PARIS tampak berlari-lari dengan tawa riang di wajahnya. Di kedua tangannya sudah tergenggam dua buah botol panjang cairan gelembung yang biasa dimainkan bocah-bocah. Pria itu terus melaju membelah lapangan rumput menuju gazebo tempat Arabella duduk. Rambutnya yang mulai panjang ikut bergerak-gerak naik-turun seiring dengan ritme larinya. Dari sudut pandang Arabella, Paris lebih terlihat seperti anak kecil dengan tubuh yang besar. Imut, tetapi juga gagah dalam waktu yang bersamaan. Lucu juga. Tanpa sadar, wanita itu tertawa lirih.
Paris sampai di dekat Arabella dengan napas yang terengah-engah. Masih dengan senyum merekah di wajahnya, pria itu menyodorkan sebotol mainan gelembung yang tutupnya berbentuk penguin.
"Pororo versi lokal," ucapnya seraya memperlihatkan kedua gigi depannya yang mirip kelinci. "Nuna, kan, suka banget sama Pororo."
Arabella tersenyum. "Kamu ... ajakin aku jauh-jauh ke sini, cuma buat main tiup gelembung?"
Paris memajukan bibirnya beberapa sentimeter, lantas mengangguk. "Kenapa? Mau main yang lain? Ada yang jualan baling-baling lampu juga tadi. Mau? Tapi, sekarang masih sore. Nggak akan kelihatan juga nyala lampunya. Baru kelihatan kalau sudah gelap nanti. Nuna mau nunggu di sini sama aku sampai malam? Biar bisa mainin baling-baling lampunya?"
Arabella tidak bisa menahan tawa gemasnya. Sungguh. Paris benar-benar anak-anak! Hanya sedang meminjam raga orang dewasa saja. Lihat saja celotehnya tadi. Menggemaskan.
Pria itu segera memutar tutup botol dan langsung menarik keluar gagang bolong-bolong dari dalamnya. Ia meniup dengan antusias. Seketika sekumpulan gelembung-gelembung kecil berhamburan ke udara. Ia juga beberapa kali meniupnya ke arah Arabella, membuat wanita itu tergelak karena wajahnya bertabrakan dengan gelembung-gelembung itu.
Tidak ingin kalah, Arabella juga membuka botol miliknya, lantas meniupkannya ke arah Paris. Ia menyebutnya proyek balas dendam. Bahkan, mereka berdua sampai berlarian ke lapangan rumput di sekitar gazebo dengan tawa riang, persis anak SD yang sedang bermain kejar-kejaran.
Setelah cairan dalam botol Arabella tinggal separuh, ia kembali duduk di gazebo. Sepertinya jantungnya sedang bekerja ekstra sekarang. Buktinya, debarannya begitu kencang. Peluh juga membanjiri seluruh wajah hingga ke sekujur tubuhnya. Ia baru ingat, terakhir kali ia berolahraga kira-kira satu setengah tahun lalu, yaitu ketika ada acara gerak jalan di daerah perumahan. Itu pun Arabella hanya ikut separuh jalan. Ketika rombongan tengah mengambil rute di sekitar blok rumahnya, ia langsung melipir masuk rumah. Masa bodo dengan doorprize-doorprize yang sebelumnya sempat ia lihat di atas panggung. Ia bisa beli sendiri, pikirnya sambil langsung merebah di kasur.
Tidak lama kemudian, Paris menyusul. Entah pria itu dapat botol air mineral dari mana. Yang jelas, setelah memutar penutupnya, ia memberikan botol tersebut kepada Arabella.
"Nuna kurang olahraga, ih," komentarnya. "Masa lari gitu aja, ngos-ngosannya kayak habis maraton puluhan ribu meter?"
Arabella yang masih menenggak air minumnya meraih-raih Paris, hendak menaboknya. Namun, pria itu dengan sangat jahilnya, berhasil menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORVENCY (TERBIT)
RomanceNaskah Terbaik 🥇 Genre Romance Event 'Tantangan Menulis Rasi Batch 2' bersama @semestarasi *** Berawal dari ketidaksengajaan Alaric Damian meminum secangkir teh yang sudah tercampur dengan ramuan cinta bernama Amorvency di kedai pinggir jalan, ia...