Epilog

63 5 0
                                    

"Mama apa kabar?"

Perempuan di depannya masih diam sejak satu pertanyaan itu diberikan. Sekitar lima menit lalu. Gita menatap jam di pergelangam tangannya.

"Aku denger Mama..."

"Ngga perlu panggil saya begitu. Kamu bukan istrinya Farrel lagi!" potongnya tanpa basa basi.

Tahun berganti, dunia berputar tapi ada beberapa hal yang tidak berubah. Salah satunya adalah sikap wanita didepannya ini. Orang tua dari pria yang pernah sangat dia cintai. Hari ini Mama Farrel mengenakan atasan batik dengan lengan sebatas siku dan rambutnya yang hitam di gelung rapih. Tidak ada riasan berlebihan, kecuali lipstik yang terlihat lebih tegas dari yang bisa dia ingat. Mama Farrel jelas terlihat tidak nyaman di dekatnya, seperti biasa.

"Makasih Tante udah mau dateng dan maaf kalau saya ganggu waktunya padahal Tante masih harus istirahat."

"Ngga perlu makasih, karena saya juga ada yang mau disampaikan ke kamu."

Sepanjang yang bisa dia ingat, Mama Farrel memang jarang menatapnya saat bicara, jadi harusnya saat ini dia sudah terbiasa.

"Kamu tinggalin anak saya, empat tahun lalu. Bikin hidup dia kacau berantakan, trus tiba-tiba sekarang minta dia bertanggung jawab atas anak yang kamu sebut darah daging anak saya?"

"Bahkan setelah berpisahpun kamu masih menjadikan anak saya boneka yang bisa kamu setel seenaknya. Begitu balasan kamu atas perasaan anak saya selama ini?"

Yola bilang dirinya harus berani menghadapi Tante Sarah. Jangan hanya lari. Jangan hanya diam dan membiarkan orang-orang semakin salah paham. Bukannya menghadapi dengan kepala dingin dan bersikap dewasa, dirinya lebih memilih bersembunyi di belakang Farrel.
Gita menghela nafas panjang sambil meremas jari-jarinya erat.

"Saya minta maaf atas apa yang udah saya lakukan selama ini ke Tante sama Oom, juga Farrel."

"Tapi Skala..." Gita menggeleng sembari air matanya lolos, "Skala memang anaknya Farrel."

"Anak saya ngga mungkin berbuat begitu" sergah Tante Sarah seketika.

"Saya tahu, karena itu saya minta maaf. Maaf karena membuat Farrel melanggar janjinya ke Tante selama ini."

Satu hal tidak masuk akal yang membuatnya dijanjikan akan diterima adalah mereka sepakat tidak ada anak dalam pernikahan. Harusnya sejak saat itu dia memilih mundur. Bahkan harusnya sejak awal dirinya tidak pernah kembali. Saat Farrel mengatakannya dulu, mereka sempat bertengkar tapi hanya sebentar. Karena lagi-lagi Farrel berjanji akan mencari solusi dan berhasil meyakinkannya.

"Nanti aku yang jelasin, Mama pasti ngerti."

Tapi toh Tante Sarah tetap tidak mengerti dan dirinya bahkan tidak pernah merasa diterima sebagai keluarga. Bahkan dibandingkan Rania, Tante Sarah justru lebih dekat dengan istri dari sepupu suaminya itu.

"Tante, saya juga seorang ibu sekarang. Walaupun saya ngga tahu gimana tepatnya perasaan Tante selama ini. Tapi buat saya, saya cuma pengin anak saya bahagia. Karena apapun yang membuat Skala bahagia, saya akan berusaha bahagia juga atas alasan yang sama."

"Kemarin Skala minta naik sepeda sendiri, padahal saya tahu kalau dia belum bisa naik sepeda sama sekali. Mungkin buat Tante, keputusan saya mengijinkan anak saya naik sepeda sendiri itu salah. Ya, saya juga sempet mikir begitu."

"Tapi toh dia nggak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Walaupun dia harus jatuh berkali, terluka berkali-kali saya ngga bisa melarang dia bersepeda hanya karena saya ngga suka naik sepeda. Yang bisa saya lakukan dan semoga akan selalu saya lakukan adalah berada di sampingnya, menemani dia tumbuh dan belajar sampai akhirnya dia berhasil atau memutuskan buat berhenti naik sepeda lagi."

Gita masih menautkan kesepuluh jarinya. Menatap gelas didepannya yang tidak juga berkurang sejak minuman itu disajikan. Sesekali dia menatap wanita didepannya yang air mukanya susah dijelaskan, antara benci, marah, kecewa tapi memilih untuk tidak mengatakan apapun.

"Saya kembali kesini bukan bermaksud meminta pertanggungjawaban Farrel atas Skala. Buat saya, selama Farrel mau bertemu sama anaknya, saya nggak berhak melarang dia sama sekali. Bahkan kalaupun dia nggak bersedia, biar itu jadi tanggung jawab saya buat jelaskan ini ke anak saya. Saya pulang karena saya ingin, dan ini ngga ada hubungannya sama Farrel."

Gita melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah lumayan lama, dan dia tahu wanita didepannya sudah tidak ingin bicara padanya.

"Tante..."

"Hallo, Nak... kamu lagi di kantor?... Mama boleh minta tolong dijemput?... di Sabang, nanti Mama chat alamatnya ya... Ngga pa-pa Mama tunggu kamu aja... Engga, habis ketemu seseorang... Farrel nggak bisa dihubungi, kayaknya dia sibuk... iya, makasih ya Rikh."
Tante Sarah meletakan ponselnya lagi diatas meja, kemudian tangannya kembali terlipat didepan dada.

"Mungkin dimata kamu, saya ibu yang jahat. Yang nggak peduli sama kebahagiaan anaknya sendiri. Tapi saya yang menyaksikannya berkali-kali. Saya tahu anak saya sangat mencintai kamu. Saya nggak meragukan itu. Saya cuma mau ngasih tahu kalau mencintai seseorang dengan berlebihan itu salah. Karena bagaimanapun, suatu saat kamu pasti akan menyakiti hati anak saya. Dan kalau sudah begitu, dia cuma punya kami, orang tuanya."

"Nggak ada hubungan yang akan baik-baik saja selamanya. Kamu mengharapkan apa dari anak saya?"

Lagi, Gita menatap seseorang didepannya. Dia tidak mengharapkan Tante Sarah akan menerima bahkan memaafkannya. Jangankan membuka hati, bersimpatu sedikit saja sepertinya akan mustahil. Tapi bukankah itu memang bukan tujuannya? Apapun yang akan dikatakan wanita ini, bagaimanapun berakhirnya pertemuan ini dirinya hanya ingin mengatakan apa yang selama ini tidak bisa dia katakan.

"Saya ngga pernah tahu pasti kenapa Tante sangat benci sama saya selama ini. Tapi kalau Tante berpikir saya akan merebut Farrel dari Tente sama Oom..." Gita menggeleng, "Saya cinta sama Farrel, tapi saya tahu cinta saya ke dia ngga cukup besar buat bikin dia selalu bahagia sama saya. Karena saya tahu, Farrel punya cinta yang lebih besar buat kedua orang tuanya. Jadi, dengan atau tanpa adanya saya Tante akan selalu jadi pemenangnya."

***

Hiii, akhirnya cerita ini kelar juga. Makasii buat temen2 yang udah menyempatkan baca sampai akhir.

Love 

Munn

Epiphany (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang