Kita adalah Sahabat

11 4 5
                                    

"Kenapa lo manggil gue?" Tanya Kenan terhadap dua sahabat Galang ini. Yang tentunya kini menjadi sahabat Kenan juga.

Saat ini, mereka sedang ada di belakang Sekolah. Seperti biasa, Ciko dan Ridwan selalu meminta izin ke Toilet setelah jam pelajaran selesai. Lalu, mereka menggunakan kesempatan ini untuk memanggil Kenan yang notabenenya berbeda Kelas dengan mereka. Tentunya lewat chatting sehingga Kenan pun minta izin walaupun jam pelajaran sudah selesai.

"Gue mohon, Nan. Lo jujur sama kita. Lo tau sesuatu tentang Galang, kan?" Tanya Ciko penuh harap.

"Kalo kalian udah tau, kenapa harus nanya gue lagi?" Jawab Kenan setenang-tenangnya. Kenan tau, alasan mereka bertanya itu karna mereka juga sudah tau soal Galang.

"Sejak kapan?" Tanya Ciko.

"Gue baru tau saat kemarin Galang dirawat."

Alis Ciko dan Ridwan menukik. Dirawat? Bukannya?

"Alasan urusan keluarga itu cuma alibi. Galang gak mau banyak yang tau. Walaupun begitu, dia udah nyuruh gue sama Rebecca buat tetep Sekolah. Tapi kitanya yang bersikeras pengen nemenin dia."

"Bukan!" Celetuk Ridwan. "Maksud gue sama Ciko itu, kapan Galang sakit itu?"

"Dia sih cerita, sejak hari dimana dia nyelamatin Nabila, gejalanya udah keluar dari sana. Pas di cek, ternyata bener. Ada tumor yang tumbuh dan itu ganas. Kemarin stadiumnya udah naik ke-2. Sedangkan kanker perutnya udah naik ke-3."

Mendengar penjelasan Kenan, Ciko dan Ridwan mengusap wajahnya frustasi. Bagaimana bisa mereka tak tau sama sekali?

"Saat baru tau, gue hancur, Cik, Wan. Kayak, gue ngerasa gak guna banget. Gue sepupunya, tapi gue gak tau dia sakit." Ungkap Kenan mengenai perasaannya.

Ciko dan Ridwan menatap Kenan nanar. Jika mereka saja merasa tak berguna sebagai sahabat, apalagi Kenan yang sebagai sepupunya? Galang emang benar-benar. Begitu rapih ia menyembunyikannya.

"Gak ada waktunya untuk kesel. Walaupun sebenarnya gue emang kesel. Tapi, untuk sekarang ini, lebih baik kita bersatu untuk dia. Jangan sampe dia ngerasa sendiri." Ujar Ciko dan diangguki keduanya. Ciko benar! Gak ada waktu untuk mereka menumpahkan kekesalan saat ini. Yang penting, mereka harus ada setiap Galang membutuhkan.

***

Bel pulang berbunyi. Sang guru pun mulai bersiap-siap mengemas barang. Begitupun dengan murid-muridnya yang sudah tak sabar ingin pulang. Entah apa saja yang akan mereka lakukan.

Galang pun sama bersiap untuk pulang. Mengemas buku-bukunya kedalam tas dan tinggal menunggu sang guru menutup pelajaran hari ini. Sesekali ia meringis karna sedikit pusing di bagian kepala. Diam-diam Ciko dan Ridwan pun memperhatikan Galang. Mereka semakin yakin kalau Galang mengidap kanker otak. Terlihat jelas sejak tadi Galang yang terus memegangi kepalanya.

"Baiklah anak-anak. Sampai jumpa lagi besok. Hati-hati dijalan, baca doa minta perlindungan."

Setelah selesai acara sesi doa, sang guru pun berucap Salam. Begitu guru itu keluar Kelas, barulah murid-murid berhambur keluar Kelas.

"Dadah, semuanya! Gue mau pacaran dulu sama Dika." Ucap Sisca heboh.

Ciko mendelik. Ia melempar segumpal kertas dan itu berhasil mengenai kepala Sisca.

"Berisik lo! Kaleng rombeng." Dumel Ciko.

Bukannya marah, Sisca malah meledek. "Bilang aja lo iri. Makanya sono cari pacar." Sisca memeletkan lidah.

Begitu Sisca menghambur keluar, Nabila pun segera mendekati Galang. Galang mengernyit bingung dibuatnya.

"Galang. Gue mau minta ijin pengen jalan sama Krishna."

Galang terkekeh. "Ngapain lo minta ijin, njir? Jalan tinggal jalan. Gue gak larang, kok."

"Ya, takutnya kan lo nyariin gue. Apalagi kan tante Rena percayain lo buat jagain gue."

Galang mengangguk paham. Rupanya apa yang dilakukan Nabila hanya untuk menghormati dirinya yang lebih tua. Walaupun usia mereka hanya terpaut 2 bulan.

"Iya. Gue juga mau jalan sama Alice, kok." Ucap Galang memberi ijin.

Nabila mengangguk mendengar penuturan Galang. Gadis itu sudah ikhlas jika Galang berpacaran.

"Lang!" Panggil Krishna. "Gue titip Alice, ya!"

Galang terkekeh. "Santai aja."

Setelah itu Nabila dan Krishna menghambur keluar Kelas. Tentunya dengan tangan yang saling tertaut. Galang yang melihat itu mencoba menguji perasaannya. Ternyata benar, ia sudah tidak cemburu lagi. Bagus deh. Kini Galang pun mulai akan beranjak juga, namun...

"Lang!"

Ciko dan Ridwan memanggilnya. Kini suasana Kelas sudah sepi. Kecuali mereka bertiga.

"Lo gak papa? Kalo lo sakit, jangan jalan dulu sama Alice." Larang Ridwan.

Galang tersentak. Tapi sebisa mungkin ia menetralkan ekspresi wajahnya.

"Gue udah janji sama dia." Tolaknya.

Ciko menghela napas kasar. "Kalo gitu lo bisa jelasin kita sesuatu kan?"

Dahi Galang mengernyit bingung. "Sesuatu apa?"

"Wan!"

Mendengar aba-aba dari Ciko, Ridwan pun terlihat mengotak-atik HPnya dan menunjukkan sesuatu pada Galang.

Raut wajah Galang seketika memucat. Bagaimana bisa ia se ceroboh itu? Ridwan menunjukkan hasil Chat dengan kakaknya mengenai obat yang diminum Galang. Tambah lagi orang yang tau.

"Lang! Kita ini adalah sahabat seperti yang lo bilang sama gue. Kalo lo nganggap kita sahabat, kenapa lo malah sembunyiin ini?" Ciko terlihat geram.

"Maaf." Ucap Galang lirih.

"Kita gak butuh maaf dari lo!" Gertak Ciko.

"Cik!" Ridwan melerai. Bagaimanapun juga Ridwan tak ingin Galang merasa tertekan. Mendengar teguran dari Ridwan, Ciko terdiam. Menyesali perbuatannya.

Ridwan beralih memeluk Galang. Berusaha menguatkan dirinya sendiri dan juga Galang.

"Seperti yang lo bilang, kita adalah sahabat! Kalo lo sembunyiin ini karna takut lo ngerepotin kita, itu nggak sama sekali. Jadi, ilangin semua pemikiran lo." Ucap Ridwan dalam pelukan Galang.

Diam-diam Galang menitikkan air matanya. Ia bersyukur memiliki sahabat yang baik seperti Ciko dan Ridwan. Ciko yang melihat itu, juga menghambur memeluk Galang. Kini ketiganya menangis bersamaan dalam diam. Rasa takut hadir dihati mereka. Persahabatan sejati yang baru mereka bangun akan hancur jika salah satu dari mereka ada yang pergi.

"Gue yakin lo bisa sembuh, lang. Mau kanker perut lo ataupun kanker otak lo. Asal lo mau berusaha." Ujar Ciko dalam pelukan Galang juga.

Galang melepaskan pelukan mereka. Ia sedikit menyeka air matanya. Tak sanggup untuk mengatakan apa yang harus ia katakan. "Kalo nanti gue milih buat nyerah, kalian ikhlasin gue, ya! Gue capek."

Tanpa mereka sadari, ada yang mendengarkan percakapan mereka diluar Kelas sedari tadi.

***

Next...

Hayo siapa itu?

GALANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang