Chapter 22

1.9K 129 215
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Satu bulan setelah kepergian Arka…

Fanya dan anak-anaknya memutuskan pindah ke USA, Negara dimana Gavin melanjutkan pendidikan, setelah pihak kepolisian memutuskan untuk menghentikan penyelidikan tentang kematian Arka yang hingga saat ini belum diketahui siapa pelakunya. Bahkan satu nama yang Gaby katakan ke polisi, Javas, sedikitpun tak membantu penyelidikan.

Keputusan untuk pindah ke USA telah disepakati bersama oleh semua keluarga, meski awalnya Gaby sempat menolak karena tak ingin meninggalkan rumah yang penuh kenangan bersama Arka.

Kepindahan mereka ke USA bukan tanpa alasan, Gavin dan Arzel yang menyarankan semua ini demi keamanan Fanya dan Gaby agar hal yang sama tak terjadi lagi. Selain itu mereka ingin Gaby kembali ceria seperti dulu, karena hingga saat ini dia masih larut dalam kesedihan dan trauma akan apa yang telah diperbuat Javas.

Meninggalkan semua kenangan pahit, pindah ke Negara baru, menemukan suasana baru dan lingkungan baru. Bagaikan mengulang hidup untuk menjadi lebih baik.

Di bandara Fanya, Gavin, Arzel dan Gaby berpamitan pada keluarga dan teman-teman.

“Ra, Kakak titip Mami sama Papi, ya? Jagain mereka kayak kamu jagain Mama sama Papa, karena sekarang mereka nggak punya siapa-siapa lagi setelah kami pergi,” gumam Fanya lirih menatap lekat mata Rara.

Sungguh ia tak tega jika harus meninggalkan mertuanya yang selama ini sudah ia anggap seperti orang tua sendiri. Kini sepasang suami istri itu tak memiliki siapapun kecuali mereka.

Fanya sempat mengajak mertuanya ikut bersama, namun mereka tak bisa karena harus mengurus perusahaan yang nantinya akan diteruskan pada Gavin, Arzel dan Gaby yang selama ini sudah diperjuangkan oleh Arka.

“Iya, Kak. Kakak tenang aja, Rara juga udah anggap Mami sama Papi kayak orang tua Rara sendiri,” jawab Rara tersenyum. Memeluk Fanya dengan sayang

Disis lain terlihat Athlas sedang menangis tersedu-sedu memeluk Arzel. Ia tak sanggup jika harus berpisah dengan Gaby sang pujaan hati.

“Bang, gua ikut, bang. Gua nggak sanggup berjauhan sama Gaby,” rengek Athlas membuat Arzel, Alan dan Aji memutar bola mata malas.

“Lebay lo!” timpal Arzel menepuk pundak laki-laki itu.

“Jangan mau Bang ngikutin dia, ngerepotin nanti!” imbuh Alan mendapat lirikan tajam dari Athlas.

Sedang Aji, laki-laki itu mencoba menghampiri Gaby. “By,” panggilnya ragu.

Gadis itu menoleh. Tanpa berbicara sorot matanya seolah bertanya. Kenapa?

GABY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang