Sembilan

43 3 0
                                    

Gita menatap pemandangan di depannya dengan perasaan haru. Farrel tengah mengobrol dengan Arjuna sedang di pangkuannya ada Malikha dengan empeng di mulutnya. Farrel, Nugo dan Nathan memang lebih sering berkumpul akhir-akhir ini. Kadang di tempat makan, di rumah Nugo atau di event sunday morning.

"Ngga keliatan Farrel nggak suka anak-anak deh. Look, Malikha aja jarang seanteng itu sama bapaknya."

Gita setuju, entah kenapa Farrel mengklaim dirinya tidak menyukai anak-anak sedang yang dia lihat adalah sebaliknya. Kecuali saat Alfa ngompol dan kebetulan sedang dipangkunya. Atau saat putra pertama Arikh itu rewel dan nggak tahu maunya apa, Farrel jadi pusing dan ikut marah-marah. Dia jadi ingat obrolannya dengan pria itu minggu lalu di rumah Mama.

"What about having a baby?"

Pria itu langsung menatapnya sambil kedua alisnya bertaut. Tiga detik selanjutnya dia kembali sibuk dengan game di ponselnya.

"Kenapa tiba-tiba bahas itu sih? Kamu hamil?"

Gita mendengus kemudian menggamit tangan kiri Farrel, yang langsung mengusap kepalanya pelan sementara pandangannya masih fokus ke benda kecil berukuran lima inchi di tangannya.

"Engga. Belum. What do you think?"

Farrel meliriknya lagi, "Kayaknya kita udah pernah bahas ini deh. Nanti. Aku rasa belum waktunya aja buat having a baby..."

"Kalau aku hamil?"

Kali ini Farrel benar-benar menatapnya. Diletakannya ponselnya di atas nakas.

"Ya nggak pa-pa. Kadang Tuhan punya keputusan yang lebih baik dibandingkan rencana-rencana kita kan?"

Pria itu menghela nafas kemudian menegakan duduknya jadi bersandar. Di sapunya sekeliling.

"Mama-Papa nggak ada. Nayla lagi belajar di kamar."

Pria itu mengangguk, "Listen. Belum pengin punya anak bukan berarti ngga mau punya anak Sayang, tapi ada waktunya. Why? Ada yang ganggu pikiranmu?"

Gita menggeleng.

"Coba kalau Malikha-nya rewel. Farrel juga langsung kabur, Dis"

Kali ini perempuan manis di sampingnya terkekeh setuju.

"Lo sendiri?"

Gita menatap Gadis yang tengah menatapnya. Kemudian kembali ke bapak-bapak di depan sana.

"Punya anak itu kesepakatan bersama kan? Ngga bisa gue kepengin banget sementara pasangan gue bilang belum waktunya..."

"It's mean that?... Kalau dibilang siap, sampe sekarang gue sama Nugo juga masih belajar. Sering banget gue ngga ngerti maunya anak gue apa. Orang-orang yang ngga tahu bakal mikir kalau gue ibu yang jahat, ngebiarin anaknya nangis sampai sebegitunya. Gue juga masih belajar, dan kalaupun orang-orang itu ada diposisi gue belum tentu dia juga ngerti..."

Gita paham maksud kata-kata Gadis. Bahwa dia dan Farrel hanya sembunyi di balik alasan 'belum waktunya'. Kadang dia juga ngerti sebenarnya Farrel takut, karena seperti yang pernah pria itu bilang, kalau menjadi orang tua itu tanggung jawabnya besar. Ilmu parenting hanya ilmu karena setiap anak pasti memiliki karakter dan respon yang berbeda-beda. Dia paham suaminya belum siap, dan sialnya dia juga sama.

***

"Kita perginya lain kali aja ya? Nanti kita atur jadwal lagi"

Mood Gita langsung terjun bebas. Bukan apa-apa, selama hampir satu tahun menikah. Dirinya dan Farrel jarang liburan bersama. Weekend adalah libur, tapi keduanya sering berurusan dengan keluarga dan kerjaan yang mendadak datang.
Minggu ini ada libur dua hari di hari Rabu dan Kamis sementara Jumat keduanya sepakat untuk ambil cuti disusul weekend. Mereka ingin ke Malang. Gita sudah lama nggak pulang ke rumah Kakeknya. Dia sempat cerita ke Nayla dan adiknya itu ingin ikut, mumpung libur panjang.

Epiphany (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang