"Reinkarnasi?"
"Ya." Aku menatap tajam ke arah P'Phop, yang wajahnya sedikit tenang, matanya yang gelap bertemu dengan mataku. Pada saat itu, tatapannya tampak dalam dan misterius, seolah-olah mengandung pikiran yang tidak diketahui.
"Dalam prinsip agama Buddha, siklus kematian dan kelahiran kembali adalah alami dan ditentukan oleh karma dan jasa."
"..."
"Jika kau bertanya padaku, aku percaya itu," kata P'Phop.
Senyum halus melengkung di bibirnya. Kakinya yang panjang, mengenakan celana jeans gelap, perlahan bergerak ke arahku, membuat jantungku berdebar kencang.
"Apalagi mengenai apa yang dikatakan orang-orang tentang berbagi pahala dan sedekah dalam satu kehidupan, agar kita dapat bertemu lagi di akhirat."
"..."
"Apa menurutmu itu benar?"
Air mata langsung memenuhi mataku ketika mendengar kalimat itu. Suatu kali, dia menanyakan pertanyaan yang sama kepadaku ketika kami bersama-sama membangun pagoda pasir pada masa Songkran. Dia bilang alangkah baiknya jika kita bisa bertemu lagi, dan sekarang dia menanyakan pertanyaan yang sama padaku.
"Kau mungkin berpikir itu tidak benar, tapi saat ini, aku rasa kita berdua sudah tahu jawabannya," katanya.
"P'Phop," pandanganku langsung kabur saat air mata mengalir. Aku mengatupkan bibirku, berusaha menahan isak tangis. Namun ketika aku melihat senyuman lebar P'Phop yang dengan jelas menyampaikan maksudnya tanpa perlu berkata-kata lagi, air mataku pun pecah bagai bendungan yang jebol.
Aku akhirnya mengerti apa yang dia katakan, apa maksud dari tindakan misteriusnya selama seminggu kami saling mengenal.
Aku tidak salah, dia mengingat tentang kita. "P'Phop... kau ingat? Kau benar-benar ingat tentang kita?"
"Tentu saja." Orang di depanku berkata dengan lembut, mengambil satu langkah lebih dekat dan dengan lembut menghapus air mataku. "Bagaimana aku bisa lupa? Kita sudah berjanji satu sama lain, dimanapun kau berada, aku akan menemukanmu."
"Kau... kau..." Air mata mengalir di pipiku tak terkendali. P'Phop tersenyum lebar; matanya juga berkaca-kaca di balik kacamatanya. Aku menangis dan membiarkan dia memegang erat tubuhku yang gemetaran dalam pelukannya.
"Klao..."
"..."
"Aku senang kita bertemu lagi."
Suaranya yang dalam bergetar saat dia berbisik di telingaku. Satu tangannya dengan lembut membelai kepalaku sementara lengannya yang kuat memelukku erat-erat, seolah mengatakan dia tidak akan melepaskanku lagi. Aku membenamkan wajahku ke dadanya yang bidang, lega dan memeluknya erat-erat.
Kehangatan pelukan P'Phop tetap menenangkan seperti yang kuingat. Dari saat aku melihatnya, aku yakin dia adalah P'Phop-ku, dan sekarang hal itu benar-benar terbukti.
Jam di dinding terus berdetak secara konsisten, menandai berlalunya waktu tanpa henti. Di tengah isak tangisku dan bisikan P'Phop yang menghibur, aku tidak tahu sudah berapa lama kami berpelukan seperti itu. Satu-satunya hal yang kuketahui adalah hatiku yang tadinya kosong kini terisi kembali oleh pelukan pria yang pernah kucintai.
Tadinya kupikir akan sangat menyenangkan jika kita bisa bertemu lagi di kehidupan lain, dan sekarang aku punya jawabannya. Ya, ini sungguh menakjubkan.
Saat isak tangisku berangsur-angsur hilang, P'Phop duduk, merentangkan kakinya dan menopang tubuhku. Aku telah berhasil mengendalikan emosiku dan berhenti menangis. Tangan besar P'Phop dengan lembut menyibakkan rambutku dari mataku. Lengannya yang ramping memegang pinggangku erat-erat, dengan gerakan lembut yang akrab dengan P'Phop.