbaca.

Cowok aneh!
Jennie heran, kenapa lisa terus memandanginya? Perasaan gak ada yang
aneh sama penampilannya. Jennie hanya
memakai kaus oblong dan celana jeans
selutut, ia pikir penampilannya biasa aja.
Lalu kenapa Lisa menatapnya seperti itu?

"Jen sini dah. Gue kenalin lo sama yang
lain." Irene menarik lengannya membuat Jennie tersentak dari lamunannya dan Irene membawanya ke ruang tengah.

"Gaesss, kenalin temen gue Namanya jennie ."Jennie menarik kedua sudut bibirnya, mengulas senyum terpaksa. Jennie menatap satu-persatu teman-teman Irene, mereka kebanyakan senior tapi ada juga yang seangkatan dengannya. Wajah-wajah asing yang belum pernah Jennie lihat, kecuali empat orang yang tengah melambaikan tangan padanya.

Seulgi, wendy, jisoo dan hambim. Hanya
mereka yang melemparkan tatapan
ramah pada Jennie . Sementara yang lain
memandang Jennie penuh curiga.

"Irene..." Suara bariton itu menginterupsi
Jennie dan Irene.

Jennie seketika berbalik dan menemukan
seorang cowok berdiri di dekat pintu
penghubung antara ruang tengah dan
dapur. Wajah cowok itu terlihat dingin dan
terkesan tidak bersahabat, terutama saat
kedua matanya tanpa sengaja bertemu
dengan mata Jennie.

"Menyeramkan!" Gumam Jennie

"Lo gabung sama yang lain aja, gue
mau nemuin si Hulk dulu. Dia suka bawel
kalo liat gue bawa temen baru." Irene
mengedipkan sebelah matanya sebelum
berlalu menghampiri cowok tadi.

Sedangkan Jennie menghela napasnya, ia mendekati gerombolan jisoo. Jennie merasa risih ketika banyak sorot mata yang terus menatapnya. Apa mereka pikir Jennie alien? Kenapa mereka menatap Jennie dengan tatapan aneh? Seolah dirinya mahluk langka saat sudah berada di dekat jisoo.

"Santuy aja, mereka emang gitu. Ntar
juga biasa kalo udah kenal," celetuk
Bagas, sadar akan keresahan yang
melanda Jennie. Jennie hanya mengangguk, ia memilih diam dan duduk tenang di sebelah jisoo, karena Mereka
sedang duduk di sofa panjang di depan
televisi yang menyala.

"Bukannya itu tyuzu?" celetuk hambim
saat layar televisi tengah menampilkan
acara tentang dunia bisnis dan kebetulan
papanya yang menjadi narasumber.

"Jadi dia anaknya Kim Soohyun yang punya kim Group, Daebak!" seru jisoo tampak tercengang, ia begitu fokus menatap layar televisi sampai tak berkedip.

"Makanya gue ngincer dia,' sahut
Seulgi. Mereka terus membicarakan hal itu,
sementara Jennie tidak peduli. Hingga suara Irene menginterupsi.

"Jen, gue cabut dulu ya. Lo di sini aja,
jangan ke mana-mana. Oke," kata Irene dia terlihat buru-buru.

"Mau ke mana?" tanya Jennie

"Jemput rose. Pokoknya loh aman di sini
tenang aja." Jennie ingin protes tapi Irene
keburu pergi.

"Liaa, gue titip Jennie sama
lo yah. Pokoknya gue gak mau Jennie sampai kenapa-napa," ucap Irene ketika
berpapasan dengan Lisa di depan pintu.

Lisa tak menyahut, ia melangkah
masuk ke rumah mengabaikan Irene yang
terus mewanti-wanti dirinya. Langkah
Lisa terhenti ketika pandangannya
bertemu dengan sorot mata Jennie.
Mereka berdua saling bertatapan, sebelum
akhirnya Jennie memalingkan wajahnya lebih dulu.

"Jadi dia putri tunggal Mr. Kim yang akan mewarisi kim Group?" Suara di layar televisi sukses memancing perhatian Jennie. Anak tunggal? Jennie tersenyum kecut, Orang-orang hanya tahu tyuzu anak papanya. Sementara dirinya ....

Jennie memang tidak pernah terekspos
media. la selalu menutup diri dari dunia
luar, bahkan di sekolahnya Jennie dianggap
anak yatim piatu karena tak pernah
membawa orangtuanya ke sekolah.

"Anak tunggal?" Gumam jisoo. "Lah terus
Seketika Jioo langsung mengatupkan bibirnya saathambim menyikut lengannnya.

"Apaaan si?" Tanya jisoo yang tak mengerti maksud hambim. Hambim mendelik, matanya melirik Jennie. Begitupun dengan Seulgi dan wendy yang
memberikan tatapan tajam pada jisoo
yang bermulut lemes. Jisoo membungkam
mulutnya, sadar akan kesalahannya. la
menoleh, hendak menyentuh bahu Jennie tapi jennie sudah lebih dulu berdiri.

"Ke mana?" tanya Lisa saat tiba di depannya.

"Pulang,' jawab Jennie .

"Bukannya rumah lo lagi ada
pemadaman bergilir?"Jennie mengabaikan pertanyaan Lisa, ia Mulai beranjak dari tempatnya dan Melangkahkan
kakinya menuju pintu akan tetapi Lisa lebih dahulu menahan pergelangan
tangan Jennie, dan menghentikan langkahnya.

"Lepas!" Ucap Jennie , matanya menatap
tajam Lisa..

"Gak. Irene udah nitipin lo ke gue. Jadi
lo dalam pengawasan gue sekarang,
tukas Lisa dengan tegas.

"Gue gak peduli. Lepas!!" Jennie berontak,
berusaha menarik tangannya dari
cengkraman Lisa, Jennie bahkan tak peduli
jika dirinya jadi pusat perhatian, banyak
pasang mata yang menatapnya termasuk
empat orang yang duduk di sofa.

"Lo si jis, makanya tuh mulut dijaga" gerutu Seulgi dengan suara rendah seperti bisikan.

"Ya, gue gak tahu. Gue lupa kalo Jennie
saudara tiri tyut,' sahut jisoo, wajahnya
tampak sangat bersalah.

"Tapi gue heran, kenapa presenternya
bilang tyuzu anak tunggal. Terus
bokapnya juga gak ngeralat ucapan
tuh presenter' ucap hambim membuat
teman-temannya juga berpikiran sama.
Meski mereka memelankan suaranya,
Jennie tetap masih bisa mendengar jelas yang mereka bicarakan. Hatinya semakin
sesak, amarahnya meluap tak lagi bisa
Jennie bendung. Rasa benci yang semakin
dalam menggerogoti hati, menumpuk rasa
sakit akan luka yang tak pernah terobati.
Satu-satunya yang ingin Jennie lakukan
hanya lari, ia ingin lari dari kenyataan
yang menyakitkan ini.Setelah menghempas
tangan Lis sekuat tenaga, Jennie langsung
berlari keluar dari rumah mewah itu.

"Jennie!!!" teriak Lisa.
Lisa tak bisa membiarkan Jennie pergi
dalam keadaan seperti itu. Entah apa yang
membuat Lisa mengejar Jennie, tapi hati
kecilnya terus berkata ya setiap kali
melihat wajah Jennie yang murung.
Lisa sendiri bingung dengan perasaanya, ia selalu menyangkal jika perasaannya hanya sekedar empati saja karena mereka memiliki nasib yang sama.

"Jennie, berhenti!" Lisa berhasil meraih
tangan Jennie, keduanya kini sudah berada di tepi jalan raya.

"Lepas!" teriak Jennie, air matanya sudah
luruh membasahi pipi. Jennie memalingkan
wajah, ia tak mau Lisa melihatnnya menangis. Jennie benci saat orang lain
melihatnya terpuruk, Jennie tidak mau
dikasihani.

"Gak. Gue gak akan lepasin lo."ucap lisa
menarik tangan Jennie, menyeretnya ke suatu tempat.Lisa membawanya ke taman,
mendudukkan Jennie di atas rumput.

Jennie masih menangis, seberusaha apa pun ia meredam tangisnya. Air matanya akan menerobos keluar, membasahi kedua
pipi. Hati jennie sakit, dadanya nyeri seperti
ditancap belati. Kata-kata presenter tadi
terus terngiang di kepalanya. Apa begini
rasanya tidak diakui? Sakit. Jika dulu Jennie tidak peduli, tapi kenapa Jennie seolah menyesalinya,

Jennie terkesiap ketika merasakan
sentuhan tangan di pipinya, la seketika menoleh ke samping, di mana ia melihat Lisa duduk di sebelahnya, Cowok itu mengusap air mata yang jatuh membasahi pipinya

"Jangan menangis, nggak akan ada yang peduli loh ucap Lisa.

Bersambung...






Jennie Kim as NiNi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang