26 | The Promise

51 7 4
                                    

Bingkai foto seorang pria dengan senyuman khasnya, menjadi tempat favorit kedua orang yang menghuni rumah itu. Sedari tadi Haruto hanya berdiri di sana, menatap pantulan dirinya dari kaca yang melindungi foto di dalam.

Ia memandangi medali yang baru saja ia menangkan kemarin. Perlahan tangannya terulur untuk mengalungkan medali emasnya di bingkai foto ayahnya sendiri.

---

"Selesai latihan kok malem banget?" tanya Hanbin.

"Aku latihan keras, biar menang," jawabnya, sembari mereka berjalan menuju kamar Haruto.

Hanbin tertawa kecil dan menepuk puncak kepala putranya, "Kalo menang medalinya buat Papa ya. Kamu sertifikatnya aja."

"Dih? Enak aja, medali, sertifikat, sama uangnya buat aku."

---

Tarikan nafas panjang terdengar darinya. Haruto lelah menangis sepanjang waktu. Akhir-akhir ini yang dia tunjukkan adalah titik kelemahannya yang paling dalam.

Lalu suara gesekan roda berbunyi cukup jelas. Mengalihkan lamunan Haruto. Sontak ia segera bergerak membantu ibunya untuk menuju ke tempatnya tadi berada.

"Kenapa masih bangun?" Ibunya bertanya dengan suara lemah. Matanya sembab dan merah. Haruto tau bahwa ibunya sulit tidur. Kesehatan Jennie juga menurun, nafsu makannya terus berkurang.

Haruto menggelengkan kepala. "Ngga papa, aku lupa mau taruh medalinya di sini."

Jennie mengelus lembut rambut putranya yang duduk berlutut di depannya. "Kangen papa ya?"

Haruto mencium telapak tangan itu, "Papa pernah minta medali aku, Ma."

"Jadi aku mau kasih medalinya untuk papa."

Jennie menatap potret suaminya. Mantan sahabat yang kini pergi terlebih dahulu. Seakan melanggar janji mereka untuk menua bersama. Sekarang putra semata wayangnya sudah dewasa, tetapi Hanbin tak akan melihatnya terus tumbuh.

"Berapa hari papa ngga ada di rumah, To?" tanya Jennie lirih.

"Sepi ya?" lanjutnya lagi.

Haruto menunduk, ia menghela nafasnya. "Mama mau kuantar ke kamar?"

Jennie menggeleng kecil. "Mama temenin kamu di sini, sama papa."

Haruto memahami bahwa ibunya belum bisa mengikhlaskan kepergian pemimpin keluarga mereka. Seringkali ibunya masih membawa nama ayahnya dalam keseharian mereka.

Terhitung belum genap dua minggu ayahnya pergi. Sedetik pun mereka belum bisa melupakan memori indah saat berkumpul bersama sosoknya.

Jennie melihat Haruto dengan tatapan sendu. Jari jemarinya terus mengelus kepalanya. Buah hatinya pasti begitu rapuh, namun mencoba kuat di depannya.

"Haruto, kamu merasa keberatan?" Pertanyaan itu membuat Haruto terdiam sejenak.

"Ngga, aku ngga keberatan," jawab putranya.

"Pelan-pelan, aku bisa jalanin ini semua. Berdua sama mama.." Wanita paruh baya itu tersenyum. Air mata yang semula terus mengalir, kini telah kering.

"Jadi ketemu Wonyoung?"

Haruto melihat kedua bola mata ibunya. Entah kenapa ia merasa ragu, bercampur aduk dengan perasaan lain dalam benaknya.

━─━────༺ LOOVE ༻────━─━

Sudah beberapa menit Haruto memarkirkan mobilnya di tempat parkir bawah tanah. Ia melirik jam tangannya, sudah berada tepat di waktu yang mereka janjikan.

LOOVE II : Promise Me | Wonruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang