Hujan. Begitu pagi hari disambut dengan rintik air yang berjatuhan dari langit. Adeline masih berkutat dengan selimutnya yang hangat, enggan untuk beranjak sedetik dari sana. Lagipula, ini masih terlalu pagi untuk melakukan aktivitas dan dinding kamar mandi terlalu dingin untuk dirasakan, pikirnya.
"Good morning, Adeline." tapi suara merdu itu seketika membuat Adeline berjingkat terkejut. Gadis itu langsung terduduk sambil menutupi dadanya karena gadis itu hanya mengenakan bra semalaman.
Jangan tanya kenapa, karena Adeline memang suka melepaskan bajunya dan hanya menyisakan pakaian dalam saat tidur.
"Bagaimana kau masuk?" ujarnya gugup.
Sementara pemuda itu tertawa kecil, "Aku punya banyak kunci cadangan." lantas pemuda itu terduduk disamping Adeline selagi memandang kearah matanya.
"Nanti malam aku mau kau pergi ke pub bersamaku. Apa kau keberatan?" Adeline membelalak, lagi-lagi pengalaman pertama untuknya.
"Pub?" Adeline menghela napas perlahan.
"Kau bisa menolaknya, tapi aku akan tetap berangkat dan meninggalkanmu." tukasnya. Niall tampak menunggu keputusan Adeline dan akhirnya gadis itu mengangguk.
"Bisakah kau keluar sebentar?" tanya Adeline dengan wajah super polos.
Sementara itu Niall mengangkat sebelah alisnya tak mengerti, "Ada yang salah denganmu?"
Adeline meringis, mana mungkin dia akan menjelaskan pada Niall kalau dia hanya terbalut pakaian dalam dibalik selimut tebalnya?
"Aku.. Aku.." ujarnya terbata, "Aku ingin kentut."
Tapi perkataan Adeline barusan lebih memalukan daripada kenyataannya. Niall tak merespon, tapi dia tersenyum kecil, "Aku suka seseorang yang suara kentutnya lebih keras daripada suara kentutku."
"Astaga, baiklah aku mengaku -- aku hanya memakai pakaian dalam." seketika itu wajah Niall berubah serius. Adeline tak mengerti dengan perubahan signifikan tersebut.
"Oke, aku akan keluar." katanya. Adeline mulai menghembuskan napas leganya.
Tapi Niall segera mendekatkan tubuhnya, bahkan lebih dekat dari sebelumnya dan wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.
"Aku tunggu dibawah, buatkan aku sarapan." bisiknya. Tak terasa bibir pemuda itu telah mengecup lembut pipi kanan Adeline. Gadis itu terpaku sejenak, dia memperhatikan wajah Niall baik-baik.
"Aku akan segera mandi dan ganti baju." Adeline mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sorry." ujarnya merasa tak enak hati karena mengusir Niall.
"No, you have nothing to be sorry for." tukasnya. Pemuda itu bergegas keluar dan berdiri diambang pintu sebelum akhirnya berbalik badan, "Wanna drink a glass of beer for breakfast?"
Adeline yang mengira Niall telah pergi pun terkejut dan segera menyelimuti tubuhnya dengan selimut lagi.
"Yes! Sounds good." hanya itu yang bisa dia serukan. Lagipula diluar sedang hujan, siapa tahu minum bir bisa jadi kebiasaan baru dan menghangatkan tubuhnya.
Niall tersenyum kecil lantas menutup pintu kamar Adeline perlahan dan melangkah pergi menuju dapur.
▼
Dentum suara musik beraliran EDM dan lampu remang berwarna-warni nyaris menutupi seluruh ruangan. Sementara itu, di sebuah meja yang telah dipesan sejak kemarin, tengah terduduk seorang gadis dan pemuda yang saling mengeratkan pegangan tangannya.
Gadis itu baru pertama kali mencicipi yang namanya gemerlap dunia malam. Sebelumnya dia sama sekali tak pernah terpikir tentang dunia ini meskipun sahabat dekatnya sering menghabiskan waktu di pub atau club malam.
"Kau menyukainya?" pemuda itu berseru, suaranya terkalahkan oleh dentum musik yang cukup keras. Tapi gadis itu bisa menangkap percakapan tersebut.
"Untuk pertama kalinya, aku pikir ini tidak buruk." balasnya. Masih terus memandang sekeliling, siapa tahu ada beberapa orang yang dikenalnya.
"Ayo bersenang-senang, Eline? Jangan sia-siakan waktumu." pemuda itu beranjak, membawa sang gadis ke tengah-tengah lantai dansa dan menari seiring dentuman musik.
Adeline menikmati malamnya. Sudah dua slot gin yang dihabiskannya malam ini. Gadis itu sedikit mabuk secara fisik. Dia tampak sedikit sempoyongan saat Niall mengajaknya bergoyang. Tapi dia berusaha untuk tetap menikmati musik yang diperdengarkan.
"Vane tak pernah mengajakmu ke pub?"
Adeline menggeleng, menurutnya ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan Vane. Pikirannya langsung tertuju pada wajah seram Vane saat dia melanggar aturan. Adeline yakin saat Vane tahu Niall melakukan ini padanya, gadis itu pasti akan marah besar.
"Dia akan marah berjam-jam kalau tahu aku seperti ini. Jangan berani-berani mengaku padanya." tukas Adeline. Gadis itu memberanikan diri untuk melingkarkan tangannya di belakang tengkuk Niall.
Pemuda itu tersenyum mengerti lantas kembali terpaku pada Adeline. Niall mengeratkan pegangannya di pinggang Adeline, berusaha sebisa mungking untuk tak melepaskannya.
"Kau cantik." bisiknya. Pemuda itu menempelkan bibirnya di pundak Adeline. Gadis itu sedikit bergidik geli tapi kemudian dia menikmati kecupan tersebut.
"Niall Horan!" seseorang menepuk pundak Niall dengan keras, pemuda itu segera menoleh dan langsung melepaskan kecupannya.
"God! Katlina!" gadis dengan rambut blonde yang dikuncir tinggi kebelakang itu tersenyum lebar. Lantas Niall memeluknya dan membuat Adeline tersulut kecemburuan.
Niall izin pada Adeline untuk berbicara dengan Katlina dan meninggalkannya beberapa saat. Entah atas dorongan apa, tiba-tiba Adeline ingin sekali menghampiri Niall dan menariknya pergi.
Mereka berdua tampak sangat akrab sampai-sampai Adeline sempat tak diperhatikan. Alhasil gadis itu merangkul tubuh Niall dari belakang, "Kau mengajakku kemari untuk bersenang-senang bukan?"
Pemuda itu menolehkan kepalanya dan tersenyum kecil, "Tentu saja." ujarnya. Adeline melingkarkan tangannya erat-erat lalu mengecup pipi Niall perlahan.
"Lakukan kalau kau memang mau bersenang-senang. Jangan hanya duduk disini." kata Adeline dengan nada menggoda.
Baru kali ini dia bersikap seperti itu, sebelumnya Adeline tergolong sosok yang pendiam dan jarang mengumbar lekuk tubuhnya apalagi menggoda laki-laki. Itu sama sekali bukan Adeline yang seperti biasanya. Mungkin pengaruh alkohol yang sedikit banyak membuatnya kehilangan akal sehat.
Tapi bagi Adeline ini soal mempertahankan pemuda yang dicintainya.
"Oh Eline, kau sangat bersemangat." gadis itu hanya mengangguk. Dia menarik lengan Niall untuk menjauh lantas mulai mengajaknya kembali menikmati musik.
"Aku rela melakukan apapun demi kau, Niall Horan." ujarnya dengan suara yang keras, "Sekalipun aku harus menyerahkan seluruh hidupku padamu." ujarnya dalam hati.
**Smut alert! Siapa mau ada adegan smut di chapter selanjutnya?? Kalo gak ada yaudah deh gak gue kasih bhaaaak
KAMU SEDANG MEMBACA
Poison ╰☆╮ n. horan ✅
Fanfiction❝I pick my poison and it's you!❞ [ A Niall Horan fanfiction, written in bahasa ] copyright © paynefiction, 2015.