Prolog

266 19 2
                                    

Di kerumunan orang-orang dengan puluhan cahaya di kamera mereka, telah berdiri seorang wanita anggun beserta gaun merah panjangnya. Ia tersenyum lebar, menatap satu per satu kamera itu tanpa merasa terganggu sama sekali. Pancaran wajah cantiknya menghipnotis seluruh orang, seakan semua pandangan harus tertuju padanya.

"Di sini sudah berdiri Jang Wonyoung. Apa kabar Jang Wonyoung? Aku melihat fotomu tersebar di seluruh Korea Selatan, dan hari ini melihatmu berdiri begitu cantik membuatku bahagia." Sang Pembawa Acara membuatnya sedikit tersipu.

"Sangat baik. Aku sangat menantikan untuk menunjukkan kepada seluruh penggemar apa yang telah aku siapkan."

"Benarkah? Wah!! Pasti semua orang sudah tidak sabar bukan? Mungkin sedikit spoiler?"

Ia berpikir sejenak, pasalnya tidak mungkin ia menyanyikan lagu yang akan ditampilkan. Alih-alih menjelaskan konsep pertunjukannya nanti, ia justru mengibaskan rambutnya ke belakang.

"Spoiler untuk nanti adalah, diriku sangat cantik dan menawan." Sorakan meriah menghujani dirinya. Sedetik kemudian Wonyoung merasa malu akan tindakannya sendiri.

"Ha..ha..ha, kreatif sekali. Baik, sekali lagi kita beri tepuk tangan meriah, inilah Jang Wonyoung! Terima kasih Wonyoung!"

Gadis itu membungkukkan badannya beberapa kali, dan berlalu pergi menyusuri karpet merah. Bahkan kepergiannya masih diiringi dengan sorotan kamera yang mengikuti langkah kakinya.

Ia Jang Wonyoung.

Solois wanita ternama Korea Selatan dengan usia termuda, yang berhasil mencuri perhatian jutaan orang di dunia.

Seseorang yang berhasil bangkit dari peristiwa pilu beberapa tahun lalu, yang hampir menjatuhkan dirinya dari puncak mimpinya sendiri.

━─━────༺ LOOVE  ༻────━─━

Pasca menyelesaikan pekerjaannya, Wonyoung terduduk di bangku mobil sembari menatap ke luar jendela. Hari semakin larut, namun sorakan meriah dari para penggemar sejenak membuatnya lupa bahwa ia bekerja di waktu manusia normal sedang tertidur pulas. Tetapi bagaimanapun juga, ia puas dan bahagia bisa tampil di salah satu ajang konser tahunan itu. Atau dalam kata lain, ia tidak ingin membiarkan namanya redup dengan memanfaatkan setiap kesempatan yang datang kepadanya.

Ketika sedang asyik memandangi kendaraan yang sedang melaju, ponselnya berdering. Wonyoung sedikit tersentak, kemudian ia tersenyum.

"Kok lo belum tidur?" tanyanya.

"GUE HABIS NONTON LU BARENG SAMA YENA!! CANTIK BANGET!!"

Wonyoung sedikit menjauhkan ponselnya, "Kirain nonton langsung. Hampir aja gue marah karena ngga ngabarin gue."

"Sama siapa aja Jihan?" lanjutnya.

"Berdua aja sih sama Yena. Yujin ngga ikut, katanya lagi ngejar deadline."

Wonyoung berdecak, "Setiap hari kerjaannya kan cuma nugas." Ucapan itu dibalas dengan tawa kecil dari Jihan, seseorang yang menghubungi Wonyoung.

"Besok agendanya apa? Lesu banget lu sumpah."

"Ha..ha..ha, ngga ada. Cuma free sehari."

"Sehari doang? Dih, pingsan sih kalo jadi lo."

"Ya mau gimana lagi?" katanya.

Kemudian Wonyoung menegakkan badannya, seakan baru terpikirkan sesuatu. "Kalian, besok kelas ngga?"

Jihan tidak langsung menjawab, ia terdengar sedang berbicara dengan Yena yang ada di dekatnya.

"Besok gue ngga ada jadwal, Yena ada kelas sampe jam 10. Yujin ngga tau. Kenapa?"

Wonyoung tersenyum, "Ayo ketemu! Nanti gue tanya sendiri ke Yujin sama gue kabarin tempatnya ke kalian. Mau ngga?" Lalu ia tertawa, setelah mendengar respons yang sama semangatnya dengan dirinya.

"Ya udah, makasih ya. Kalo gitu jam 1 siang aja. Oke?"

"Iya, good night!"

Selepas berbincang dengan kedua temannya, Wonyoung kembali mengetikkan sebuah nama di benda pipih itu. Gerakannya mendadak terhenti, sorot matanya mengisyaratkan sedang mengenang momentum beberapa tahun silam.

Ia menggeleng, seperti mencoba melupakan sesuatu. Hampir saja ia memutuskan untuk menghubungi seseorang yang akhir-akhir ini sudah jarang ia temui.

Ponsel itu dimatikan. Wonyoung kembali menyandarkan tubuhnya, sembari memikirkan rincian agenda yang akan ia lakukan esok hari bersama ketiga temannya.


Di sisi lain, pikirannya berkutat dengan bayangan-bayangan akan apa yang sedang dilakukan pemuda itu. Seseorang yang selalu menemaninya dahulu. Jarinya pun mengetuk-ngetuk layar ponselnya sambil mengiringi dirinya berpikir.

"Pak, ke asrama aja ya. Jangan ke rumah."

"Siap," ucap supir pribadinya.

Wonyoung memejamkan matanya. Ia terus mempertimbangkan perasaan yang tidak mampu untuk bertemu dengan pemuda itu.

---

"Gue sayang sama lo To.."

"Sayang?"

"Bukan sebagai sahabat To, tapi sebagai seseorang yang mencintai.."

---

Seandainya waktu bisa kembali terulang, ia akan menghentikan dirinya untuk tidak mengatakan itu. Mungkin ia hanya akan diam dengan tangisan, dan memendam perasaannya seakan hanya ia dan Tuhan yang boleh mengetahui.

Kedua alisnya berkerut, waktu luang yang ingin ia gunakan untuk terlelap justru terampas untuk mengingat masa-masa yang ingin ia redam.

Bagaimana jika esok ia dihujani berbagai pertanyaan seputar Haruto?

Apa yang bisa ia jawab?

Sebenarnya apa yang terjadi antara dirinya dengan Haruto saat ini?

Setidaknya itulah hal-hal yang menghantui Wonyoung sekarang. Pikiran-pikiran itu terus terputar di otaknya. Akan terdengar menyedihkan baginya jika menceritakan kejadian di malam itu.

Tapi di samping perasaan rumitnya. Ia juga terus bertanya perihal apa yang dipikirkan Haruto tentangnya.

Ia ingin tau jawabannya.































©Loove II | Seon_Kim

LOOVE II : Promise Me | Wonruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang