Chapter 22. Makan siang

2.4K 131 11
                                    

Happy reading...
______

Saat akan menuju ruangannya, Sasya menghentikan langkahnya karena tak sengaja berpapasan dengan Daffa. Ia pun menyapa pria itu.

“Hai, Daffa!” Sapanya tersenyum manis, yang mana membuat seorang Daffa semakin menyukainya, tanpa Sasya sadari.

“Hai, Sya.” Sahut pria itu tersenyum.

“Lo mau kemana?” Tanya Sasya.

“Keluar bentar, mau ngambil barang yang ketinggalan di mobil.” Jawab Daffa.

“Oh, gitu.”

Pria dengan balutan kemeja putih itu tampak mengangguk, “iya. Gue duluan ya,” ucapnya berlalu pergi.

Sejenak, Sasya menatap punggung Daffa yang perlahan mulai tak terlihat dari pandangannya.

Gadis itu mengedikkan bahunya, acuh. Ia melanjutkan langkahnya menuju ruangan kerjanya.

Disisi lain, Daffa masuk ke dalam mobil miliknya. Ia mengambil sebuah map yang tertinggal di sana.

Setelah menemukannya, pria itu masih tetap berada di dalam mobilnya.

Ia mengangkat telpon dari seseorang.

“Nanti ya, Bu. Kapan-kapan Daffa kenalin,” ucapnya pada seseorang di sebrang sana.

....”

“Bukan gitu, Bu. Masalahnya dia belum tau kalo Daffa suka sama dia.” balasnya pada seseorang yang ia sebut Ibu itu.

“....”

“Iya, iya, Ibu. Nanti rencananya Daffa mau nyatain perasaan Daffa sama dia.”

“Apa langsung lamar aja ya, Bu? Takutnya nanti keduluan sama orang lain.” Ucapnya lagi dengan semangat.

Pria itu tampak senang mendengar perkataan sang ibu di sambungan telpon itu.

“Udah dulu ya, Bu. Daffa mau kerja,” ucapnya sebelum mengakhiri panggilan telponnya.

***

Sasya ingat, siang ini si bos mengajaknya makan siang bersama. Namun, pria menyebalkan itu belum juga menampakan batang hidungnya. Ataupun untuk sekedar menghubunginya.

Perut sudah lapar, namun ia masih harus menunggu. Sebenarnya bisa saja ia ke kantin lebih dalu tapi, bagaimana jika si bos mencari keberadaannya. Jadi, ia memutuskan untuk bersabar dan menunggu sebentar lagi.

Sejak tadi Sasya terus melirik jam tangannya, sesekali menelungkupkan wajahnya dimeja, bosan menunggu.

Sekretaris Dina yang duduk di kursinya itu memperhatikan gerak-gerik Sasya sejak tadi. Sasya kebetulan sedang menumpang duduk di kursi yang sebelahan dengan Sekretaris Dina.

Wanita itu juga belum makan siang, karena menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Sebelum ada tugas baru yang dilimpahkan kepadanya.

Wanita itu menatap Sasya yang tampak lesu tak ada semangat.

“Mau ke kantin bareng gak?” Ajaknya.

Yang ditanya masih menelungkupkan wajahnya diatas meja. Sasya menggeleng pelan, lalu menjawab, “nggak, Mbak Din. Duluan aja.”

“Yakin? Emang lagi nungguin siapa sih?”

Sasya menegakkan tubuhnya kembali, lalu mulai menjawab pertanyaan dari Sekretaris sang bos.

“Pak Marcell,” jawabnya.

Wanita itu tampak terkejut mendengar bahwa Sasya akan makan siang bersama bos nya itu.

Hello, my boss!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang