Galang menatap ponselnya. Setidaknya ia merasa lega. Mommy telah sampai tujuan dengan selamat. Baru saja sang Mommy menghubunginya lewat Video Call. Dengan begitu Galang bisa melanjutkan tidurnya dengan nyenyak.
Namun, baru saja Galang akan menutup matanya, tiba - tiba rasa sakit di kepalanya muncul. Rasanya sangat sakit. Sampai ia sendiri tak bisa menahannya. Sebenarnya ia sudah merasakan ini sejak lama. Lebih tepatnya sejak ia menyelamatkan Nabila waktu itu. Hanya saja ia memilih diam tak ingin semua orang khawatir. Sebenarnya ia sering mengeluhkan ini pada sang Mommy. Mommy yang khawatir selalu mengajaknya ke Rumah Sakit guna untuk mengecek. Tapi Galang selalu menolak dengan dalih ia tak khawatir. Walaupun sebenarnya ia khawatir.
Galang berpikir. Kalau ini hanya gegar otak ringan, seharusnya rasa sakit itu sudah hilang. Mengingat ini sudah agak jauh dari kejadian itu. Tapi kenapa rasanya masih sama? Sama seperti rasa sakitnya saat ia baru dinyatakan sembuh. Setelah bergelung dengan pikirannya sambil menahan sakit, Galang memutuskan untuk cek dokter besok pulang Sekolah.
Tapi masalahnya, bagaimana caranya ia menghilangkan rasa sakitnya sekarang? Galang sudah benar - benar menangis karna rasa sakit yang amat menyiksa. Nafasnya memburu, keringatnya mengalir padahal suhu ruangan dingin, tatapannya pada langit langit kamar seakan kabur. Setelahnya, mata indah itu tertutup sempurna. Nafasnya menjadi tenang. Galang bukan tertidur, melainkan pingsan tak sadarkan diri karna tak kuat menahan sakit.
***
Ciko dan Ridwan menatap bingung pada Galang yang sejak tadi terdiam sambil menelungkupkan wajahnya diatas meja. Saat mereka mengajaknya bercanda, hanya gumaman saja yang dibalas anak itu. Nabila yang memperhatikan itu sedikit maklum. Mungkin Galang masih sedih ditinggal Mommynya. Krishna yang melihat Galang biasa gak bisa diem seolah gak kehabisan baterai dibuat bingung dengan sikapnya. Krishna menatap Nabila seolah meminta jawaban dari atas rasa penasarannya.
"Sebentar, ya!" Izin Nabila pada Krishna.
Ya, mereka memang sedang duduk berduaan dengan Krishna yang menarik kursi miliknya agar bisa berdekatan dengan Nabila. Setelah Krishna mengangguk mengizinkan, Nabila beranjak pada Galang dan duduk di kursi depan Galang yang kebetulan sedang kosong.
"Lang. Lo kenapa?"
Galang menatap Nabila lalu kemudian menggeleng. Ia benar benar tak bersemangat sekarang.
"Lang gue tau lo masih sedih. Tapi, ayolah. Gue gak biasa ngeliat lo kayak gini. Mana Galang yang gue kenal? Atau jangan jangan lo bukan Galang?"
Galang tersenyum tipis mendengar penuturan Nabila. Ia menghargai usaha Nabila untuk membuatnya ceria kembali. Tapi masalahnya, bukan hanya kesedihan yang membuatnya terdiam seperti ini. Ia sedang menahan sakitnya dikepala saat ini walaupun tak sesakit tadi malam. Mungkin Galang sedikit bersyukur karna rasa sakitnya tak perlu membuatnya mengerang. Tapi tetap saja sakit. Makanya Galang memilih diam.
"Lang. Lo sakit?" Nabila tertegun ketika melihat wajah Galang yang pucat.
Galang menggeleng lemah. "Nggak. Mungkin gue cuma kebanyakan nangis kemarin."
Galang kembali menelungkupkan wajahnya diatas meja. Nabila hanya bisa mengelus lembut kepalanya. Sejujurnya Galang mulai tak kuat menahan sakit. Makanya dengan menelungkupkan kepala diatas meja, sedikit menetralisir rasa sakit. Apalagi usapan lembut Nabila membuat rasanya lebih baik.
"Lo boleh sedih. Tapi jangan lama - lama ya!"
Galang hanya mengangguk didalam lungkupan kepalanya.
***
Galang melompat menghambur ke ranjang tidur dengan seragam yang masih menempel di tubuhnya. Dengan tiduran terlentang, Galang memandangi langit - langit kamarnya dengan tatapan kosong. Ia sudah kedokter tadi. Diraihlah sebuah kertas dari saku bajunya dan ia tatap isi surat kertas itu.
"Arrrrggghhh."
Galang berteriak guna menyalurkan kekesalannya. Kemudian ia menangis.
Flashback On...
Galang datang ke Rumah Sakit guna mengecek kondisinya. Setelah melalui prosedur pengecekan, kini sang dokter menjelaskan apa yang dialami oleh dirinya.
"Silahkan dibuka. Ini akan menjelaskan semuanya."
Dokter itu memberikan amplop yang berlabelkan logo Rumah Sakit itu sendiri dan tentunya didalam amplop itu terdapat surat keterangan.
Galang gugup. Dibukalah amplop itu perlahan. Ia membacanya dengan pelan. Hingga kalimat seperti 'KANKER OTAK STADIUM PERTAMA' membuatnya seolah kehilangan akal. Ia menggeleng keras menolak semua yang terjadi.
"Benturan yang kamu alami menyebabkan sel tumor itu tumbuh. Ternyata sel tumor itu bersifat kanker. Artinya tumor itu ganas. Mumpung masih stadium awal, pengobatan masih bisa dilakukan. Seperti kemoterapi."
Galang menggeleng. Ia tak mau kemo. Ia tau efek samping dari kemo. Lagi pula, kemo tak menyembuhkan. Hanya menunda kematian. Kalau akhirnya sama - sama mati, kenapa harus repot - repot kemo? Bahkan jika tak ada kanker diotaknya pun, ia tetap akan mati karna kanker yang ada diperutnya.
Flashback Off...
Galang menangis sejadinya didalam kamar. Sekarang tidak ada Mommy. Ia mau mangadu pada siapa? Keluarga Kenan? Mereka yang mau merawat dirinya saja Galang sudah sangat bersyukur. Mana tega ia merepotkan keluarga yang sudah sangat baik kepadanya itu.
"Mommy. Kenapa setelah Mommy pergi, Galang mendapatkan kenyataan pahit itu, Mommy? Kalau Galang ninggalin Mommy gimana?" Ia bertanya entah pada siapa? Tentu saja tak ada yang menjawab karna ia sendirian.
Galang sendiripun tak berniat memberitahu fakta ini kepada Mommynya. Bisa bisa Mommynya itu kepikiran diluar Negri sana. Tentu ia tak mau membuat Mommy kesayangannya itu khawatir. Sekarang ia benar - benar tak punya tempat untuk mengadu kecuali kepada Allah. Tuhan semesta alam yang menciptakan penyakit ditubuhnya. Galang hanya bisa tunduk dan takut terhadapnya. Takut jika sewaktu saat kematian menghampirinya. Dan tuhannya lah tempat ia berlindung. Tuhannya yang mengetahui semua kesakitannya. Biarlah ini menjadi rahasia diantara dirinya dan tuhannya.
***
Next...
KAMU SEDANG MEMBACA
GALANG
Teen FictionGalang si cowok ganteng, namun kehidupannya yang tak seindah rupanya. Percintaannya kerap kali tak berjalan mulus, begitupun hidupnya. Menyembunyikan semua kesakitannya. Nabila yang selalu menolak cintanya, dan Mikayla yang selalu mengusik hidupnya...