9 | Different As Before

45 7 0
                                    

Redupnya sinar matahari menyelimuti sebuah gedung tempat tinggal para atlet di sana. Biasanya, sebelum jam 9 malam mereka akan disibukkan oleh kegiatan pribadi bersama teman-temannya. Beberapa memilih berkelana untuk terbebas dari "penjara asrama". Namun tetap saja, pukul 11 malam akan ada pengecekan kedisiplinan. Biasanya, salah satu mahasiswa yang terkena poin akan menggaet kesialan bagi teman sekamarnya. Jika sudah begitu, bisa jadi nama mereka sudah ada di "daftar nama khusus" para pelatihnya.

Di kamar nomor 8, kamar yang terbilang "spesial" oleh petugas kedisiplinan, ketiga pemuda terlihat tenang di kasurnya masing-masing. Mungkin karena mereka lelah menjadi bahan omelan kakak tingkatnya? Entahlah.

Haruto melipat pakaian yang baru saja kering. Di sisi lain, Yubin sibuk dengan laptopnya dan Jeongwoo...

Tidak ada yang bisa diharapkan selain melihat ia membuka kumpulan album temannya sendiri.

"Woo, di grup lo, Eunjae ngga ngomong apapun?" Jeongwoo sedikit terkejut lalu menggeleng.

"Ngga ada."

"Soal yang kemarin itu? Belum ada konfirmasi lagi ya?" Haruto masih tidak puas dengan jawaban pertanyaannya.

Hal itu membuat Jeongwoo ikut penasaran. "Emangnya kenapa?" Haruto justru hanya menghela nafas dan memilih tidak menjawab.

Jeongwoo dan Yubin saling melempar pandangan karena perubahan sikapnya. "Ada masalah To? Kenapa?" tanya Yubin.

Haruto tersenyum miring, "Alay ah, lanjutin game lu tuh, mau kalah." Yubin sontak berfokus pada laptopnya lagi.

"Gua keluar dulu ya, jam 10 balik."

"To, jam 11 belum balik, lu pindah kamar sumpah!" Jeongwoo segera memperingatinya, tetapi pemuda itu hanya mengacungkan ibu jari saja.

****

Haruto berlalu ke tribun lapangan yang menjadi tempatnya istirahat sehari-hari. Di sana sudah ada seorang pemuda berjaket biru tua, jaket identitas program studi mereka.

"Lu nunggu lama di sini Bang?" Haruto pun menghampirinya.

Pria itu menggeleng, "Ngga berasa juga gua sambil bengong di sini."

"Stres skripsi lu yak?" Haruto terkekeh geli.

"Anjing ya, tinggal beberapa bulan lagi gua di sini."

"Makasih ya Bang Jihoon, kalo lu ga gap year, kita udah ga komunikasi sekarang."

Jihoon memukul pundaknya, "Geli banget. Lu tiap hari ke klub juga gua masih nongkrong di sana."

"Lu setia bener padahal demis udah lama." Haruto keheranan.

"Setia To, dari kecil gua di situ. Temen-temen gua juga banyak di situ." Haruto menatapnya sejenak dan mengangguk kecil.

"Bang," panggilnya.

"Kalo gue kepilih gimana?" Jihoon mengerutkan keningnya.

"Kompetisi yang itu? Memangnya kenapa?" Pelatihnya itu sedikit kebingungan.

Haruto menggeleng. "Ngga papa, cuma penasaran aja. Nanti akan ada apa."

Jihoon mulai memahami maksudnya, ia mendadak teringat momen buruk yang menimpa mereka semua. Sungguh sebuah pengalaman yang menjadi pelajaran terbesar baginya. "Lo takut apa lagi sih?"

"Ngga takut, sama sekali ngga takut. Gua terkadang merasa untuk sekarang gue ga bisa ambil kesempatan itu."

"Cerita sini sama gue." Jihoon merasa ada yang tidak beres.

Haruto menatap rerumputan yang menghiasi luasnya lapangan itu. "Ngga ada yang bisa diceritain."

Lalu ia menepuk pundak Jihoon, "Gue ga ada masalah sama sekali kok. Mungkin rasa khawatir yang ngga berdasar aja tiba-tiba agak mengganggu gue."

LOOVE II : Promise Me | Wonruto ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang