chapter 79

2.2K 160 33
                                    

Di sebuah ruang tamu berukuran 3 × 4 meter, hanya detak jarum jam yang terdengar memecah keheningan itu. Dua orang pria berjas rapi, tengah duduk dengan rasa was-was, bersama sepasang suami istri yang bimbang saling melirik satu sama lain.

"Jadi bagaimana, bapak, ibu?", tanya pria berjas warna coklat gelap yang merupakan seorang pengacara.

Si suami memandangi istrinya lagi, seakan meminta pendapat untuk yang kesekian kali. Namun si istri hanya menyenggol bahu suami dengan kasar.

"Pak, Bu, kami rasa apa yang menimpa anak-anak malam itu, memang murni musibah. Kita pasti juga ngga ada yang mau kan hal itu terjadi sama mereka. Bahkan Danny juga sampai sekarang belum siuman", tutur Gian.

Si suami, yang tidak lain adalah ayah dari Niken, gadis yang waktu itu kecelakaan bersama Danny dan meninggal dunia, kembali memandangi ketiga pria yang datang ke rumahnya itu.

"Jadi, uang ini buat kami?", tanya si suami memastikan. Namun matanya masih tidak bisa berhenti melirik deretan kertas merah yang berjejer rapi di sebuah koper yang dibiarkan menganga.

"Iya, betul, Pak. Anggap saja ini uang dukacita dari kami. Saya tahu, pasti berat kan bagi bapak dan juga ibu, kehilangan putri yang sebentar lagi hendak lulus SMA", ujar si pengacara.

Mata si istri yang sudah berbinar terang sejak koper itu dibuka, lantas ikut angkat bicara, "Pak, ngga salah uang duka sebanyak ini?"

"Ah, Bu, Niken kan sudah sekolah sampai SMA. Jadi anggap saja ini untuk mengganti semua uang yang ibu dan bapak keluarkan selama mendidik dan membesarkan Niken".

Kedua pasutri itu lantas mengangguk. Ayah Niken memang baru saja kena PHK dari tempatnya bekerja. Sementara Ibu Niken yang hanya ibu rumah tangga, tidak begitu bisa diandalkan. Sedangkan Niken (almh) punya dua adik yang masih SMP.

Si pengacara mengambil map kertas dari dalam tas kerja miliknya, lalu menyodorkan pulpen dan map tersebut dengan kondisi terbuka pada Ayah Niken.

"Bapak, tolong tanda tangani surat perjanjian ini ya. Setelah bapak tanda tangan, artinya bapak sudah sepakat tidak akan pernah membawa masalah ke ranah hukum. Kita anggap saja, apa yang terjadi dengan Niken, murni kecelakaan. Dan uang ini, akan menjadi milik Bapak dan Ibu".

Ayah Niken mengangguk pelan seakan menyetujui apa yang dikatakan pengacara itu barusan. Tanpa menunggu lebih lama, ia segera menandatangani surat yang ada di dalam amplop itu. Sementara Ibu Niken, semakin sumringah ketika melihat suaminya membubuhkan tanda tangan disana.

"Ini, sudah, Pak".

Pengacara dan Gian itu saling berpandangan, lalu tersenyum simpul.

"Nah, kalau begitu, silahkan diterima ya uangnya, Pak", ucap si pengacara sembari tersenyum, lalu mengarahkan koper lebih dekat ke hadapan Ayah Niken.

Kedua mata Ayah dan Ibu Niken semakin berbinar. Selama 2 bulan lamanya mareka bertahan hidup dengan sisa tabungan yang semakin menipis, kini uang senilai 300 juta rupiah resmi menjadi milik mereka.

Kehilangan Niken, memang sempat membuat keduanya terpukul. Meskipun anak sulung mereka itu bukan anak penurut dan rajin belajar, namun tetap saja keduanya memiliki harapan besar agar Niken bisa bekerja setelah lulus nanti.

Namun, setelah kecelakaan yang menyebabkan Niken meninggal dunia, harapan itu pupus sudah. Awalnya, keduanya ingin melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian. Karena tahu, Danny, teman Niken yang pergi bersamanya malam itu, menyetir dalam kondisi mabuk hingga menyebabkan puteri mereka tewas.

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang