14 Nikmat Wanita

509 6 3
                                    

Hari demi hari berlalu, aku tahu Yus jelas tidak senang melihatku terlibat dengan pekerjaan yang membuatku pulang pergi larut malam. Apalagi seringnya aku baru sampai rumah dini hari, bahkan kadang aku juga pulang pagi.

"Lo kerja di kelab malam ya?" tanya Yus.

"Hmm, ya ... bisa dibilang begitulah." ku jawab.

"Apa lo nggak kepikiran untuk nyari kerjaan lain, yang nggak musti seperti wanita kupu-kupu malam gitu?"

"Ya ... terserah deh lo mo nyebut gue wanita malam sekalipun. Tapi saat ini gue nggak punya banyak pilihan."

"Btw, gue udah tau apa yang terjadi di salon tante Lulu, tapi pasti next time kan bisa lebih berhati-hati kan." kata Yus. "Kalau lo mau ... gue ada kenalan yang mau buka toko souvenir, dia butuh pegawai untuk jaga toko. Apa lo nggak minat?"

"Yus ... lo pikir ... berapa gaji penjaga toko souvenir? Sedangkan lo kan tau berapa banyak cicilan hutang gue."

"Ya ... gue tau, tapi ..."

"Tapi apa?"

"Maksud gue—" Yus hanya bicara sepotong.

"Yus ... apa sih yang lo pikirin tentang gue? Kesannya lo memperlakukan gue kayak cewek beneran? Tenang aja sih, apapun yang gue lakukan nggak ada yang bakal bisa hamilin gue juga."

"Tapi emang lo mau hidup kayak wanita malam gitu?" Yus membalas. "Lo sendiri kan yang bilang, dari dulu lo nggak suka sama yang namanya kehidupan malam."

"Ya hal apapun bisa berubah karena situasi dan kondisi kan." ku balas. "Lagian ... emang kenapa? Koq jadi kesannya lo kayak cemburu gitu?"

"Eeehh—, yaa ... bukan gitu maksud gue ..., cuma ..., yaa—" tiba-tiba Yus seperti salting-salting ga jelas.

"Eh, ngapain lo cemburu sama gue? Emang kita pacaran?" balasku. "Astaga Yusman ... eh mending lo beneran cari pacar deh. Lo itu udah terlalu lama kesepian bro."

"Apaan sih lo! Gue nggak pengen cari pacar. Ini nggak ada hubungannya gue kesepian, jomblo apa gimana. Gue ... cuma—"

"Eh, Yus, lo mo ngomong apa sih? Dari tadi lo tuh bicaranya nggak jelas banget tau nggak sih!"

Yus pun terdiam.

"Yus ... mungkin lebih baik udah saatnya gue harus tinggal sendiri. Gue juga kan nggak mungkin ngerepotin lo terus seperti ini."

"Kenapa? Lo udah nggak nyaman tinggal bareng gue?"

"Lho ... bukan gitu. Gue kan cuma bilang kalo—"

"Nggak perlu!" Yus langsung memotong ucapanku. "Oke ya udah ... kita nggak perlu bahas ini lagi. Tapi selama lo di Bali pokoknya lo harus tetap tinggal bareng gue apapun yang terjadi."

Aku pun terdiam tidak berkomentar.

"Ya udah Ros, sekarang gue harus pergi dulu sebentar. Gue mo belanja ke grosir karena ada yang harus gue beli buat warung. Lo mo ikut nggak?" katanya padaku.

"Oh, nggak perlu deh. Gue di rumah aja."

"Ya udah, warungnya tutup aja dulu sampai gue balik."

"Oke."

Entah bagaimana, saat itulah aku malah langsung kepikiran untuk kabur. Maksudku ya ... sepertinya aku terpaksa meninggalkan Yus untuk saat ini. Supaya aku bisa fokus kerja dengan mami—setidaknya selama enam bulan ke depan—sampai aku punya cukup uang untuk melunasi hutangku pada Mr. Tan. Ketimbang aku dijual ke juragan Arab dan jadi budak seks seumur hidup.

Aku lantas mengemas barang-barangku, aku hanya bawa satu tas travel bag saja untuk baju-baju yang sering kupakai dan satu tas lagi untuk keperluanku yang lain. Aku meninggalkan pesan buat Yus, juga sejumlah uang cash setengah dari hutangku pada Yus, sisanya aku akan transfer lewat m-banking.

TRANSGENDENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang