BAB 16 : KENANGAN

56 10 8
                                    


ALARIC melempar kopernya ke sembarang arah, lantas membanting punggungnya ke kasur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ALARIC melempar kopernya ke sembarang arah, lantas membanting punggungnya ke kasur. Ia menatap langit-langit kamarnya seraya mengembuskan napas panjang. Setelah kembali dari rumah Arabella tadi, ia langsung mengganti bajunya yang basah dan mengepak seluruh pakaian yang ada di rumah Paris. Tanpa menunggu hingga fajar menyingsing, pria itu segera tancap gas untuk kembali ke kamarnya sendiri di lantai dua store.

Paris yang kebingungan tadi sebenarnya sempat bertanya kenapa ia bisa sampai basah kuyup begitu. Bahkan, ketika Alaric sibuk memindahkan koper dari kamar ke mobil, pria berotot itu juga terus melayangkan pertanyaan. Namun, karena pikiran Alaric sedang tidak karuan juga, ia hanya bisa menjawab, "Thanks buat beberapa minggunya, Ris. Kita bicara lagi nanti. Sekarang saya harus pulang. Permisi."

Dengan tubuh masih merebah di kasur, pria itu merogoh saku celananya, lantas mengeluarkan smartphone ber-casing biru tua. Ia segera menuju aplikasi pesan hijau, memeriksa apakah chat-nya sudah terbalas. Namun, hingga setengah jam berlalu, masih belum ada jawaban juga.

Ia kembali membaca pesan yang ditulisnya.

Alaric

Iz. Urusanku sudah selesai.

Sabtu besok, ayo bertemu di kafe biasa.

Kita diskusikan acara lamaran kita yang tertunda.

Satu menit. Dua menit. Tiga menit.

Tetap belum ada jawaban. Akhirnya, Alaric kembali meletakkan ponselnya sembarangan, dan menatap plafon kamarnya sekali lagi. Mungkin saja Izora sudah tidur. Pasalnya, jam dinding sekarang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Wanita itu paling anti dengan begadang, soalnya. Berbeda dengan Arabella yang katanya selalu tidak bisa tidur kalau belum lewat tengah malam.

Ah, benar. Arabella.

Sepertinya, ciuman itu benar-benar berhasil melepaskannya dari efek Amorvency. Buktinya, ia bisa berpikir lebih jernih sekarang. Tidak. Sebenarnya sudah dari tadi, yaitu ketika lampu tiba-tiba menyala di rumah Arabella. Makanya, ia cepat-cepat pamit pergi. Mendadak, ia merasa bahwa segalanya tidak benar. Ia hampir bertunangan dengan Izora, tetapi malah mencium wanita lain. Kemudian, sedikit demi sedikit, memori tentang Izora kembali memenuhi pikirannya. Sementara, perasaan tentang Arabella terasa makin samar. Dan, sekarang, semuanya kembali jelas. Ia sudah kembali menjadi Alaric yang dulu.

Tapi, tunggu.

Bukankah ciuman itu hanya akan bekerja jika tidak ada keterpaksaan di antara keduanya? Lantas, apakah Arabella tadi ... melakukannya dengan hati? Bukankah dulu, ketika Alaric berkali-kali mengajaknya untuk itu, ia selalu dengan tegas menolak dan berkata bahwa dirinya tidak akan bisa memberikan poin yang satu itu? Terus, yang tadi itu apa? Jangan-jangan ... Arabella mulai menyukainya?

AMORVENCY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang