ENTAH sudah berapa kali Alaric mondar-mandir di dekat jendela besarnya dengan menggigiti kuku-kuku jemari. Ia terus mengarahkan pandangannya ke tempat parkir di bawah sana. Di antara kendaraan yang berjajar, motor matic biru muda Arabella masih terparkir rapi, padahal hari sudah gelap. Bahkan, sudah lewat jam makan malam. Memangnya pergi ke mana kedua orang itu?
Sore tadi, dari tempatnya yang sekarang, Alaric melihat Paris membonceng Arabella pergi. Melihat mereka keluar dari pagar seperti itu menyisakan suatu perasaan yang sangat mengganggu benaknya. Ia bahkan tidak beranjak dari sana semenjak saat itu. Berkali-kali ia memeriksa arloji. Namun, hingga hampir tiga jam lamanya, belum ada tanda-tanda mereka akan kembali.
Tiba-tiba terdengar notifikasi pesan. Alaric segera merogoh lantas mengeluarkan ponsel dari dalam saku celana. Matanya membulat ketika melihat nama kontak yang tertera pada bilah status layarnya.
Arabels - My Angel.
Ternyata, ia lupa belum mengganti nama itu.
Dengan hati yang masih gelisah, ia segera membuka isi chat. Pupilnya langsung membesar dua kali lipat.
'Pak. Saya boleh titip motor saya malam ini? Nanti kalau sudah jam tutup, tolong Bapak suruh seseorang buat masukin motor saya ke garasi toko. Maaf sudah merepotkan. Terima kasih. -Arabella.'
Alaric langsung berkacak pinggang, berusaha meredakan napasnya yang mendadak jadi ngos-ngosan. Beberapa lipatan juga mulai muncul di dahinya, kentara sekali ia sedang berpikir keras sekarang. Tatapannya juga sama sekali belum beralih dari jajaran huruf-huruf yang diketikkan Arabella di layar ponselnya.
Namun, setelah beberapa detik, pria jangkung itu akhirnya tidak tahan lagi. Ia membanting ponselnya ke udara seraya menyemburkan napas lepas.
"Apa ini masuk akal?" Ia mengerang. Bermonolog kepada dirinya sendiri, bermaksud protes, tetapi tidak tahu harus protes kepada siapa. "Seorang karyawan berani memerintah atasan? Hah! Apa ini masuk akal!?"
Dalih. Ia hanya kesal karena dua orang itu tidak kunjung pulang.
Jeda sejenak. Ia kembali menatap luar jendela. Lampu-lampu jalan dan kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana tampak menyilaukan. Pria itu menggigit bibir sembari berusaha mengatur napas.
"Memangnya pergi ke mana mereka sampai malam begini?" desis Alaric frustasi.
Sebenarnya, ia merasa sedikit janggal. Ia sudah sangat yakin efek Amorvency benar-benar sudah selesai kemarin malam. Buktinya, seluruh ingatan tentang Izora juga sudah berada dalam memorinya sekarang. Namun, melihat betapa Paris begitu semringah saat menggandeng Arabella tadi, membuat hatinya benar-benar terusik.
"Mau pulang selarut apa? Atau, jangan-jangan, mau pulang pagi?"
Dan menghabiskan malam bersama?
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORVENCY (TERBIT)
Любовные романыNaskah Terbaik 🥇 Genre Romance Event 'Tantangan Menulis Rasi Batch 2' bersama @semestarasi *** Berawal dari ketidaksengajaan Alaric Damian meminum secangkir teh yang sudah tercampur dengan ramuan cinta bernama Amorvency di kedai pinggir jalan, ia...