chapter 86

2.5K 116 56
                                    

BUG

Melihat Alvin yang tengah ditinju oleh adiknya itu, satpam yang tadi menahan Danny di lantai dasar, langsung menarik tubuh Danny dan memisahkannya dari Alvin.

"Bangsat lo, Vin! Beraninya lo ngelaporin Sony. Apa maksud lo, anjing??!!"

Walaupun ujung bibirnya membiru karena pukulan sang adik, Alvin tetap mundur dengan santai sambil merapikan kerah kemejanya yang kumal.

"Kenapa? Takut lo?", tanya Alvin sembari tersenyum miring.

"ANJING! Kenapa harus bawa-bawa Sony?"

Danny berusaha menyerang Alvin lagi, namun satpam dan ketiga dokter di sana menahan kedua tangannya dengan amat kuat. Ia hanya bisa berteriak sambil mengumpat pada sang kakak.

"Kenapa harus Sony? Biar lo kapok!"

Mendengar jawaban Alvin yang terkesan meremehkan dirinya, Danny berteriak semakin kencang. Membuat beberapa staff rumah sakit yang kebetulan lewat ruangan itu, menengok ke dalam.

"Brengsek lo, Vin! Gue ngga sudi punya abang licik kayak lo!"

"Oh ya? Gue juga ngga sudi punya adek ngga tau diri kayak lo".

"Lo ngga pantes jadi abang! Lo ngga pantes jadi anak emas di keluarga kita!"

Lagi-lagi Alvin hanya tersenyum miring mendengar racauan Danny yang terdengar 'menggelitik' di telinganya. Rasanya Alvin ingin adiknya ini cepat-cepat enyah dari hadapannya, karena kehadiran makhluk tidak berguna ini sungguh mengganggu ketentraman.

"Keluar lo dari sini!"

Danny terdiam dan menatap tajam ke arah Alvin yang baru saja mengusir dirinya dari rumah sakit yang dibangun keluarga mereka itu.

"Keluar gue bilang!"

"Mau gue telpon polisi sekalian?"

Danny pun melepas paksa cengkraman satpam dan dokter-dokter itu dari tangannya. Mereka semua terlihat pasrah, dan berdoa semoga Danny tidak menyerang Alvin lagi.

"Gue benci lo, Vin!", ujar Danny sembari membalik badan dan berjalan keluar dari ruangan itu. Tidak lupa menyenggol kasar bahu si satpam yang dirasa menghalanginya.

Danny berjalan menuruni anak tangga. Anak tangga yang sama ketika ia naik ke lantai ini.

Ketika sudah berada di lantai dasar, ia berdiri tepat di keramik hitam yang berbentuk lingkaran. Keramik ini adalah titik tengah lantai dasar rumah sakit.

"ALVIN BANGSAAATTT"

Suara teriakan itu sontak menggema di rumah sakit yang masih lapang itu. Resepsionis, perawat jaga, housekeeper, pasien IGD, pasien rawat jalan, semua menatap terkejut ke arah Danny yang mengenakan seragam sekolah itu.

Sementara dari lantai tiga, Alvin yang samar-samar mendengar suara itu, langsung berlari ke luar. Ia berdiri di dekat penyangga kaca, dan melihat sang adik di bawah sana.

Mata Alvin dan Danny saling bertatapan.

Danny melemparkan seringainya kepada sang kakak yang nampak jengah karena kelakuannya pagi ini.

Danny lalu membuka paksa seluruh kancing seragamnya, dan melepaskan seragam itu dari tubuhnya. Ia juga membuka resleting celana seragam abu-abunya, menurunkan celana itu dan melepasnya di tengah kerumunan orang-orang yang menatap dengan heran.

Kini, seragam sekolah lepas seluruhnya dari badan Danny. Hanya menyisakan kaos kutungan hitam dan celana pendek warna hijau army. Ia pun menggulung seragam dan celana abu-abu tadi, lalu melemparkannya dengan sembarang.

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang