SEVEN BROTHERS 16

1.3K 90 6
                                    

"Halo?"

"Haekal?"

Haekal mematung saat mendengar suara dari telepon. Dia kembali melihat layar handphonenya, Haekal sama sekali tidak tahu nomor yang meneleponnya ini.

Haekal kembali menempelkan handphonenya ke telinga.

"Siapa?" tanya Haekal.

"Ini Haekal kan? Gue gak salah sambung?"

Haekal mengangguk. Tidak lama dari itu, Reyhan menggeplak kepala Haekal. Reyhan kesal, ngapain Haekal ngangguk ditelepon? Memangnya orang itu bisa tau kalau Haekal ngangguk?

Haekal mengusap kepalanya. "Iya, ini Haekal."

Terdengar helaan nafas dari sana.

"Gue Hanum."

Mata Haekal membulat, membuat ke empat saudaranya memandang Haekal dengan bingung. Nathan mendekatkan telinganya ke handphone Haekal.

"Busettt, lo kemana ajaaaa. Sombong banget gak ngabar-ngabarin gue."

Dari telepon, terdengar Hanum tertawa kecil. Suaranya agak serak, bahkan terdengar sangat lirih.

"Nggak kemana-mana si. Gue lagi pergi buat pengobatan aja. Terus nggak dikasih main handphone sama mamah, makanya gue nggak bisa ngabarin lo sama yang lain. Ini aja gue pake handphone tante Ir--"

Haekal terperanjat, begitu juga dengan Mahen, Reyhan, Jeno dan Nathan. Mereka terkejut ketika mendengar suara batu yang dilempar dengan keras ke arah jendela, sehingga terdengar suara pecahan kaca. Mahen, Jeno, Haekal, Reyhan dan Nathan melihat ke bawah. Mereka melihat sosok serba hitam dengan memakai topeng berdiri didepan rumah mereka. Sosok serba hitam itu mendongak, lalu tersenyum miring dan memberikan jari tengah ke mereka. Setelah itu, berlari kencang keluar rumah.

"Itu apa Kal?"

"Nanti gue telepon lagi."

Haekal mematikan panggilannya secara sepihak. Haekal dengan yang lainnya buru-buru turun ke bawah. Haekal berlari kencang melewati Bunda, Cahyo dan Aji yang baru saja keluar dari kamar. Mahen menyusul Haekal yang sudah pergi lebih dulu.

Haekal meraih pundaknya. "Berhenti!"

Orang itu jelas terkejut, dia mencoba menghindar ketika Haekal hendak menyentuh topeng nya. Tapi, dari arah belakang ada seseorang yang berdiri sambil mengangkat sebuah balok, lalu memukul kepala Haekal sehingga orang tersebut terlepas dari genggaman Haekal.

Kepala Haekal pusing, penglihatan nya buram, namun tidak sampai pingsan. Yang memukul Haekal ternyata seorang perempuan, tapi sayangnya Haekal tidak bisa melihat dengan jelas karena dua orang itu buru-buru masuk ke dalam mobil.

"Haekal!" panggil Mahen.

Haekal tak menyahut. Kepalanya pusing, Mahen menuntun Haekal masuk ke dalam rumah.

🐻

"Aduh, kepala gue nggak bisa diem."

Haekal memukul kepalanya pelan. Pusingnya sudah sedikit mereda, itu hanya akal-akalan Haekal saja. Tahu sendiri, Haekal itu banyak drama anaknya.

"Gak usah lebay lo ah," ketus Jeno.

Mahen kembali bersama Nathan, setelah tadi pergi mengecek ke depan dan membersihkan pecahan kaca jendela. Mahen duduk di sebelah Reyhan, dan meletakkan sebuah kertas ke atas meja.

Lagi dan lagi, sebuah kertas yang tidak tahu dari mana asalnya kembali meneror keluarga mereka.

Bunda membuka kertasnya dan ada tulisan di kertas tersebut. "Ayah kalian sudah mati, itu karena salah satu dari kalian." Kira-kira seperti itu tulisannya. Bunda tampak terkejut.

Seven BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang