SEVEN BROTHERS 18

660 57 16
                                    

"Mahen?" tanya Felix dengan raut wajah bingung.

Haekal mengangguk. "Iya, gue disuru bilang gitu ke lo."

"Eh tapi sebenernya gue males tau," sambung Haekal.

Felix menatap Haekal dengan malas. Apa si nih orang, sok kenal banget.

"Gue nggak nanya," jawab Felix.

"Lo siapa nya si Mahen Mahen itu emang?" tanya Felix.

"Adiknya yang paling tampan," jawab Haekal dengan songong.

Felix tampak terkejut, tapi ia tidak memperlihatkannya di depan Haekal. Jadi Haekal ini adiknya Mahen? Berarti Jeno, Nathan, Aji dan Cahyo juga adiknya Mahen? Kenapa ia baru tau sekarang si, kalau begini faktanya, ada rasa bersalah sama kejadian yang waktu itu dia mukulin Aji.

"Oke." Felix melangkah pergi meninggalkan Haekal seorang diri di depan papan mading.

Haekal berbalik badan, menatap punggung tegap Felix yang mulai menjauh dari hadapannya. Sekarang semakin banyak yang Haekal tidak tahu. Felix, dan Mahen, ada apa?

🐻

Sore ini, sekitar pukul tiga sore, Mahen berada di cafe miliknya. Tangannya sibuk mencatat pengeluaran dan pemasukan di sebuah notebook berukuran A4. Kacamata yang bertengger di hidungnya terlihat sedikit turun, Mahen tampak sangat serius sekarang.

Mahen menghela nafas lelah. "Jomplang banget ternyata pemasukan sama pengeluaran nya. Ini si lebih berat ke pengeluarannya."

Mahen melepas kacamatanya dan diletakkan diatas meja kayu panjang. Ia memijat pangkal hidungnya. Tapi tak lama kemudian, bahunya seperti ditepuk oleh seseorang. Ia menoleh ke belakang dan tersenyum ketika melihat orang yang berada di belakangnya sekarang. Orang itu pun ikut tersenyum dan langsung duduk di depan Mahen tanpa Mahen suruh terlebih dahulu. Mereka ini, terlihat seperti sudah kenal lama.

"Bang." Seseorang itu mengajak tos Mahen dan Mahen meresponnya dengan senang hati.

"Apa kabar lo, udah lupa nih ceritanya sama gue?" tanya Mahen dengan tertawa kecil di akhir.

"Nggak lah, Fel sibuk sekolah sekarang, kan udah mau lulus juga," jawab Felix.

Seseorang itu adalah Felix. Ini yang dimaksud Mahen tempat biasa, yaitu cafenya sendiri. Karena memang mereka berdua sering bertemu disini waktu Felix masih duduk di bangku kelas 1 SMA. Felix pernah bekerja di cafe Mahen, dan Mahen pernah menahan Felix untuk tidak melompat dari atas jembatan karena waktu itu Felix sempat pernah punya masalah sama orangtuanya.

Mahen mengangguk, dia izin ke Felix untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sebentar lagi selesai.

"Biar Fel aja, tinggal dihitung aja kan?" tanya Felix dan dibalas anggukan oleh Mahen.

Felix menarik notebook berwarna coklat dari hadapan Mahen. Felix tampak serius menulis angka di atas kertas. Mahen diam dan memperhatikan Felix. Felix ini sudah seperti adiknya sendiri, ingatan Mahen seolah berputar mengingat awal ia bertemu dengan Felix.

Mahen yang saat itu baru saja pulang nongkrong bersama teman kerjanya, tidak sengaja melihat seorang pemuda di pinggir jembatan seperti hendak terjun ke bawah. Pemuda itu tampak berantakan, dengan baju yang terlihat sangat lusuh.

Mahen menepikan mobilnya di pinggir jalan. Ia buru-buru keluar dan menutup pintu mobilnya cukup keras. Mahen berlari dan langsung menarik pemuda yang seperti betulan akan terjun jika saja Mahen tidak buru-buru menariknya.

Seven BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang