Malam yang dingin bagi seorang Adeline yang berdiri didepan sebuah halte bus di kawasan kota London yang lumayan padat.
Tatapan mata dari beberapa remaja yang melintas sama sekali tak dipedulikannya. Sekali lagi, mungkin dia terlalu lelah dengan seluruh kebencian yang di alamatkan padanya.
Bukan sekali dua kali Adeline mendapat serangan mendadak dari segerombolan remaja di tengah kota London yang padat, bahkan dia terlampau sering mendapat serangan itu. Paling tidak dalam sehari ada saja tatapan sinis yang menjurus padanya.
Beruntung Adeline punya hati yang tidak semudah itu dicairkan oleh amarah yang memuncak. Beruntung gadis itu bisa mengontrol emosinya dengan baik.
Beralih pada alasan mengapa Adeline mendapatkan kebencian di kehidupannya belakangan ini, jawabannya karena kehidupannya sekarang berubah sangat jauh.
Dia pergi ke London mengikuti sahabatnya, Vanessa yang bekerja sebagai model. Tak lama berselang, gadis itu mendapat tawaran untuk menjadi asisten seorang stylish bernama Lou Teasdale.
Tak disangka, hal tersebut merubah hidupnya semudah membalik telapak tangan. Dunianya jungkir balik, dia ikut tour keliling dunia bersama One Direction, bertemu dengan jutaan orang, dan menerima banyak komentar di media sosial, serta tentu saja cinta dari Louis Tomlinson.
Adeline bahkan tak pernah menyangka akan mendapatkannya, yang dia tahu Louis berpacaran dengan sahabatnya dan mereka sering jalan bertiga. Tapi tak ada niatan sama sekali untuk merebut Louis dari Vanessa dan sejak dulu Adeline hanya menganggap Louis sebagai sosok yang tak lebih dari seorang teman.
Lagipula apa untungnya merebut kekasih sahabatmu kalau ujung-ujungnya hanya akan menimbulkan pertikaian? Adeline bukan tipe orang yang mudah jatuh cinta, dan lagi Vanessa sendiri yang mengatakan kalau Louis telah bosan dengannya dan mungkin ingin 'mencari' kekasih baru.
Tapi kenapa harus Adeline yang menjadi sasarannya?
Lamunannya langsung buyar begitu sebuah mobil Range Rover hitam berhenti di hadapannya, beberapa saat kemudian si pengemudi membuka kaca jendelanya.
Adeline merendahkan kepalanya untuk melongok ke dalam. Dan ternyata, sosok di balik kursi kemudi tersebut adalah Niall Horan.
"Ayo masuk sebelum yang lain melihat," serunya dari dalam.
Adeline tampak berpikir sejenak, tapi begitu melihat wajah Niall untuk kesekian kalinya, dia pun meraih knop pintu mobil dan segera masuk kedalam.
"Malam-malam begini baru pulang?" ujar Niall mencoba memecah keheningan yang sempat terjadi diantara mereka.
Adeline menggeleng cepat, "Ada beberapa keperluan yang harus dibeli. Kau sendiri mau pergi kemana?"
"Menjemputmu," Niall sama sekali tak mengalihkan pandangannya selain pada jalanan kota London yang nyaris macet.
"Aku biasa naik bus. Lagipula, untuk apa kau menjemputku?"
"Aku mau menawarkan sesuatu padamu," kali ini, dia baru menolehkan kepalanya sebentar.
Adeline menggeleng tak mengerti, "Apa?"
"Menjadi asistenku," tutur Niall cepat.
Adeline berusaha keras mencerna perkataan lelaki itu. Sekali lagi, mimpi apa dia semalam sampai-sampai Niall menawarkan tugas sebagai asistennya?
"Kau bisa menikmati masa tenggang sebulan sebelum tour berlanjut." ujarnya begitu menyadari jika satu bulan kedepan dia punya waktu untuk pulang ke Manchester.
"Tidak bisa. Aku harus tetap bekerja, mengurus album baru dan hal semacamnya. Aku butuh asisten. Aku butuh teman."
Mendengar pernyataan Niall barusan, Adeline benar-benar tak mengerti kenapa Niall memilih dirinya diantara sekian banyak orang yang berharap ada di posisinya?
"Kenapa harus aku?"
"Karena Lou saja percaya padamu," cetus Niall begitu pemuda itu membelokkan mobilnya.
"Kau tahu kalau penggemarmu akan semakin menggila. Menjadi asistenmu bukan hal yang baik untukku dan mungkin kau," Adeline tampak berhati-hati dengan ucapannya.
"Oh kau takut karena Louis bisa saja cemburu?" Niall seolah menampar keras Adeline dengan pernyataannya barusan. Tidak, Niall tidak boleh menganggapnya lebih buruk lagi.
"Aku salah bicara ya?" pemuda itu akhirnya menyela. Melihat reaksi Adeline yang seketika terdiam membuatnya jadi merasa bersalah.
"Astaga demi Tuhan, apa yang dikatakan Louis padamu?"
"Dia mencintaimu." tutur Niall enteng.
"Aku bukan perusak hubungannya dengan Vane," Adeline bergumam. Berusaha menghapuskan perasaan tak enak hati dalam dirinya.
"Kau bilang apa barusan?" Niall mendekatkan kepalnya kearah Adeline, perkataan gadis itu tak sampai di telinganya.
"Kau mau membawaku kemana?" tepat. Adeline mengalihkan pembicaraannya.
"Pulang. Kau bisa mengemasi barangmu dan berangkat ke rumahku besok pagi."
Adeline menoleh dan membelalakkan matanya lebar, "Ke rumahmu? Aku tinggal di rumahmu?"
Tanpa banyak bicara, Niall menjawabnya dengan anggukan tegas.
"Kau keberatan?" tanya Niall mencoba memastikan.
Merasa tertantang, Adeline pun menggeleng pelan, "tidak sama sekali." sahutnya sembari memberikan sebuah cengiran.
Lantas kapan lagi dia bisa tinggal serumah dengan orang yang dicintai kalau bukan sekarang?
**
A/N: Courtney Eaton as Adeline Voyer on mulmed!
Jadi ceritanya dimulai pas mereka tinggal serumah.
Ada kemungkinan kalo reader lumayan banyak aku bakal bikin seri. Tapi gak ada keterkaitan satu sama lain, alias seri karena diambil dari tema yang sama :')
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison ╰☆╮ n. horan ✅
Fanfiction❝I pick my poison and it's you!❞ [ A Niall Horan fanfiction, written in bahasa ] copyright © paynefiction, 2015.