chapter 50 (part 2)

3.1K 90 9
                                    


Perempuan itu menundukkan wajahnya. Baju seragam yang digunakan saat berangkat sekolah tadi pagi, nampak tidak karuan. Saat ia datang ke tempat ini pun, ia tidak membawa apa-apa selain handphone dan uang di sakunya.

Kris menatap perempuan itu dengan tatapan datar, ia amat lelah mendengar suara tangis sesenggukan tersebut.

“Terus mau lo gimana?”, tanya Kris sembari membuang nafas pelan.

Luna, perempuan berusia 15 tahun dan duduk di kelas 3 SMP itu menggeleng pelan sambil mengulum bibirnya. Saat di telepon tadi, ia amat bersemangat mengancam Kris, jika pria itu tidak  datang maka ia sendiri yang akan mendatangi kediaman gubernur itu. Membawa serta hasil test pack yang menunjukkan dua garis merah.

“Bantu gue Kris, huhu”.

Kris memegang dagu Luna, membawa wajahnya untuk saling bertatapan mata.

“Kita gugurin sekarang. Gue bayarin biaya aborsi lo”.

“Sa-sakit ngga?”

Kris tidak bisa menjawab itu, ia pun jelas  tidak tahu bagaimana rasa sakitnya mengeluarkan benda asing dari jalan lahir. Ia bukan tipe pria yang peduli dan perhatian, baginya sudah mau menemui perempuan ini pun cukup.

“Lo duduk sini dulu”, ujar Kris seraya membimbing Luna untuk duduk di sebuah bangku panjang di ruangan itu.

Kris berjalan ke luar ruangan itu, beberapa meter menjauh dari Luna yang masih menghapus air matanya. Ia meraih ponselnya sembari memandangi Luna dari kejauhan.

Sial, baru satu bulan ia berkenalan dengan Luna, walaupun pertemuan mereka di club waktu itu memang sudah diwarnai dengan adegan panas. Berlanjut bertukar nomor telepon, mereka semakin intens bertemu dan bercumbu. Luna memang ‘gadis nakal’ yang tidak keberatan jika berhubungan dengan pria yang baru dikenalnya.

Sayangnya, Kris baru pertama kali melakukan itu. Ia bosan karena selama ini hanya ikut bermain dengan Zayn dan wanita sewaannya. Ia tahu, ia harus mencobanya sendiri. Ia memang tertarik dengan tampang Luna yang manis dan enak dipandang, apalagi Luna mampu menawarkan pengalaman menarik itu untuk Kris.

Kris masih mencoba melakukan panggilan, tetapi kali ini ia memilih panggilan grup.

……

Trrrttt trtttt

“Hape siapa itu?”, Pak Guru berkumis tebal itu menoleh ke arah siswa-siswi yang masih menulis di buku mereka.

Sony melirik handphonenya di dalam laci, “Kris anjing ngapain sih nelpon”.

Danny juga melihat layar handphone yang ia sembunyikan dibalik buku catatan, ia menoleh ke arah Sony.

“Ni bocah kenapa lagi?”

Sony hanya mengangkat bahu.

Begitupun dengan Zayn dan Theo yang sama-sama mereject panggilan dari Kris itu — yang mereka tahu, Kris sedang menghadiri pelantikan ayahnya sekarang. Tentu tidak ada hubungannya dengan mereka berempat.

“Silent dulu hapenya, sebelum saya keluarkan!”.

…….

Kris menendang pintu ruangan itu dengan kesal. Teman-temannya jelas sedang mengikuti pelajaran sekarang.

Luna menghampiri Kris yang masih mengepalkan tangannya karena menghadapi persoalan ini. Ah, ia pun juga tidak ingin hal ini terjadi. Siapa yang mau kehamilan tidak direncanakan ini? Lagipula niat awalnya hanya ingin melampiaskan syahwatnya dengan pria tampan dan ‘bau uang’ ini.

Tapi kalau dipikir-pikir, sebenarnya ini salah Kris juga. Ia yang enggan menggunakan pengaman karena merasa benda itu mengganggu kenyamanannya saat ‘berhubungan seks’.

The Doll Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang