dix - huit

953 108 12
                                    

- a d e l i n e

Kurun waktu 3 minggu selepas pesta itu, kehidupanku berubah total. 180 derajat dari sebelumnya. Aku mengikuti gaya hidup glamor yang dimiliki Niall dan aku tak menyangka sebentar lagi days-off yang 1D miliki akan habis.

Aku akan kembali dengan rutinitas sebagai asisten Lou Teasdale dan mengikuti kemanapun tour mereka akan diselenggarakan.

Rasanya waktu berjalan sangat cepat. Bahkan aku baru menyadari jika banyak pemberitaan mulai beredar lagi (seakan hidupku tak pernah jauh dari mereka). Banyak artikel mencantumkan biodataku, latar belakangku, dan daftar riwayat pekerjaanku.

Hampir semua fans terutama Niall's girl berusaha mencari tahu tentangku.

Tentang aku yang awalnya bukan siapa-siapa dan menjadi seseorang yang ingin diketahui orang lain berkat kedekatanku dengan Niall.

The Sun, DailyMail, Mirror, dan beberapa situs berita online lainnya pun pernah membahas tentangku. Aku tahu apa yang mereka katakan tidak semuanya benar. Terkadang aku merasa menjadi korban dari semua berita itu. Tapi aku tetap berusaha bertahan untuk Niall.

Hanya pemuda itu satu-satunya hal yang menjadi penopangku saat ini. Aku tak tahu kenapa, yang jelas dia seperti memberiku suntikan semangat setiap harinya.

Kini Niall tak canggung menciumku didepan teman-temannya, dia tak keberatan saat ada fans yang meminta foto bersamaku, dia selalu melindungiku dari serangan haters di media sosial atau dunia nyata.

Setiap orang tak bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang, jadi aku harus mensyukurinya.

Tapi beberapa hari kebelakang Niall mulai sibuk dengan urusan studio, aku pun merasa lebih baik tinggal di rumah daripada mengikutinya. Aku bukan tipe seseorang yang over-protective atau ingin tahu segala hal yang dilakukan Niall di luar sana.

"Adeline, Niall menunggumu di bawah." aku mendengar Sara mengetuk pelan pintu kamarku. Pun aku bergegas keluar dengan memakai kemeja Niall yang semalam tertinggal di kamarku.

Aku berjalan pelan, tak berniat mengedarkan pandanganku. Yang aku tahu Niall pasti sedang menungguku di bawah. Dan benar saja begitu aku terlihat menuruni anak tangga, Niall menatap kearahku dengan senyum lebar yang mengembang dari kedua sudut bibirnya- sesuatu yang hampir setiap hari aku rindukan dan aku butuhkan.

"Kau terlihat begitu cantik setiap memakai kemejaku." Niall merentangkan kedua tangannya untuk memelukku, dia lantas mengecup pipiku cukup lama.

"Well, kau jauh lebih pantas memakainya." ucapku merendah. Aku hanya kebetulan pantas menggunakan kemeja ini, meskipun sedikit kedodoran untuk tubuhku.

"Bagaimana kalau kita sarapan di luar?" ajaknya. Aku mengerutkan kening karena Niall tak pernah mengajakku sarapan di luar, bahkan makan malam di luar pun kalau kebetulan dia sedang membawaku ke studio atau tempat lain seperti rumah teman-temannya.

"You just take me to a date?" kataku, sambil bertanya-tanya dalam otakku sembari melingkarkan kedua tangan di atas dada, memandang sepasang matanya yang indah membuatku terpukau dan sangat berharap bahwa Niall akan menjawab Ya.

"Our first date, actually." lalu aku tak bisa menyangkal senyuman lebar itu begitu Niall mengatakannya.

Satu langkah lebih dekat untuk mendapatkan status yang pasti dari Niall. Aku tahu ini terdengar aneh, tapi aku berharap Niall akan melamarku sebagai tunangannya atau bahkan istri? Karena aku yakin tak ada yang mustahil disini.

Pun aku melumatkan bibirku pada permukaan bibirnya dengan lembut. Entahlah, setiap aku mencium bibirnya, aku merasakan sengatan tersendiri dalam tubuhku.

Poison ╰☆╮ n. horan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang