Jennie memandangi layar ponselnya,
beberapa notifikasi pesan dan panggilan
tak terjawab memenuhi notifikasi bar-nya.
Jennie hanya memandangi pesan-pesan
itu tanpa berniat membukanya. Pesan dan
panggilan tak terjawab dari keluarganya,
keluarga semua-nya. Untuk apa mereka mencari? Untuk apa mereka menyuruhnya
pulang? Jika kehadirannya saja tak diinginkan, Apa mereka peduli? Mustahil!
Pertanyaan demi pertanyaan muncul
di benaknya, seakan semua hal yang ada
dalam pikirannya saat ini sebuah
ketidak mungkinan."Jennie." Suara cempreng Irene
menyentaknya, jennie yang terkejut refleks
menyembunyikan ponselnya di bawah
bantal."Ya?" Jennie menoleh, wajahnya seperti
orang bingung."Lo baik-baik aja kan? Atau kepala lo mulai sakit lagi?" tanya Irene, nada suaranya terdengar sangat khawatir.
"Oahh, gue gak papa kok" jawab jennie
memaksakan senyum tipisnya agar Irene
tak curiga.
Irene tak lagi bertanya, ia memilih memainkan game di ponselnya dan Jennie kembali termenung dalam keterdiamannya."Laper gak?" tanya Irene, matanya masih fokus ke layar ponsel.
"Em... iya. Gue gak suka makanan rumah sakit, jadi tadi gak gue makan," jawab Jennie. Irene mengakhiri game-nya, ia beranjak dari duduknya. Kemudian mengambil jaket yang tersampir di sofa. "Lo mau apa?"
"Lo mau keluar?" Jennie memperhatikan
Irene yang tengah memakai jaket."Kantin, lumayan enak si dari pada
makanan rumah sakit.""Kalau gitu apa aja yang penting enak."
Irene mengangguk, ia berjalan ke pintu.
Sebelum keluar, Irene berbalik menatap
Jennie yang masih duduk di atas ranjang."Ada apa?" Jennie tampak bingung karena
Irene tak jadi keluar."Lo emang gak papa sendirian? Kalau
Lisa tahu gue ninggalin lo, bisa abis gue
dicincang sama tuh bocah" ucap Irene.
Jennie yang dengar hanya tersenyum tipis."Gak papa, udah sana. Gue baik-baik aja kok." Jennie mengibaskan tangannya, menyuruh Irene pergi.
"Oke, kalau ada apa-apa langsung
telepon gue." Jennie mengangguk, Irene pun melangkah keluar.Jennie menghela napas panjang, ia menyandarkan punggungnya dan mendongak ke atas. Saat sendiri seperti ini, lagi-lagi ingatan tentang mamanya
muncul. Membuatnya cengeng dan ingin
menangis."Jennie kangen mama" Batin jennie
Tiba-tiba suara pintu terbuka mengejutkannya, Jennie segera menyeka
sudut matanya. la tidak mau jika Irene
memergokinya sedang menangis, jennie
enggan membebani Irene dengan kisah
hidupnya yang tragis."Kok cepet ba ..." Saat menoleh ke
pintu, Jennie tercekat ketika melihat sosok
yang baru saja masuk. Ternyata dia bukan
Irene."Lo ..!"
"Hai'' sapa seorang cowok memang tidak ingat siapa nama cowok itu, tapi Jennie sangat hafal sekali dengan wajahnya. Cowok yang memukulnya waktu di kantin.
"Ngapain dia ke sini?" Gumam Jennie"Gimana keadaan lo?" tanya cowok itu.
Jennie tak menjawab, ia hanya menatap
datar cowok itu yang tanpa segan duduk
di kursi samping tempat tidurnya."Gue kira kabar lo masuk rumah sakit itu
hoaks, ternyata bener ucapnya lagi."Sebenarnya apa mau cowok itu?"
Jennie yakin kedatangan cowok itu ada
maksud tertentu. Secara ia tidak begitu
mengenalnya dan mereka memang tidak
saling akrab untuk hal semacam ini."Gue bawain lo bu----"
"Apa tujuan lo ke sini?" tukas Jennie,
memotong ucapan cowok itu yang sedang
meletakkan keranjang buah di atas nakas.
Cowok itu mendengus, tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jennie Kim as NiNi
Teen FictionLuka masa kecilnya membentuk kepribadian Jennie menjadi tertutup dan dingin, Trauma akan kematian ibunya membuat Jennie membenci semua laki-laki termasuk ayahnya. Namun semua berubah ketika Jennie pindah ke sekolah barunya, ia bertemu dengan lelaki...