chapter 39

4.6K 114 27
                                    

Danny keluar dari mobilnya seraya melepas kacamata hitam yang ia kenakan, lalu menyelipkan kacamata hitam itu di antara kancing seragamnya yang bagian atas. Semua mata yang melintas di parkiran itu, lantas memandang kagum ke arahnya.

“Kak Danny? Beneran dia kan?”, ujar salah seorang siswi.

“Iya, beneran”, timpal siswi yang lain.

“Akhirnya, pangeran kita dateng juga”.

“OMG, gila ganteng banget banget!”

“Minggir lo semua, dia suami gue. Di dunia fiksi”.

Padahal baru 3 hari Danny tidak masuk sekolah, 2 hari di kantor polisi, 1 hari weekend. Para gadis-gadis yang gemar cuci mata ini sudah amat kelimpungan menantikan kehadirannya.

Danny berjalan dengan santai di koridor itu, tanpa menghiraukan tatapan-tatapan takjub yang amat terkesima dengan kehadirannya sekarang.

Hari ini ia sengaja berjalan memutar lebih jauh ke kelasnya, ia lakukan untuk bisa melewati kelas seseorang. Yah pastinya orang itu sudah lebih dulu sampai di sekolah dibandingkan dirinya.

Ia melintas pelan di depan kelas 11B. Memandang ke arah Meli yang sedang membaca buku pelajaran pertama hari ini. Sayangnya, Meli tidak menyadari kehadirannya. Ia pun juga tidak berniat membuat Meli me-notice keberadaannya. Cukup saja untuk melihat beberapa detik wajah wanita yang dirindukannya setelah 4 hari tidak ia temui. Ia pun melanjutkan lagi langkah gontainya.

“Hah? Anjir gue ngga salah lihat?”, ujar Siva yang langsung berdiri, memastikan bahwa orang yang melintas di depan kelasnya tadi benar-benar ‘cogan’ Guna Wijaya atau bukan.

“Kenapa lo?”, tanya Fika ikut menoleh ke arah yang sama.

“Itu, Danny! Tumben banget lewat depan kelas kita”.

“Hah masa sih?”

“Ya udah lewat, bego!”

Meli sontak ikut menoleh, walaupun tidak sampai berdiri seperti 2 teman sekelasnya itu.

Danny kembali? Benarkah? Ia bertanya-tanya dalam hati. Semoga saja. Senyuman tipis tergores di bibirnya.

Ah, tapi bagaimana dia bisa lolos? Bukankah waktu itu dia sendiri yang bilang bahwa hasil tes adalah penentuan besar atas kehidupannya selanjutnya.

“Selamat pagi, anak-anak”.

Guru bahasa indonesia sudah masuk ke kelasnya, sontak membuyarkan semua lamunan dan pikirannya tentang Danny.

****

Jam pelajaran ke 4 — semua murid tengah sibuk di ruang kelas masing-masing. 3 orang siswa yang sepertinya tengah membolos, naik ke lantai 3. Mereka berlari ke atas sana dengan tergesa-gesa. Lalu berdiri di depan sebuah ruangan baru yang belum terpakai.

“Sialan! Kenapa mereka bisa balik lagi sih? Gue kira udah pada busuk di penjara!”, ujar Kevin.

Kiky mengulum bibirnya, ia juga tengah berpikir, kenapa Danny dan teman-temannya bisa lolos. Padahal ia selalu yakin, instingnya tidak pernah salah.

“Terus gimana nih?”, tanya Kiky cemas.

“Gimana apa? Ya lo pikirin juga lah caranya anjing!”, ujar Kevin memekik kesal.

Lutvi meremas rambutnya hingga berantakan, padahal ia sudah melakukan rencana Kevin dengan baik. Yaitu meletakkan kertas memo di ruang guru dan ditemukan oleh Bu Rere.

“Gue rasa mereka terlalu susah dilawan. Gue yakin, mereka bisa mudah lolos juga pake duit”, ujar Lutvi.

“Argghhh!”, Kevin menendang pintu ruangan itu dengan kencang. Ia sangat marah karena rencana untuk menghancurkan Danny dan teman-temannya lewat laporan itu, gagal total.

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang