Happy reading...
______Seharian itu, Sasya memilih menghindar dan mengasingkan diri karena ia sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Sampai tiba waktunya pulang pun Sasya memilih tetap berada di ruangannya. Hingga dirasa kantor mulai terlihat sepi, ia memutuskan untuk segera pulang.
Gadis itu meraih tas selempangnya dan keluar dari ruangan itu. Berjalan dengan tenang, apalagi suasana yang mulai sepi itu.
“Baru mau pulang, Sya?” Tanya seorang gadis seusia dengan Sasya.
Sasya menoleh, “eh, Laras. Iya nih, baru mau pulang.” Jawabnya tersenyum tipis.
Gadis yang bernama Laras itu tampak menerima telpon dari seseorang, entah siapa. Namun, jika dilihat dari raut wajahnya yang sumringah itu saat mengangkat panggilan telponnya, Sasya bisa menebak yang menghubungi Laras adalah kekasihnya.
“Sya, gue duluan ya. Soalnya udah ditungguin di bawah,” ucap Laras setelah panggilan itu berakhir.
“Ciee, ditungguin sama ayang beb ya?” goda Sasya.
Laras tampak cengengesan, “hehe, ya begitulah.” ucapnya.
“Kalo gitu gue duluan ya, babay Sasya.” Timpalnya seraya melangkah lebih dulu meninggalkan Sasya.
Sasya rasa kini moodnya kembali membaik. Ia sudah tidak kesal lagi, sesekali memang butuh waktu menyendiri.
Gadis itu kini sudah berdiri di depan lift dan akan menekan tombol dan tak sengaja pula bersamaan dengan seseorang, hingga membuat Sasya melirik sosok itu.
Raut wajah Sasya menjadi datar saat tahu siapa orangnya. Seseorang yang saat ini ingin sekali ia hindari, mengapa malah bertemu di depan lift.
Begitupun dengan Marcell, ya sosok itu adalah Marcell.
Lift terbuka, keduanya masuk dan lift itu menutup kembali. Marcell terlihat sekali ingin berbicara dengan Sasya.
Beberapa saat keheningan melanda, hingga pria itu sudah tak tahan lagi, akhirnya ia mengeluarkan suaranya.
“Untuk yang tadi pagi, saya minta maaf.” ucapnya di keheningan itu.
Sasya tak merespon, gadis itu tetap diam dan menatap ke depan.
“Sya, saya benar-benar minta maaf. Maaf ucapan saya menyakiti kamu,” ucapnya lagi.
Benar dugaannya, Sasya sangat marah kepadanya. Buktinya, gadis itu tetap diam tak merespon sedikitpun, menatapnya saja tidak.
Marcell menyesali perkataannya yang sudah membuat gadis itu sakit hati. Sebenarnya, ia juga tak tahu mengapa bisa berkata seperti itu, ia rasa hanya spontan saja karena suatu hal yang membuatnya tak suka yaitu, melihat Sasya selalu bisa membuat pria lain nyaman berada didekatnya, termasuk dirinya.
Marcell akui dirinya memang nyaman berdekatan dengan Sasya. Ekspresi kesalnya terlihat lucu dan itu membuat Marcell senang membuat Sasya kesal.
“Sya-”
Drtt.
Suara panggilan masuk dari ponsel Sasya, gadis itu lebih memilih mengangkat panggilan dari pada menyahuti permintaan maaf Marcell.
“Hallo, Ma.” ucapnya saat mengangkat panggilan.
“Sya, kamu bisa jemput Mama sama Papa di bengkel yang biasa Papa kamu tambal ban, bisa nggak?” ucap Mama Melda di sebrang sana.
“Bisa kok, Ma. Bukannya Mama sama Papa pulangnya besok, ya?” Jawab Sasya.
“Iya, karena urusan disini sudah selesai. Ya, Mama sama Papa pulang lah. Mau ngapain lama-lama di kota orang,” sahut Mama Melda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, my boss!
Short Story"Kenalin, Ma. Ini Sasya, calon istri aku," ucap Marcell dengan santainya mengatakan bahwa Sasya adalah calon istrinya. What? Calon istri?! Oh, no! Sasya kira, pak Marcell hanya akan memperkenalkannya sebagai pacar saja. Namun, tidak di duga, pria it...