09. Vampire's Prey (Vampire AU)

2 0 0
                                    

Warning: OOC

.

Legenda tentang vampir bukan hal asing lagi bagi manusia di muka bumi. Banyak yang tidak percaya, tetapi tidak sedikit pula yang percaya akan keberadaan vampir. Beberapa dari mereka bahkan mengaku pernah bertemu dengan sosok vampir sampai mengaku sebagai sosok vampir itu sendiri.

Kisah vampir tidak pernah padam eksistensinya. Buku novel sampai film layar lebar pernah mengangkat vampir sebagai sebuah bahan yang menarik untuk dieksekusi sebagai hiburan manusia.

Sebelumnya, Akemi tidak pernah berpikir bahwa dirinya akan berdiri di taman saat tengah malam dan melihat pemandangan di depannya sekarang. Tubuhnya terasa dingin dari ujung kepala sampai ujung kaki menyaksikan bagaimana seorang laki-laki tengah asik menghisap darah dari seeorang. Suasana kala itu cukup remang, tetapi Akemi tahu betul bahwa laki-laki di depannya tengah mengigit pundak seseorang. Orang yang menjadi korban terlihat tidak berdaya di sana, bahkan tidak terlihat sedikitpun memberontak.

Laki-laki itu mengangkat kepalanya dan langsung melempar tatap tak suka. Akemi tahu, kehadirannya sudah dinotis dan sosok itu tengah menatapnya dengan sepasang mata kuning keemasan yang menyalang tajam. Susah payah Akemi menelan salivanya sendiri kala itu.

Satu langkah mundur diambil sebelum Akemi berbalik dan berlari sekuatnya. Dalam kekacauan Akemi berharap ini hanya mimpi dan segera terbangun dari tidurnya. Napasnya sudah terengah-engah, kakinya masih lemas akibat rasa terkejut luar biasa bercampur rasa takut melihat pemandangan yang tidak pernah ia duga.

Akemi mencari keramaian, tempat dimana setidaknya ia merasa sedikit aman berada di sekitar orang-orang yang—ia anggap—manusia.

"Apa itu tadi? Masa itu vampir? Tadi itu betulan gak sih?"

Akemi memutuskan mampir ke rumah temannya dan bermalam di sana. Rasanya ia belum berani untuk berjalan pulang ke rumahnya.

.

"Akemi~ oi, Akemi~"

Akemi terbangun. Pagi ini dia dibangunkan oleh temannya. Sejenak ia sempat lupa bahwa ia baru saja bermalam di rumah temannya. Jantungnya langsung bereaksi ketika mengingat kejadian yang mendorongnya untuk mengurungkan niat kembali ke rumahnya.

Untung saja hari ini Akemi mendapatkan jadwal kelas siang, ia masih dapat kembali pulang ke rumah sejenak dan membersihkan kekacauan pikirannya.

"Ne, vampir itu gak bisa kena sinar matahari kan?"

"Hah? Lu habis baca manga apa tiba-tiba nanya kayak gitu?"

Akemi menggeleng. "Bukan baca manga! Kenapa lu malah ngira kayak gitu sih?"

"Karena lu emang suka animanga?"

Tidak salah. Memang Akemi menggemari beberapa seri animanga, tetapi kali ini berbeda!

Sepanjang jalan menuju rumahnya Akemi terus-terusan memikirkan kejadian semalam. Sampai ia kembali pada taman yang ia lewati semalam. Tidak ada bekas apapun, bahkan ia tidak mengetahui kemana korban yang semalam ia lihat.

Semakin dipikir semakin pusing kepala Akemi rasanya. Jadi, daripada memusingkan iri lebih baik Akemi cepat pulang karena sudah dikhawatirkan oleh orang rumah.

Semua berjalan seperti biasa, sehingga Akemi perlahan melupakan kejadian semalam. Tertumpuk oleh pikirannya terkait urusan perkuliahan yang sedikit banyak harus menyita waktu dan pikirannya. Kesibukannya sebagai seorang mahasiswa tahun pertama ternyata cukup membuatnya kewalahan karena harus banyak beradaptasi dari lingkungan sekolah menengah atas ke jenjang perguruan tinggi.

Berangkat dari tengah hari dan pulang ketika matahari sudah menyelesaikan shift-nya. Akemi melempar diri ke kasur setelah mandi. Air hangat yang ia gunakan untuk mandi sedikit mengurangi beban di pundaknya dan merilekskan otot-ototnya.

Akemi membalikkan badannya dan menatap langit-langit kamarnya. Sejenak menghela napas, memikirkan kembali apa yang sudah terjadi hari ini. Kemudian ia menyadari sesuatu.

"Lah, tadi gue lupa nutup jendela?" dengan enteng Akemi mendekati jendela dengan maksud menutupnya. Namun, baru setengah jalan ia tiba-tiba merasakan angin kuat yang bertiup dari jendela yang membuat langkahnya berhenti.

Dingin yang menusuk kulit menjadi sempurna ketika sepasang safir biru menangkap eksistensi makhluk lain dari jendela.

Seluruh tubuh Akemi membeku seketika ketika alunan suara asing mengetuk gendang telinganya.

"Ketemu."

Suara serak basah yang sebenarnya cukup menggoda, tetapi saat ini berbeda. Alih-alih tergoda, Akemi justru merinding ketakutan.

Napas panjang dihirup sebelum Akemi memutuskan mengambil langkah cepat menuju pintu kamar. Baru saja tangannya hendak memutar kenop, tiba-tiba tubuhnya sudah didorong dan mencium dinding di samping pintu. Bohong kalau Akemi mengatakan ia tidak menahan sakit kala itu.

"Gue gak bakalan biarin lo kabur untuk kedua kalinya."

Akemi takut. Ia dapat merasakan tangan dingin di bahunya meskipun bahunya tertutup baju.

Napas Akemi mulai tidak terkontrol karena takut, dan tentu saja laki-laki yang baru saja memberinya serangan segera menotisnya. Laki-laki itu menyeringai, senang melihat mangsanya ketakutan.

"Gue gak suka ada saksi mata. Jadi, gue bakalan—"

"Be-bentar! Jangan bunuh gue!"

"Ha?"

"Gue ... gue janji gak bakalan bilang siapa-siapa. Gue gak akan bocorin ini tapi jangan bunuh gue ...."

Memang mangsa yang ketakutan itu justru lebih sedap.

"Memangnya lu pikir gue bisa segampang itu percaya sama manusia? Lebih baik gue bikin lu diem selamanya dan makan lu daripada harus biarin lu bebas."

"Ka-kalau gitu ... kalau gitu lu boleh minum darah gue, tapi jangan sampe gue mati! Te-terus ... terus gue janji gak akan bocorin ini ke siapa-siapa."

Laki-laki itu terdiam. Baru kali ini ia mendengar kalimat itu setelah ratusan tahun hidup. "Emangnya darah lu itu seenak apa sampe lu bisa ngomong kayak gitu?" lelaki itu berbisik, membuat Akemi semakin merinding.

Tidak ada lagi pembelaan yang dapat Akemi lontarkan di delam kalutnya akan rasa takut. Mungkin dia harus mulai memasrahkan diri dan memanjatkan doa pengampunan sebelum nyawanya terenggut.

"Hee~ tapi tidak buruk juga. Kau masih sangat muda, jadi rasa darahmu akan lebih baik dari yang kemarin." Laki-laki itu seperti sedang mempertimbangkan tawaran Akemi. "Baiklah, dengan catatan kau harus mengikuti instruksiku untuk menjaga pola makan dan pola hidup yang baik."

Akemi hanya mengangguk. Untuk saat ini setidaknya ia ingin merasa sedikit tenang, tidak diselimuti rasa takut.

Akhirnya Akemi dilepaskan. Ia dapat bernapas lebih lega untuk sesaat. Ya, sesaat sebelum tiba-tiba lelaki di depannya menyerang kembali. Kali ini Akemi bahkan tidak sempat bereaksi. Yang Akemi rasakan hanya rasa perih pada bahunya selama beberapa saat, kemudian rasa pusing di kepala.

Suaranya tercekat, tidak mampu bersuara sedikitpun.

"Udah gue duga darah lu gak seenak itu. Setidaknya darah lu masih terasa segar kayak remaja pada umumnya." Ocehan laki-laki itu tidak sepenuhnya Akemi dengar karena kepalanya yang terasa berat dan pandangannya yang sedikit memudar.

Akemi memegangi kepalanya yang semakin berat.

Laki-laki itu menyadarinya dan mengangguk. "Memang pengalaman pertama tidak selalu baik, tapi nanti lu pasti terbiasa."

Entah apa yang laki-laki ini bicarakan Akemi tidak tahu. Yang ia ketahui hanya tiba-tiba dunianya gelap dan ia kehilangan kesadaran.

"Merepotkan. Mungkin lain kali saja membahas ini."

-End?-

-Narake-

Threads (Harai Kuko x OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang