douze

1.3K 95 18
                                    

[Warning!! This chapter is full of erotic scene. So please, be a wise readers! And if u hate this stuff, skip this.]





~·~

"Yes please, Baby!" Niall mengerang. Dia mendorong tubuh Adeline ke dinding tebal di belakang tubuh gadis itu. Adeline mengerang, tubuhnya yang menghantam tembok terasa sakit, tapi dia berusaha setenang mungkin karena Niall berusaha meraba tubuhnya.

"Jangan bergerak, Eline Sayang." pemuda itu merajuk, dengan napas yang berbau alkohol sangat menyengat membuat Adeline sedikit mundur.

"Astaga, kau mau apa sih, Sayang?" Adeline tersadar saat tangan Niall menempel di bokongnya, pemuda itu nyaris meremasnya tapi niat itu diurungkannya. Niall hanya mengelus bokong Adeline perlahan.

"Bermainlah denganku malam ini, Sayang." sahutnya dengan nada yang seductive. Adeline mengangguk, dia justru meraih kerah baju yang dikenakan Niall dan mendekatkan kepala pemuda itu padanya.

Seketika Niall mencium bibir Adeline, atau lebih tepatnya melumat bibir berlumur lipstick merah tersebut. Dengan cekatan Adeline menyelipkan jemarinya ke sela rambut blonde pemuda itu.

"Apa kau pernah have sex, Sayang?" tanyanya begitu mata sayu yang tampak mabuk berat itu menatap mata coklat Adeline. Dengan kepala sedikit berputar karena efek alkohol, gadis itu menjawab,

"I'm still virgin, Niall Horan. I-am-virgin." ulangnya. Adeline masih memainkan jemarinya di rambut Niall dan terkikih kecil ketika pemuda itu menyeringai lebar.

"Then, what if I take your virginity?" ujar Niall. Gadis itu seketika membulatkan mata dan membiarkan mulutnya menganga.

Sial! Batinnya. Melepas keperawanan adalah hal yang nyaris setiap saat dihindari Adeline. Tapi kali ini Adeline menepis semua keraguan dalam dirinya.

"Okey, just show me, Niall." Adeline membiarkan Niall mendorong tubuhnya ke kasur. Dengan segenap tenaga Niall mencium leher jenjang Adeline dan mengunci kedua tangannya.

Niall bertumpu dengan kedua tangan yang mencengkram pergelangan tangan Adeline agar tak kabur. Ciuman itu berlangsung cukup panas terlebih Adeline sering kali mendesah penuh hasrat. Maklum, ini kali pertamanya dia bisa melampiaskan hasratnya diatas ranjang. Dan Niall Horan, bukanlah orang yang salah untuk melepaskan keperawanannya.

Saat suasana nyaris menyentuh puncak, Niall menegakkan tubuhnya dengan lutut yang bertumpu disekitar pinggul Adeline. Pemuda itu melepaskan pakaian yang dikenakannya. Tak lupa, Niall pun membuat tubuh Adeline sejajar dengannya lantas melucuti pakaian Adeline sampai tak tersisa satu helai benang pun di tubuhnya.

Adeline menatap tubuh telanjangnya dan meringis begitu tahu Niall juga dalam keadaan yang sama. Adeline sedikit sadar dengan perbuatannya, tapi nyaris sebagian besar akal sehatnya terpengaruh alkohol.

"Aku akan melakukannya perlahan dan hati-hati. Kau bisa protes kalau aku melakukannya terlalu kasar."

"Apakah ini menakutkan dan sesakit itu?" tanya Adeline dengan polosnya, tapi Niall hanya tertawa dan kembali mendorong tubuh Adeline ke ranjang.

"Sedikit sakit, Sayang. Tapi semakin lama kau akan merasakan kenikmatannya. Percayalah, aku cukup ahli dalam hal ini." Adeline tersenyum, dia membiarkan Niall memakai pengamannya terlebih dahulu.

Adeline tahu apa yang harus dilakukan saat berhubungan dengan Niall. Setidaknya harus ada sex yang sehat dan tidak boleh ada satu kesalahan kecil yang bisa membuat perutnya makin membesar (jika tahu apa maksudnya-- tentu saja hamil). Adeline tak mau menanggung resiko tersebut.

"Oh, bagaimana kalau tanpa pengaman?" tanya Niall yang seketika membuat Adeline bingung.

"Memang pengaman di hotel ini terlalu besar untukmu? Atau malah terlalu ketat?"

"Sayang, kau akan tahu rasanya melakukan itu tanpa pengaman. Ini sex pertamamu, okey?" rayunya.

Adeline tak bisa berkutik. Dia pun membiarkan Niall melepaskan pengamannya dan bersiap untuk membuat Adeline terpukau dengan permainan panasnya.

"Aku tak tahu harus melakukan apa." ucapnya bingung.

"Rileks." sahut Niall kemudian. Pemuda itu mengarahkan kedua tangannya ke selangkangan Adeline dan memijat daerah itu perlahan. Gadis itu mendesah, menikmati sebuah permulaan yang menggairahkan.

"Shit." pekik Adeline begitu Niall memasukkan jari telunjuknya kedalam vagina.

"Cum for me, Baby" ucap Niall lagi, hal itu membuat darahnya berdesir cepat. Adeline mendapat tekanan yang membuat tubuhnya menggelinjang.

"Fuck!" pekiknya. Niall memasukkan dua jarinya sekaligus dan memaju-mundurkannya membuat Adeline mendesah.

"Ah.." Niall melepaskan jarinya dan menghisapnya perlahan. Sementara Adeline memandang kearah pemuda itu justru dengan tatapan haus.

"Good, we start again." Niall mengalihkan perhatiannya ke dada Adeline yang terekspos. Baru kali ini dia melihat bentuk payudara Adeline yang bisa dibilang sangat sexy, Niall pikir payudara Adeline tak lebih dari anak-anak SMA yang baru pubertas, tapi sayangnya pemikiran itu salah besar.

Pun pemuda itu menelusuri leher jenjang Adeline dengan bibirnya. Sesekali Niall menjilat leher Adeline dan mengecup belakang telinga gadis itu.

Nafsunya tak bisa tertahankan. Niall beralih pada paha mulus Adeline dan mengusapnya perlahan. Dengan mengecup paha gadis itu yang semakin lama naik ke atas tepatnya ke selangkangan. Niall bermain disana, bahkan dia mulai membuat Adeline basah. Apalagi sentuhannya begitu lembut.

Adeline merasa darahnya makin mendidih saat Niall menghisap puting sebelah kirinya layaknya bayi yang kelaparan. Niall makin membabi buta ketika Adeline mendesah dan menggelinjang.

Dan tibalah pada saat yang paling Adeline tunggu, ketika akhirnya Niall mulai bermain dengan juniornya. Sebagai awalan, Niall menggosoknya miliknya pada Adeline dan gadis itu makin terangsang. Dengan perlahan Niall memaju-mundurkan miliknya kedalam milik Adeline.

"Can you feel it, Baby?"

"Yeah, Niall."

"I can't hear you!" pekik Niall dibarengi desahan kenikmatan. Pemuda itu nyaris mencapai puncak.

"Yeah, Niall!" Adeline menjawab dengan desahan lain. Gadis itu mengangkat pinggulnya agar Niall bisa lebih leluasa mengeluarkan spermanya.

"I can't hear you! Scream my name, Baby!"

"NIALL HORAN!" pekik Adeline keras-keras. Tangannya mencengkram sprei kasur tanpa peduli seberapa berantakan kamar ini besok pagi.

Niall telah mencapai ereksi, pemuda itu segera mengeluarkan juniornya dari milik Adeline dan mengeluarkan spermanya di permukaan perut gadis itu.

"I'm no longer a virgin anymore," bisik Adeline. Niall tersenyum sembari mencium lembut bibir Adeline dan bergegas membalut tubuh telanjang mereka dengan selimut.

"Apa itu sakit?" Niall tahu, setiap gadis yang setidaknya pernah ditidurinya (tidak lebih dari 3 orang termasuk Adeline) keseluruhannya adalah perawan. Dan mereka selalu merasakan sakit di daerah intim setelah melakukannya.

"Aku tak tahu. Mungkin-- karena aku tak berani bergerak." bisiknya.

Niall menahan pinggul Adeline dengan kedua tangannya, "Aku tahu. Sekarang jangan banyak bergerak, aku memelukmu, Sayang."

**

Ampun! Gue gak nyangka bisa nulis ini(?)

Poison ╰☆╮ n. horan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang