15. déjà vu (Reincarnation AU)

1 0 0
                                    

Beberapa orang percaya bahwa déjà vu merupakan sebagian ingatan kita—manusia—yang tersisa dari kehidupan sebelumnya. Bagi mereka yang percaya akan konsep reinkarnasi mungkin akan mempercayainya. Terlepas dari itu, déjà vu bukan lagi hal yang asing dan mungkin saja dialami cukup sering oleh sebagian orang.

"Kayaknya aku mengalami déjà vu deh!" serunya tiba-tiba.

Remaja laki-laki di sampingnya sedikit terkejut. "Akemi-san kenapa tiba-tiba bilang begitu?" tanya laki-laki dengan rambut hitam sepunggung yang dihiasi highlight kuning di ujungnya.

Yang ditanya berdiam diri sejenak dan membuat pemberi pertanyaan—Jyushi—kembali mengajukan tanya, "Akemi-san kok diem?".

Akemi menggeleng sebagai jawaban. "Entahlah, aku merasa seperti mengalami déjà vu. Rasanya samar-samar tapi aku yakin kalau itu déjà vu."

"Akemi-san bicara begitu karena habis baca manga yang kemarin itu ya?"

Perbincangan dua sahabat itu terus berlanjut seiring langkah mereka turut membawa dua remaja ini ke sebuah toko buku tua di pinggir jalan. Sudah sejak dua minggu lalu mereka merencanakan hari ini setelah beberapa kali harus dengan berat hati membatalkannya karena beberapa alasan.

Pada akhirnya, di sini lah mereka sekarang. Di depan toko buku tua dengan segala macam buku-buku lusuh di dalamnya yang dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

"Kau yakin buku itu ada di sini?" bisik Akemi.

Jyushi dengan penuh percaya diri mengangguk. "Dosenku menyarankan aku untuk mencari buku-buku tua di sini."

"Ngomong-ngomong ... dimana penjaga tokonya?" Akemi celingak-celinguk mencari seseorang yang mungkin saja merupakan penjaga toko tua tersebut.

Jyushi sendiri tidak mengetahuinya dan hanya angkat bahu.

Tanpa ragu Akemi melangkah masuk lebih jauh ke dalam toko sementara Jyushi sibuk mencari buku yang ia inginkan di rak-rak berdebu. Meja yang ia sangka sebagai kasir tempat sang penjaga toko seharusnya berada terlihat berantakan dengan beberapa tumpukan buku di atasnya, beberapa pena dan kertas-kertas yang entah apa gunanya. Di balik meja itu pun terdapat kursi tua dengan busa yang bahkan sudah tidak terlihat cukup nyaman untuk diduduki. Tidak terlalu jauh dari sana Akemi menangkap sebuah pintu yang sepertinya merupakan gudang dari toko buku tersebut. Bukan Akemi namanya kalau tidak mengikuti kata hatinya yang penuh rasa penasaran.

Akemi mendekati pintu tersebut dan hendak memutar kenop pintu sebelum sebuah suara nyaring hampir menulikan indera pendengarannya.

"WOY! NGAPAIN KALIAN DI TOKO GUE!?" seorang laki-laki dengan tampang yang sama sekali tidak ramah—dan ingin Akemi nilai dengan bintang satu—datang sambil berlari dan marah-marah.

"E-eh ... anu ... kami ..."

"KALIAN MAU MALING YA!? Ah, tapi untuk apa ada orang yang mencuri buku busuk di sini? TAPI APA TUJUAN KALIAN DI SINI!?"

Akemi langsung membatin, "Siapa sih orang ini?" dan menatapnya dari atas ke bawah. Dalam sekali lihat orang ini terlihat seperti seorang preman. MASA ADA PREMAN DI TOKO BUKU JELEK BEGINI!?

"Bu-bukan! Kami bukan—"

"Heh, kau jangan asal menuduh! Kami bukan maling! Kau sendiri siapa!?" Akemi datang membela Jyushi yang sebelumnya dituduh maling oleh laki-laki yang datang entah dari mana.

Sekarang Akemi yang berhadapan langsung dengan laki-laki yang baru saja mengaku sebagai penjaga toko buku yang tengah ia singgahi. Jawaban tersebut membuat Akemi—sekali lagi—menatap laki-laki itu dari atas ke bawah dengan tatapan tidak percaya.

"Terserah kalau kau tidak percaya! Memang aku yang punya toko ini—lebih tepatnya Bapakku, tapi aku yang menjaganya."

Sebenarnya Akemi tidak peduli toko buku ini milik Ayahnya atau bukan, yang membuatnya tidak percaya adalah laki-laki yang tidak memiliki sopan santun ini adalah seorang penjaga buku. Dalam bayangan Akemi hanya ada penjaga buku yang ramah dan bertutur baik, tidak seperti laki-laki di hadapannya ini.

Laki-laki itu akhirnya menghela napas. "Kalian mau cari buku apa?" tanyanya—kali ini sedikit lebih tenang dan lembut, walaupun masih terdengar menyebalkan.

"A-ah, itu, aku sedang mencari buku ..."

Suasana perlahan mencari saat laki-laki si penjaga toko itu membantu Jyushi untuk mencari buku yang Jyushi inginkan. Akemi enggan mengekor dan memilih untuk mendatangi rak buku lain. Mungkin saja akan ada buku yang membuatnya tertarik untuk membelinya. Sesekali ia mengambil buku secara acak dan membaca judulnya, membuka halaman secara acak dan membacanya sekilas sebelum kembali meletakkannya di rak.

"Oh, sepertinya ada di gudang. Ayo, ikut aku ke gudang."

Ah, pintu tadi ternyata memang gudang. Dituntun oleh rasa penasaran, akhirnya Akemi mengekor masuk ke dalam sana. Seperti yang Akemi bayangkan, di dalam gudang penuh dengan tumpukan buku-buku lusuh dan terlihat tua. Meskipun demikian, ia dapat menilai tempat tersebut terhitung bersih sebagai sebuah gudang.

Sementara Jyushi dan penjaga toko itu mencari buku yang Jyushi inginkan, Akemi kembali berkutat dengan dirinya sendiri. Mencari buku secara acak, membaca judulnya dan mengembalikannya ke tempat semula.

"Seharusnya ada di sekitar sini—"

Drrtt! Drrtt!

"Ma-maaf, sebentar." Jyushi langsung pamit undur diri dari gudang saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya. Segera ia mengangkat panggilan tersebut dan berjalan keluar dari gudang sebelum bicara dengan seseorang di panggilan tersebut.

Suasana di gudang begitu hening. Antara Akemi dan laki-laki penjaga toko itu tidak ada yang bicara. Bahkan, sayup-sayup mereka dapat mendengar Jyushi yang bicara di luar gudang.

"Oh, ketemu!" seru laki-laki itu.

Suara itu membuat Akemi menoleh secara reflek. Sebuah buku tua dengan sampul yang tidak asing bagi Akemi ada di tangan laki-laki itu. Tidak salah lagi, itulah buku yang Jyushi inginkan.

"Syukurlah akhirnya kete—AAA—!"

Lampu gudang mendadak padam entah karena apa, tetapi yang pasti membuat Akemi terkejut. Ruangan yang semula dapat ia lihat dengan jelas mendadak lenyap ditelan kegelapan.

Segera Akemi mencoba meraih ponselnya, tetapi langsung terjatuh karena ia bergerak terlalu tergesa-gesa. Rasa takut menyelimutinya kala ia tidak dapat menemukan sumber cahaya, dan satu-satunya harapan yang ia miliki—yaitu ponselnya—harus terlepas dari genggamannya.

"Oi, tenang." Sebuah suara mendekatinya dan samar-samar di balik kegelapan—yang mulai terbiasa dilihat mata Akemi—terulur sebuah tangan. "Sorry, emang listrik di sini agak bermasalah jadi sering kali padam sendirinya."

Tidak lagi berpikir dua kali, Akemi langsung meraih tangan itu dan segera dituntun keluar dari gudang. Toko buku tua itu gelap, tetapi sedikit lebih terang dibandingkan dengan gudang.

"Akan kuperiksa listriknya sebentar," ujar laki-laki itu usai melepas genggaman tangannya dari Akemi.

Tidak lama setelahnya lampu di dalam toko tersebut kembali menyala. Ketiganya kembali ke dalam gudang untuk mengambil buku dan ponsel yang tertinggal di sana. Saat Jyushi sudah menemukan buku tersebut, ia langsung membayarnya dengan harga yang sudah disepakati dan pergi meninggalkan toko tersebut bersama dengan Akemi.

"Akhirnya ketemu~!" seru Jyushi wajah berseri yang tiba-tiba berubah ketika melihat raut wajah Akemi yang berjalan di sampingnya. Dengan sedikit khawatir Jyushi mengajukan tanya, "Akemi-san kenapa?"

Sebelum menjawab Akemi sempat terdiam sampai ia angkat suara. "Sepertinya aku baru mengalami déjà vu."

"LAGI!?"

.

"... tadi ngapain kutawarin dia pegangan tangan?" laki-laki si penjaga toko itu akhirnya hanya menggidikkan bahu dan kembali pada pekerjaannya.

-End-

-Narake-

Threads (Harai Kuko x OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang