chapter 77 (part 3)

1.6K 83 2
                                    


Alvin keluar dari ruang ICU sembari melepas masker yang ia kenakan saat di dalam ruangan tadi. Baru saja ia membuka pintu, Ester dan Haliza berdiri berbarengan, sangat amat tidak sabar menunggu hasil pemeriksaan yang Alvin lakukan.

"Vin, Danny gimana?", tanya Ester.

Alvin menatap sendu kedua mata mamanya yang sembab itu. Ester baru saja pulang ke tanah air, dan ia sudah mendapat kabar bahwa anak keduanya mengalami kecelakaan tunggal. Bahkan kondisinya masih kritis sampai detik ini.

Sebenarnya, kondisi Danny sekarang jauh lebih menurun dibandingkan malam tadi. Detak jantungnya semakin lemah, hasil rontgen juga tidak menunjukkan hal yang berarti. Membuat Alvin dan tim dokter lain harus lebih berusaha menyelamatkannya. Tentu saja, Alvin tidak mengatakan hal ini kepada Ester, karena tidak ingin membuat mamanya semakin stress.

"Mama, mama tenang dulu ya. Kita doakan semoga Danny lekas siuman".

Ester mengangguk pelan. Disampingnya, Haliza yang merupakan menantunya pertamanya itu, tengah mengusap kedua bahunya dengan lembut.

Saat ini, Danny memang belum boleh dijenguk oleh siapa pun, bahkan oleh anggota keluarga sekalipun. Karena ruang rawatnya harus benar-benar steril, sampai memungkinkan.

"Mama istirahat aja, ya. Nanti biar Mas Alvin yang jagain Danny disini", ujar Haliza.

Ada rasa tenang yang menyelimuti hati Ester ketika menantunya yang mengatakan hal itu. Akhirnya kedua wanita itu pun beranjak dari sana. Hari ini Haliza sengaja libur, karena ia akan menemani Ester di rumah.

Alvin berjalan menjauh dari pintu ruang ICU tadi. Ia segera mengambil ponselnya, lalu menghubungi nomor sang papa. Karena amat sibuk, ia hampir lupa menyampaikan kabar ini kepada Wilson.

--

Madison Ave, New York, USA

Suasana ruang rapat itu sangat kondusif. Beberapa Investor yang datang dari berbagai negara, datang untuk menghadiri meeting penting ini. Pria dan wanita yang mengenakan setelan jas rapi yang duduk melingkari meja bundar di ruang tersebut, menyimak dengan seksama pemaparan manajer investasi dari perusahaan pertambangan yang berbasis di New York itu. Wilson berada di antara orang-orang hebat itu.

Drtttt drttt - sebuah ponsel bordering, hal itu lantas menghentikan manajer yang sedang melakukan presentasi. Beberapa pasang mata lantas menoleh ke sumber suara.

Wilson yang menyadari itu ponsel miliknya, lantas melihat layar ponsel itu. Ternyata panggilan dari Alvin. Dengan segera ia menyeret ikon merah untuk menolak panggilan itu.

"Mister Wilson, it's okay if you want to answer the phone", ucap manajer investasi.

Mereka sangat menghargai kesibukan para investor yang bersedia datang pagi ini, jadi jika ada hal kecil contohnya seperti telepon, maak sama sekali tidak jadi masalah.

Dengan cepat Wilson menggelengkan kepala. Ah, mestinya ia nonaktifkan saja ponselnya, daripada membuyarkan kosentrasi banyak orang di ruangan ini.

"No, just a prank call. I am sorry", ujar Wilson sembari tersenyum tipis. Ia pun menonaktifkan ponselnya agar tidak perlu ada gangguan-gangguang kecil lagi. Wilson sudah terbiasa tampil sempurna di depan banyak, hal seperti ini agak membuatnya risih.

--

Setelah panggilan pertamanya ditolak, Alvin kembali menghubungi nomor papanya lagi, namun status panggilannya di luar jangkauan.

Alvin memandangi layar ponselnya beberapa detik, "Mungkin papa lagi sibuk sekarang".

****

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang