BAB 12 : LAMARAN SPONTAN

53 8 14
                                    

"SAYA nggak pernah ada bayangan sama sekali kalau Pak Alaric ternyata suka baca buku fiksi," celetuk Paris yang tengah sibuk menatap layar televisi 43 inci di depannya sambil duduk bersila di sofa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"SAYA nggak pernah ada bayangan sama sekali kalau Pak Alaric ternyata suka baca buku fiksi," celetuk Paris yang tengah sibuk menatap layar televisi 43 inci di depannya sambil duduk bersila di sofa. Di kedua tangannya sudah tergenggam sebungkus keripik kentang ukuran jumbo. Bunyi krauk-krauk dari mulutnya sama sekali tidak ada jeda dari tadi, membuat telinga Alaric geli.

Kalau saja bukan karena Arabella menghantam kepalanya dengan benda ini siang tadi, tidak mungkin buku fiksi setebal ini bisa berada dalam pelukannya sekarang. Padahal, biasanya ia hanya membaca buku-buku nonfiksi seputar bisnis, desain, atau tentang hubungan sosial. Karena sangat kesal, secara tidak sadar ia jadi membawa-bawa buku itu hingga pulang ke rumah Paris.

Tanpa mengalihkan perhatian dari buku ber-cover putih-cokelat di hadapannya, Alaric hanya berdeham sebagai respons dari celetukan tidak berfaedah dari si pemilik rumah.

Kemudian, pria berkaus panjang hitam polos yang dilipat hingga siku itu membalas, "Saya juga nggak pernah ada bayangan sama sekali, laki-laki berotot kayak kamu ternyata penyuka drama romantis Korea macam begini."

Paris tersenyum lalu tertawa sumbang. "Yah, karena seseorang."

Alaric mulai ikut menatap layar TV. Seorang pria berpotongan rapi tampak disorot secara close up di layar kaca. Beberapa potongan ingatan tokoh itu tentang seorang wanita yang tampak sedang sekarat tampak diliput secara sekilas-sekilas. Sebuah subtitle berwarna putih mulai muncul di layar bagian bawah, rata tengah, dengan alih suara wanita.

Karena ada Geumganggo(1), aku yakin. Jika kau tinggal sendirian, sungguh melegakan jika cinta ini hilang.

Tampaknya Paris menyadari kalau Alaric juga ikut menyimak adegan itu. Tiba-tiba ia berujar, "Anda tahu ini cerita tentang apa?"

Alaric menarik kedua sudut bibirnya ke bawah seraya mengedikkan bahu. "Mana saya tahu."

Paris meletakkan bungkus keripik kentangnya di meja, kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Menonton drama ini, saya jadi teringat kisah Pak Alaric dengan Nuna."

Meskipun sudah berkali-kali, rasanya Alaric masih belum terima dengan panggilan yang disematkan pria berkaus oblong putih di hadapannya ini. Ia benar-benar terganggu.

"Bisa jangan panggil dia Nuna, nggak, di depan saya?" protes Alaric.

Paris menggeleng. "Selama di luar lingkungan kerja, terserah saya, mau memanggilnya bagaimana."

"Tapi, saya bos kamu di lingkungan kerja."

"Dan Anda sekarang sedang menumpang di rumah saya."

Alaric tidak berkutik. Ia berdeham, lantas membenarkan posisi duduknya. Pria itu menutup buku yang ia baca dengan meletakkan jari telunjuk di sela-sela halaman sebagai pembatas.

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang