Chapter 19 - Danger

196 12 0
                                    


Seminggu kemudian, aku merasa aku akan menjadi benar-benar neurotik.

[Winter : Neurotik adalah suatu kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik. Kecemasan yang timbul dirasakan secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme pembelaan psikologik dan muncullah gejala-gejala subyektif lain mengganggu (Maramis W.F 2004)]

"Klao, kenapa kau pucat sekali hari ini? Apa kau sakit?" Khun Ying Prayong berkata kepadaku saat sarapan suatu pagi. Than Phraya tidak hadir, karena mempunyai urusan mendesak yang harus diselesaikan pagi-pagi sekali. Patroli akhir-akhir ini cukup ricuh akibat perampokan kantor dan kasus penyelundupan opium.

Aku mengangkat pandanganku, melakukan kontak mata dengannya, dan dengan lembut menggelengkan kepalaku. "Tidak, aku hanya kurang tidur tadi malam," jawabku sopan.

"Aku khawatir kau akan sakit lagi," kata Khun Ying Prayong lega. Mata wanita berusia empat puluh tahun itu menunjukkan kekhawatiran saat dia menatapku. "Kalau begitu, jika kau kenyang, kau boleh pergi dan istirahat."

"Terima kasih." Aku memberinya senyuman lemah sebelum mencuci tanganku. Aku bisa merasakan tatapan orang yang duduk di sebelahku. Aku menoleh untuk menatap mata lelakiku, yang mengenakan seragamnya, bersiap berangkat kerja.

"Kau kurang tidur akhir-akhir ini. Apa kau stres karena sesuatu?" Dia bertanya.

"Tidak apa-apa. Aku hanya sulit tidur larut malam. Tapi aku masih baik-baik saja," aku meyakinkannya, meski jauh di lubuk hatiku, aku sangat stres hingga tidak bisa berpikir jernih.

Sebenarnya, bukan karena aku tidak bisa tidur, melainkan karena aku selalu stres. Selama seminggu terakhir, setiap memejamkan mata, aku memimpikan kejadian Klao ditangkap di dalam gubuk. Mimpi-mimpi ini terjadi malam demi malam hingga aku kelelahan mental. Setiap mimpi buruk berakhir dengan aku yang terbangun karena terkejut melihat pedang tajam itu. Setiap saat, rasanya seperti film yang berakhir terlalu tiba-tiba. Aku mencoba melihat wajah orang yang memegang pedang, tapi tetap tidak bisa melihatnya.

Tapi satu hal yang pasti, aku sangat beruntung karena P'Jom mendiagnosis ku kehilangan ingatan karena alkoholisme. Seluruh kota tahu bahwa aku kehilangan ingatan. Ini mungkin satu-satunya alasan aku bertahan sampai sekarang, tanpa mereka membungkamku dengan membunuhku.

"Aku akan bekerja," kata kekasihku dengan lembut. Tangan kasarnya menggenggam tanganku, menarikku dari pikiranku. Aku menoleh ke arahnya dan mendapati matanya yang gelap dipenuhi kekhawatiran.

"Berangkatlah dengan selamat," aku mendoakannya dengan senyum lebar, membuatnya merasa nyaman.

"Aku mungkin pulang terlambat hari ini. Aku harus menyelidiki beberapa hal. Dan Ai'Jom mengajakku minum bersamanya kemarin. Oh iya, aku lupa memberitahumu kalau Ai'Jom dan nong Kaew sekarang sedang menjalin hubungan."

"Benarkah?" Mataku melebar, sejenak melupakan kegelisahanku.

"Iya, makanya dia mengajakku minum dan merayakannya di rumahnya."

"Kalau begitu, tolong sampaikan ucapan selamatku padanya," kataku sambil tersenyum. Aku sudah curiga kalau P'Jom punya perasaan pada Kaew. Melihat mereka membereskan semuanya membuatku benar-benar bahagia untuk mereka. Aku berharap mereka tidak menghadapi perlawanan atau permusuhan dari keluarga mereka seperti yang aku dan P'Phop alami.

"Ya. Dan hari ini aku akan mengundang Ai'Jom untuk menjadi Tong Mun (pendamping pria) ku di upacara pernikahan kita." Sudut bibirnya melengkung membentuk senyuman lembut. Dia mengangkat tanganku dan menciumnya di tengah-tengah para pelayan dan orang lain di sekitar kami. Beberapa dari mereka tersipu. Bagi ku, seluruh wajah dan telinga aku menjadi panas, dan aku merasa sangat malu.

Winter Part 2 - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang