09 Unpredictable Mess

435 6 1
                                    

Sesuai janjinya, Yus memberiku pinjaman jadi aku bisa membayar cicilan hutangku sebelum akhir bulan ini. Aku langsung menghubungi Mr. Tan setelah mentransfer sejumlah uang tersebut, tapi yang mengangkat telepon ku rupanya adalah anak buahnya yang kemarin menghubungiku untuk menagih.

"Udah kan? Tuh dan saya bayar tunggakan saya yang dua bulan lalu." kataku.

"Hmm ... ya bagus ... bagus. Tapi, ada yang terlupakan nona Ros." jawab lelaki itu.

"Apa lagi sih!"

"Dendanya ... nona Ros."

"Aa—paa!! Kemarin kan anda nggak ada menyinggung soal denda." seru ku dengan ketus.

"Hhhh ..." terdengar suara nafas lelaki yang amat berat. "Namanya keterlambatan sudah pasti ada denda. Coba nona baca lagi di surat perjanjiannya nona Ros."

'Sial, kenapa aku nggak memperhatikan soal denda itu.' aku mencelos sendiri.

"Lebih baik nona komitmen untuk membayar ya, karena jika tidak ... hmm—" suara berat lelaki itu kembali bergumam. "... untuk ladyboy secantik nona Ros ... sepertinya bakal laku keras kalau dijual ke juragan rekan bisnis Mr. Tan, yang kebetulan ... lagi mencari peliharaan. Ya, buat mainan baru di istananya ... di Mesir."

"Bicara apa anda?"

"Ha–ha–ha ... nona Ros pernah terbayang kalau jadi selir juragan Arab Mesir? ... Oh, lelaki-lelaki seperti itu ... nafsu seks mereka ... lebih dari sekedar kata DAHSYAT. Saya jamin libido mereka SANGAT–AMAT–BESAR!" ujar lelaki itu. "Seperti yang saya bilang ... kalau nona Ros melanggar perjanjian hutang dengan Mr. Tan, ya kami akan bisa melakukan apa saja terhadap anda. Omong-omong ... boleh juga ya jalan-jalan ke Denpasar. Gimana suasana pantai di Bali? Sangat cerah ya? Ha–ha–ha ..."

Aku hanya terdiam.

"Jangan coba-coba melarikan diri ataupun menghindar ya nona Ros."

"Hei! Saya nggak akan menghindar! Saya pasti bayar hutang saya!" ujarku berseru.

"Baiklah ... kami tunggu pembayaran cicilan berikutnya, dan ... jangan lupa ditambah denda yang bulan lalu. Ha–ha–ha ..."

Oke ini waktunya serius, gue udah harus mencari duit buat support keuangan gue sendiri sebelum hutang gue makin numpuk.

"Eh, kenapa lo nggak coba cari kerja lewat internet?" usul Yus. "Kan banyak tuh sekarang website-website yang nawarin job freelance."

Oh iya benar juga sih, tapi masalahnya ... aku tidak tahu apa keahlianku. Aku sudah mencoba melihat beberapa jenis pekerjaan yang dicari untuk freelancer;

Content writing; Copywriting;—Segala yang berhubungan dengan tulis menulis? Sepertinya itu bukan bidangku. Waktu di Sekolah Dasar ada pelajaran mengarang, aku bisa membuat judulnya saja sudah sukur apalagi bisa merangkai satu paragraf—oh, itu rasanya seperti sudah bikin novel satu buku penuh dengan 50.000 kata. Tidak ... tidak ..., merangkai kata bukanlah keahlianku. Web designer; Wah apalagi ini ... aku sama sekali nggak ngerti cara membuat web yang entah apa itu kode-kodenya. HTML, CSS, ah—apalah itu, aku nggak pernah belajar urusan teknologi. Graphic Design; ini juga lupakan saja deh. Code engineer; Programmer;—Aduh, kan udah kubilang aku gaptek ... boro-boro ngerti urusan IT. Jauh banget deh dari bidangku, kuliahku yang Sarjana Ekonomi aja nggak selesai sama sekali.

"Yah ... jadi apa donk???" ujar Yus dengan ketus. Dia pasti kesal mendengar keluhan-keluhan ku.

Aku sendiri aja bingung apalagi Yus. Huh, kepala gue ini isinya apa sih? Kenapa sih gue nggak bisa jenius apa pinter dikit gitu.

"Oh iya ya ... kenapa lo nggak coba cari kerja di salon?" usul Yus lagi.

"Salon? Kesannya ras-ras kayak gue, sebangsa bencong, pasti ujung-ujungnya kerja salon gitu ya?"

TRANSGENDENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang