chapter 83

2.2K 93 5
                                    

Meli menurunkan kakinya untuk turun dari ranjang. Dengan mengenakan dress hitam yang ia kenakan sejak tadi siang, ia memberanikan diri melangkah ke area living room.

Kondisi living room malah jauh lebih berantakan daripada tadi. Botol miras yang nampak masi baru diletakkan di atas meja, baru dituang setengahnya. Asbak rokok penuh dengan puntung rokok yang juga kelihatan baru dilepas dari bibir penikmatnya.

Ah, tapi bukan itu yang gila di matanya sekarang. Melainkan pemandangan erotis yang diciptakan oleh empat orang yang sedang asyik bercumbu di atas sofa. Sony dan Kris sepertinya kehabisan stok teman wanita yang bisa diajak, namun keduanya kompak menyewa wanita panggilan yang siap menuntaskan hasrat mereka malam ini.

Meli segera memalingkan wajahnya dari pemandangan gila itu. Ia melangkah lebih jauh dengan kondisi kaki tanpa alas. Ah, sepertinya Danny tidak ada di ruangan itu.

Saat Meli membuka knop pintu dan hendak beranjak keluar, gadis berambut ombre yang ikut bersama mereka, tersenyum manis ke arahnya.

"Hai! Kita belum kenalan", ujar Ella. "Nama kamu siapa?"

"Meli", jawab Meli tersenyum.

"Oh, kamu mau kemana?"

"Emm, aku pengen keluar aja".

Ella menengok ke arah Kris, Sony dan kedua wanita yang tengah beradegan panas di atas sofa.

"Udah biasa", celetuknya.

Meli hanya tersenyum getir. Ini bukan pemandangan yang wajar. Bagaimana bisa Ella menyebutnya 'sudah biasa'.

"Mereka mau party-party habis ini. Aku ngga tahan bau rokok. Kita keluar bareng-bareng ya?", ajak Ella.

Untunglah, Ella meminjamkan Meli cardigan miliknya yang ia kenakan barusan. Ella tahu, Meli amat tidak nyaman berpakaian terbuka seperti itu. Berbeda dengan dirinya yang hobi memakai pakaian seksi dan terkesan sensual di mata setiap orang.

Ella kemudian mengajak Meli masuk ke cafe yang masih berada satu gedung dengan hotel.

"Tenang aja, ini gue bawa kartu kreditnya Theo. Kita makan sepuasnya", ujar Ella sumringah.

Sambil menunggu pesanan, mereka duduk di kursi yang berada di area outdoor. Pemandangan kota yang berhias lampu-lampu gedung, terlihat menakjubkan dari atas sini. Menyaksikan ini, jauh lebih baik dibandingkan menonton lima orang pemuda yang sebentar lagi akan teler karena mabuk minuman keras.

"Ngomong-ngomong, kamu satu kelas ya sama mereka?", tanya Ella memancing percakapan di antara mereka.

"Engga, aku beda kelas kok sama mereka".

"Oh, gitu. Emm, kamu udah lama pacaran sama Danny?"

Meli menipiskan bibirnya, ia bingung jika pertanyaan ini keluar dari mulut orang asing. Dibilang pacaran, mereka jelas tidak berpacaran. Dibilang tidak pacaran, tapi apa yang mereka lakukan melampaui orang yang berpacaran.

"Emm, aku ngga pacaran sama dia", jawab Meli agak kikuk.

"Oh. Sama sih, aku sama Theo juga ngga pacaran".

Meli sedikit terkejut, pasalnya sejak melihat Ella, ia sangat menempel dengan Theo.

"Kaget ya? Hehehe", ujar Ella. "Waktu SMP aku emang pacaran sebentar sama dia. Tapi ngga bertahan lama, kita ngga begitu cocok".

"Te-terus kenapa kalian kelihatannya deket banget?", tanya Meli penasaran.

"Ngga kenapa-kenapa sih. Theo susah aja dilupain".

Meli tersenyum geli. Rupanya gadis di hadapannya ini adalah korban cinta lama yang bersemi terus-terusan, walaupun hubungannya sudah kandas.

Makanan pesanan mereka pun datang. Karena kondisi perut yang amat lapar sejak tadi siang, Meli melahap spaghetti dengan topping udang melimpah. Sedangkan Ella hanya pesan sandwich dan dua makanan penutup, puding karamel dan salad buah.

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang