17 Rice Cooker vs Dandang

280 6 1
                                    

Hari demi hari berlalu—Yus kedatangan tamu lagi, namun yang kali ini bukan lagi para rombongan rentenir laknat yang kemarin. Ada tiga orang turun dari mobil travel persis di depan warung Yus. Sepasang lelaki dan wanita yang sudah sama-sama berusia lanjut, nampaknya mereka berdua adalah suami istri. Kemudian ada satu orang lagi yang bersama mereka, yaitu seorang gadis muda.

Ketiga orang tersebut masih celingak-celinguk depan warung, mungkin memastikan jika tempat yang mereka tuju itu tidak salah. Akhirnya Yus pun ke depan untuk melihat.

Sesaat kemudian langsung terdengar suara yang saling bersahut-sahutan akrab.

"Bapak! Ibu! Astaga, kenapa nggak ngabarin Yus kalau mau kemari?"

"Kita sengaja datang buat kasih kamu kejutan." kata ibu.

"Iya, karena ... ini akan jadi hari bahagia kamu. Kami berdua membawa kabar baik buat masa depan kamu." kata bapak.

"Kabar baik? Masa depan??" Yus masih belum mengerti dan terheran-heran.

Oh, ternyata yang datang adalah kedua orang tua kandung Yus—Pak Sukri dan bu Idjem.

Juga ada satu orang cewek yang ikut bersama mereka kelihatan masih sangat muda, seperti anak baru lulus SMA. Gadis itu berkulit gelap khas kulit melayu Jawa, mungkin lebih biasa disebut 'sawo matang'. Penampilannya sangat sederhana, baju blouse warna pucat motif bunga-bunga, dan rok panjang sebetis. Wajahnya polos tanpa makeup sama sekali, tidak ada bedak bahkan lipstik sedikitpun. Perempuan itu dari tadi diam saja dan nampak malu-malu.

Aku pun juga hanya tersenyum ramah dan ikut menyambut mereka semua masuk.

Awalnya aku sempat takut apabila di antara pak Sukri maupun bu Idjem ada yang mengenali diriku. Namun ternyata mereka berdua tidak mengenaliku sama sekali. Mungkin karena kami juga dari dulu belum pernah ketemu langsung.

Kedua orang tua Yus tinggal di kampung, sedangkan aku hanya bergaul dengan Yus selama di kota waktu dulu kita kuliah dan kos bareng. Aku belum pernah main ke rumah keluarga Yus yang di kampung.

Yus lantas mengajak mereka semua naik ke atas saja karena di lantai dasar terlalu sempit.

Aku membantu membuatkan minum dan menyajikannya di meja, kemudian aku kembali turun ke bawah untuk jaga warung. Lagian kan nggak mungkin aku ikut-ikutan terlibat obrolan intern keluarga mereka.

'

Tapi dari lantai dasar pun pembicaraan di lantai dua bisa terdengar dengan cukup jelas.

"Bapak, kenapa datang mendadak gini? Coba kabarin Yus dulu. Omong-omong bapak sama ibu naik apa kemari?" Yus memulai pembicaraan.

"Kita semua naik kapal laut." jawab pak Sukri.

"Tuh kan ... coba kalau bilang dari kemarin kan Yus bisa belikan tiket pesawat buat kalian semua."

"Waduh, bapak sama ibu ndak bisa naik pesawat. Lebih aman naik kapal laut saja." balas pak Sukri.

"Ah gimana sih pak ... kalau berangkat Umroh atau mau naik haji kan juga mau nggak mau harus naik pesawat." ujar Yus.

"Ah, ya itu urusan nanti." jawab bapak. "Oh ya ... Yus, itu siapa?" tanya bapak pada Yus. Yang dimaksud pak Sukri tentu adalah diriku.

"Oh itu teman kuliah Yus dulu, namanya Rosmawati. Dia merantau ke Bali dan bantu-bantu di warung Yus." balas Yusman. "Sekarang ... ya, Yus juga kebetulan pacaran sama dia."

"Apaa?? Dan ... kalian tinggal berdua satu rumah!?" kata pak Sukri.

"Ya, nggak masalah koq. Kita berdua kan udah sama-sama dewasa, udah tau batasan-batasannya." balas Yus.

TRANSGENDENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang