Perih pada lututnya sejenak ia lupakan sambil menyibukan kedua tangannya mencari keberadaan obat luka. Letak kotak obat yang cukup tinggi memaksa remaja dengan rambut dikuncir seadanya itu berjinjit.
"Oi, lu ngapain!?" seseorang yang baru saja masuk ke ruang UKS langsung memaki. Sebenarnya memang tidak boleh sembarang orang yang mengobrak-abrik kotak obat, terlebih tanpa ada anggota PMR yang mengawasi.
"Gue mau cari obat luka," ujar yang dimaki sambil menunjukkan lukanya yang tampaknya sudah berhenti mengeluarkan darah.
Raut wajah yang semula bak seekor singa yang hendak menerkam mangsa langsung berubah cemas. Laki-laki itu segera menyuruh Akemi untuk duduk di pinggir tempat tidur, sementara obat yang diperlukan akan lak-laki itu carikan. Tidak memerlukan waktu lama baginya untuk menemukan obat yang diperlukan beserta kapas dan plester.
Laki-laki itu berlutut di depan Akemi guna mempermudah dirinya mengobati luka. Namun, sesaat sebelum laki-laki itu bertindak lebih jauh, Akemi berucap, "Gak usah, biar gue aja sendiri—"
"Diem."
Akemi yang baru saja bungkam karena sepatah kata dari lawan bicaranya sontak berteriak kala lukanya disentuh. Ketimbang rasa sakit, Akemi cenderung merasa kaget karena belum siap.
"Tck, berisik," komentarnya sambil melanjutkan aksinya.
"Sorry, sorry, gue kaget."
Selebihnya Akemi hanya menahan perih sambil meremas kasur yang ia duduki.
"Lu lomba apa?"
"Basket."
"Oh."
Tidak ada pembicaraan lagi hingga luka Akemi selesai mendapat penanganan. Sudah dibersihkan, diberi obat serta diberi plester.
Akemi menggerakan kakinya yang terluka dan merasa jauh lebih baik. Tidak lupa ia berterima kasih kepada orang yang telah membantunya. Sementara orang itu masih sibuk membereskan barang-barang UKS.
"Lu masih mau main?" tanyanya.
Akemi mengangguk dan menjawab, "Iya, tadi tim gue menang."
"Hati-hati, jangan sampe jatoh lagi."
"Iya, hehe. Makasih ya!"
Yang ada gue jatoh hati ke lo, anjir. Akemi membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Threads (Harai Kuko x OC)
Teen FictionPertemuan kita mungkin bukan bagian dari rencana hidup yang pernah terpikir dalam benak, tetapi takdir pertemuan kita sebagai lanjutan dari awal yang tak pasti memiliki kemungkinan. Bahkan, jika kehidupan selanjutnya memang ada, aku masih ingin memu...