bab: 18

657 58 6
                                    

Kabut menyelimuti, udara dingin berembus menusuk kulit. Sementara Jennie hanya bisa berdiri kaku di tengah kegelapan. la sendiri tidak tahu sedang berada di mana, seakan buta arah Jennie bingung harus melangkah ke mana.

"Jennie." Terdengar suara lembut memanggilnya, sontak Jennie berbalik.

"Mama' gumam Jennie, matanya berkaca-kaca saat melihat seorang perempuan mengenakan gaun putih berdiri di ujung sana. Dari atas kepalanya muncul cahaya yang menyinarinya di kegelapan.

"Mama ... Mama." Jennie memberanikan diri untuk melangkah maju, semakin mendekat ke arah sang mama. Namun yang terjadi mamanya tiba-tiba menghilang, seketika berubah menjadi asap putih.

"Mama!" pekik Jennie setengah berteriak memanggil mamanya.

"Mama, jangan tinggalin Jennie! Tenggorokannya terasa kering karena terus berteriak, namun mamanya tak muncul kembali.

"Mama!" Tubuh Jennie terjatuh ke lantai,
ia menangis tersedu-sedu. Menutup
wajahnya dengan kedua tangan, meratapi
kepergian mamanya.

"Jennie." Suara lain menginterupsi jennie, ia
berhenti menangis.

"Jennie."' Jennie berbalik saat namanya kembali dipanggil.

"Oma." Kini sosok omanya yang muncul,
wanita paruh baya itu mengenakan gaun
putih dengan cahaya bersinar di atas
kepalanya.

"Oma!" Jennie segera bangun, kini
ia berlari memeluk omanya. Tapi yang
terjadi Jennie hanya memeluk angin.
Jennie terdiam, memandangi tangannya
sendiri. Kemudian ia berbalik lagi,
matanya menatap sayu oma yang kini
berdiri berdampingan dengan mamanya.

"Kenapa aku gak bisa meluk Oma?" lirih Jennie

"Jennie, dengerin mama ya sayang' ucap
mamanya. "Apapun yang terjadi kamu
harus kuat, jangan menyerah, jangan
pernah kamu memilih jalan sesat karena
putus asa. Masih banyak orang-orang
yang menyayangi kamu Jennie."

"Gak!" tukas jennie.

"Gak ada yang sayang nini ,papa gak sayang nini , Ma Papa jahat sama nini, lebih baik Nini ikut Mama sama Oma." Jennie berlari mendekat, tapi lagi-lagi mereka mulai menghilang.

"MAMA!" Mata jennie terbuka lebar, deru napasnya memburu. Keringat dingin membasahi dahi dan telapak tangannya. Mata jennie bergerak liar, melihat ke segala arah.Gue di mana? Batinnya saat
memperhatikan ruangan yang begitu
asing baginya.

Jennie perlahan bangun, kepalanya masih
terasa berdenyut. Rasanya seperti dipalu
berkali-kali. Jennie menyandarkan tubuhnya, ia memejamkan mata sejenak. Mengingat kembali kejadian apa yang membuatnya sampai terdampar di tempat ini.

Pagi itu Jennie terbangun, semalaman ia
tertidur di depan pintu. Entah apa yang
mempengaruhi pikirannya, saat ia melihat
gunting di atas nakas. Tanpa pikir panjang
Jennie mengambilnya dan segera berlari ke
kamar mandi. la menggoreskan gunting
ke pergelangan tangannya.

Jennie semakin menekan gunting semakin
dalam saat melihat darah mulai keluar.
Tak peduli dengan rasa sakit yang dirasakan. Jennie terus menekannya, yang
ada di pikirannya hanya satu. la ingin
menyusul oma dan mamanya. Pergi jauh
dari dunia yang menyakitkan.

Suara derit pintu terbuka, menyadarkan
Jennie dari lamunannya. la melirik sekilas ke arah pintu, di mana Mama tirinya baru
saja masuk dan berjalan menghampirinya.

"Kamu sudah bangun?" tanya Tiffany
ketika tiba di samping brangka. Jennie tidak menyahut, ia memalingkan wajahnya. Tangannya mencengkram erat selimut yang menutupi kakinya. Rasa benci semakin memuncak di dalam hatinya. Bayangan masa lalu terus mengusik pikirannya, menambah rasa bencinya pada wanita di sampingnya itu. Terdengar helaan napas berat dari Tiffany, ia duduk di samping Jennie. Tangannya terulur hendak menyentuh kepala jennie,
tapi dengan cepat jennie menghindar. Tiffany tersenyum kecut, hatinya kembali terasa nyeri.

Jennie Kim as NiNi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang