Setelah kunjungan ke rumah sakit selesai, Amato memutuskan pergi ke kantor, takut-takut masalah di sana bertambah menjadi.
Namun, niatnya itu hilang saat sebuah panggilan telepon dari nomor tak dikenal menghubunginya. Alis Amato mengerut, ia berniat menolak panggilan telepon, tapi nomor itu malah terus memanggilnya sebanyak lima kali, membuat Amato pada akhirnya mengangkat panggilan telepon itu.
Belum apa-apa, suara khas yang begitu ia kenali menyapa indra pendengaran miliknya. Sangat keras hingga ia hampir melempar ponselnya kar'na kaget.
"Amato! Kau gila? CEPAT PULANG, BODOH!"
Dan panggilan terputus, Amato diam, bergeming di tempatnya. Apa-apaan orang tua ini? Begitulah isi pikiran Amato.
"Apa ada masalah, Pak?" Rio bertanya, matanya masih fokus pada jalanan sore ini.
"Putar arah, kita pulang."
"Pulang ke mana?"
"Kau pikir ke mana lagi, Rio? Tentu saja ke rumahku!"
Rio tersenyum lima jari. "Siap, Bos!"
--
Amato melangkah masuk, meninggalkan Rio yang memilih duduk di teras — menghirup udara segar. Kalau ditanya, feeling Amato tidak enak.
Belum apa-apa, baru sepuluh langkah ia memasuki rumah, tamparan keras sudah mendarat di pipinya, Amato membuang muka, panas merambat di pipi.
"Jadi orang tua goblok banget kamu! Beliung lagi depresi, ngurung diri di kamar tiga minggu dan kamu malah keluyuran? Mau jadi orang tua kaya apa kamu, hah?"
Amato membeku, memproses apa yang terjadi. Ia menatap nanar perempuan di depannya; Adisthi Abha Kumala — mertuanya, ibu dari Kuputeri yang saat ini tengah terbakar amarah, terlihat dari wajahnya yang memerah dan nada suaranya yang ... aneh?
Beliung? Siapa dia?
Oh, tunggu. Pasti maksudnya Taufan.
"Bukan Beliung, Umi. Taufan, kami mengganti namanya," jelas Amato, ia mengusap-ngusap pipinya yang panas, sedikit meringis. Dalam pikirannya, Amato bertanya-tanya sejak kapan Distha mampir. Benar-benar tidak peduli ucapan Distha barusan.
Karena menurutnya, Taufan baik-baik saja.
Bodoh sekali."Kamu pikir saya peduli!?" Distha menunjuk-nujuk Amato, tangannya bergetar sangat hebat, Amato bisa menangkap mata Distha yang berair, juga suara pilu Distha yang ditahan-tahan. Sepertinya bukan hanya amarah, Distha juga diselimuti ketakutan, "lihat anakmu! Sibuk saja kamu berkerja sampai tidak tau ... tidak tau anakmu mencoba bunuh diri, Amato!"
Kala Distha mengatakannya, jantung Amato seperti berhenti berdetak. Amato gelagapan membalas ucapan Distha, ia kebingungan — khawatir. Matanya membola sempurna.
"A ... apa?"
"BELIUNG! TAUFAN! ANAKMU MENCOBA BUNUH DIRI, AMATO!" pekik perempuan itu, pecah sudah tangis Distha, ia ambruk bersimpuh di lantai. Isak tangisnya memecah ketegangan yang sedari tadi tercipta. Punggungnya bergetar, ia begitu lemas, tak kuat berdiri.
Amato bergeming, mematung tak percaya. Bibirnya getir. Ia berjongkok, masih dilanda kebingungan.
"U-umi ... di- di mana Tau- maksudku, Beliung?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Mimpi [OG]
Fanfiction"Apa gue nggak layak merjuangin mimpi gue?" ------ Orang-orang selalu bilang, mimpi Taufan itu sampah, tapi Taufan percaya, dia bisa, selama mereka ada. Walaupun melihat, selalu membuatnya jengah. Meski tiap membuka kelopak mata, kelabu yang menyamb...