Hidup di masa lalu, dalam masyarakat di mana aku tidak dibesarkan, selalu membuat ku stres. Namun, aku tidak punya pilihan selain mencoba beradaptasi dengan tempat ini, mengenal orang-orang dan budaya pada periode ini, hingga suatu hari ketika aku akhirnya dapat menemukan jalan kembali ke dunia ku. Setelah tinggal di sini selama kurang lebih tiga minggu, aku melihat banyak perbedaan antara era hampir empat ratus tahun yang lalu dan zaman modern, baik kelebihan maupun kekurangannya.
Mari kita bicara tentang kelebihannya terlebih dahulu. Lingkungan dan sumber daya alam di sini sangat melimpah. Hasil panen dan ikan berlimpah, aku tidak pernah kelaparan. Kemanapun memandang, aku dikelilingi oleh sungai, sawah, rumah bergaya Thailand, dan kuil. Tidak ada gedung tinggi atau pabrik industri – faktor yang mencemari udara pada zaman ku. Aku dapat bernafas dengan baik dan tanpa rasa takut, dan yakin bahwa aku tidak akan menghirup partikel halus yang berbahaya. Udara selalu bersih dan segar. Bahkan tanpa kipas angin, aku tidak mengeluarkan keringat setetes pun. Bahkan saat ini, di tengah musim panas, cuaca masih lebih sejuk dibandingkan musim dingin di Bangkok.
Apalagi gaya hidup masyarakat ini sederhana dan tidak semrawut. Waktu sepertinya berjalan lambat. Terlepas dari kenyataan bahwa aku menghabiskan setiap hari dengan penuh harap untuk pulang, menjalani kehidupan yang sederhana telah sangat meringankan pikiran ku yang lelah dari hiruk pikuk kehidupan kota di zaman modern.
Tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya, beberapa di antaranya membuat kewalahan bagi ku, seseorang yang terbiasa hidup dengan kemudahan teknologi modern. Kerugian nomor satu adalah tidak ada internet, telepon, Netflix, atau permainan untuk dimainkan. Transportasi tidak nyaman. Jika kau tidak bepergian dengan perahu, kau harus berjalan kaki, atau menunggang kuda, atau menunggangi gajah (ya, mereka memang menunggangi gajah saat bepergian ke tempat yang jauh, atau melewati medan yang berat), atau naik kereta jika kau akan menempuh jarak yang lebih jauh.
Komunikasi juga sulit. Di zaman ku, jika kau ingin berhubungan dengan seseorang, kau dapat menelepon atau mengirim Line, meskipun orang tersebut tinggal di belahan dunia yang berbeda. Namun di masa lalu, hanya ada pilihan untuk mengirim surat, atau jika ada berita penting, mereka akan mengirimkan pelayan untuk menyampaikan pesan secara langsung, yang prosesnya masih sangat lambat.
Kenapa sistem sosial memandang masyarakat sebagai sesuatu yang sangat tidak setara? Ini adalah sesuatu yang selalu menggangguku ketika aku mendengarkan guru ku mengajar di kelas mereka. Saat mempelajari materi di buku pelajaranku, aku tidak terlalu memikirkannya, namun melihatnya dengan mataku sendiri, aku hanya bisa mengatakan bahwa aku merasa sangat beruntung telah dilahirkan di masa setelah perbudakan dihapuskan. Kalau tidak, aku bisa saja menjadi pembantu di rumah orang lain.
"Klao..."
Dan tidak banyak yang bisa dilakukan di sini. Aku hanya bergantian antara makan dan tidur setiap hari. Hanya dalam waktu tiga minggu, pipiku sudah mulai bertambah tembem. Akankah aku segera mulai berguling alih-alih berjalan...?
"Klao."
Selain itu, tidak ada Shabu Shabu atau babi panggang di sini. Kapan aku bisa kembali ke rumah? Aku sangat ingin makan daging babi panggang.
"Klao....!"
"..."
"Hai!" Suara berat yang terdengar di telingaku menarikku keluar dari pikiranku. Karena terkejut, aku segera berbalik untuk melihat. Jantungku mulai berdebar kencang saat menyadari wajah tajam pemilik suara itu hanya tinggal selangkah lagi.
"Ada apa? Aku memanggilmu berkali-kali," P'Phop menyipitkan matanya dan mengamatiku, yang masih duduk tercengang dengan tatapan berpikir.
"Maafkan aku... Aku baru saja memikirkan beberapa hal.... Yah... Eh, kenapa P'Phop memanggilku?" Aku tergagap dan mencondongkan tubuh, mengalihkan pandanganku darinya. Aku benar-benar tidak mendengar dia memanggilku tadi. Aku terlalu sibuk memikirkan betapa aku merindukan Shabu Shabu dan daging babi panggang.