cinq

1.1K 160 13
                                    

"Mom?" Niall terkejut begitu memutar knop pintu utama di rumahnya dan mendapati sosok Maura tengah berdiri di luar.

"Hai Sayang! Bagaimana kabarmu?" sapanya seketika memeluk Niall dengan sifat keibuan.

"Aku baik-baik saja Mom. Tapi kenapa Mom tidak menelfonku sebelum kemari?" tanya Niall yang masih terkejut sekaligus bingung dengan kunjungan mendadak Maura.

Dia tahu, yang namanya ibu pasti merindukan anaknya yang sudah lama tak pulang. Tapi ini terbilang kunjungan yang mendadak. Apalagi Niall mengajak Adeline untuk tinggal di rumahnya sementara waktu, bagaimana jika ibunya berpikiran yang tidak-tidak?

"Menelfon? Itu bukan alasan yang tepat untuk datang kemari, Sayang." lalu wanita itu melangkah masuk. Maura meletakkan tas jinjing yang dibawanya keatas sofa lantas beranjak pergi ke dapur untuk mengambil minumannya sendiri.

Sementara itu Niall berlari ke halaman belakang untuk memanggil Adeline yang sendirian disana, "Ibuku datang. Aku mau mengenalkanmu padanya." kata pemuda itu sambil berdiri diambang pintu. Suatu saat Maura pasti akan menyadari keberadaan Adeline di rumah ini, jadi apa boleh buat?

Adeline pun bangun dari duduknya dan menghampiri Niall sambil menggeleng bingung, "Ibumu?"

Dan Niall mengangguk, pemuda itu langsung meraih tangan Adeline dan membawanya untuk bertemu dengan Maura.

"Mom, ini Adeline - Adeline, kenalkan ini ibuku." kata Niall begitu keduanya bertemu. Mereka sempat berjabat tangan dan Maura seketika tersenyum saat melihat gadis sesopan dan secantik Adeline.

"Kau teman Niall?" tanya Maura kemudian.

Adeline membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Maura tapi Niall dengan cepat memotongnya, "Apa yang ingin Mom bicarakan padaku? Aku tahu kunjungan mendadak menandakan sesuatu yang juga mendadak."

Maura meletakkan segelas air putih yang barusan diminum lalu tersenyum pada Niall, "Pesta pernikahan Leo digelar dua hari lagi. Kau ingat Leo? Anak bungsu Paman Will."

"Ya, tentu saja aku ingat. Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Pergi ke pesta bersama pasanganmu. Aku pikir Adeline bisa menemanimu." ujar Maura sambil memandang kearah Adeline. Gadis itu sontak membulatkan matanya tak percaya.

"Adeline, ini hanya pesta biasa percayalah!" gumamnya dalam hati. Adeline masih terkejut dengan tawaran tadi.

"Eline, memang kau mau pergi bersamaku?" tanya Niall ragu, pemuda itu kini menggenggam tangan Adeline yang berdiri di sebelah kanannya.

"Aku tak memaksa, tapi aku pikir lebih baik kau temani Niall." imbuh Maura mencoba meyakinkan.

Adeline menarik napas dalam-dalam. Jujur saja ini seperti mimpi yang bahkan tak pernah diimpikan sebelumnya.

"Tentu. Dengan senang hati aku akan ikut." sahutnya dengan percaya diri.

Setelah mendapat jawaban pasti, Maura meraih tangan Niall dan membawanya sedikit menjauh dari Adeline.

"Is she your lover?" Maura melipat kedua tangannya di depan dada, tak lupa untuk melirik kearah Adeline yang sedang tertunduk di dekat meja dapur.

"Well, we're just friend Mom. Dia bekerja sebagai asisten Lou yang sengaja aku ajak kemari." tukas Niall sedikit canggung. Niall tak pumya kata-kata lain untuk menjelaskan.

Sebenarnya Maura telah lama menginginkan anak lelakinya itu menggandeng pasangannya.

"She's beautiful, kind, and cute I think." Maura seketika itu memberikan pendapatnya soal Adeline.

Niall ganti melirik kearah Adeline sekedar memastikan bahwa gadis itu tidak sedang memandang kearahnya, "Aku belum mengenalnya lebih jauh Mom."

"Mom pikir dia jauh lebih baik dari teman modelmu, Niall. Kau harus cari tahu tentangnya." Maura berkedip genit seakan dia baru saja mengajarkan sebuah tips dalam percintaan.

"Mom, dia hanya teman, okey?"

"Teman dan kau mengajaknya ke pesta pernikahan Leo yang berarti banyak orang bertanya 'kapan-kau-menyusul?' sambil melirik kearah gadis yang kau bawa." godanya selagi mengedipkan sebelah mata.

Niall menggeleng cepat, "Benar-benar bukan ide bagus, Mom." erangnya.

"Oh well Honey, see you later!" Maura langsung mengalihkan pembicaraan dengan meninggikan suaranya dan mencium pipi Niall secepat kilat. Lantas wanita itu kembali menemui Adeline dan berpamitan.

"Sayang sekali waktuku hanya sedikit, Adeline! Senang bisa bertemu denganmu dan sampai jumpa di pesta." wanita itu tak lupa untuk memeluk Adeline sekilas dan begitu cepat berlalu begitu Niall mengantarnya sampai depan pintu.

Saat pemuda itu kembali memasuki rumahnya, Adeline telah berdiri tegak sambil melipat kedua tangannya di depan dada, "Your Mom - she has a cheerful disposition."

"Oh well yeah, sejak berpisah dari ayah kandungku dan menjalani kehidupan lajangnya, Mom jadi lebih ceria. Mungkin Mom berpikiran kalau usianya jauh lebih muda dari sebelumnya." Niall mengusap tengkuknya, bingung harus mengatakan apalagi.

Tapi Adeline tertawa kecil mendengar perkataan pemuda itu, "Setidaknya kau beruntung punya Ibu seperti Maura."

Niall mengangguk-angguk kepalanya dan memutuskan untuk mengajak Adeline kembali ke halaman belakang tapi gadis itu akhirnya menolak.

"Aku mengantuk. Bagaimana kalau besok?" pintanya.

"Oh ya, besok! Mau aku antar sampai kamar?"

Adeline membulatkan matanya karena lagi-lagi terkejut. Demi apapun, dia bukan anak kecil yang harus diawasi setiap geraknya, "Aku bisa sendiri. Dan ya, selamat malam." ujar Adeline untuk menyudahi penghujung malamnya.

Harusnya dia mengecup atau setidaknya memeluk Niall sekilas sebagai ucapan selamat tidur atau pengantar tidur. Tapi siapa Adeline? Dia hanya teman. Oh, teman.

Tanpa pikir panjang Adeline melangkahkan kakinya menyusuri anak tangga tanpa sekalipun menoleh ke belakang.

"Aneh. Ini sungguh aneh." bisiknya dalam hati.

Adeline masih terus melangkahkan kakinya dan pikirannya yang terus melayang pada Niall membuat cara berjalannya pun lambat. Saat mencapai undakan terakhir, Niall menyerukan nama Adeline dengan keras.

Kontan saja gadis itu menoleh ke bawah, "Kita akan pergi ke Selfridges besok."

"Untuk apa?" suatu keterkejutan (lagi) bagi Adeline mengingat dirinya bahkan tak pernah sekalipun pergi ke Selfridges sekalipun untuk membeli perlengkapan yang dibutuhkan dalam pekerjaannya.

"Gaun untukmu. Maksudku, kau akan jadi pasanganku di pesta pernikahan saudaraku jadi.."

"Oh okey aku mengerti." sahut Adeline secepat mungkin. Tahu kalau Niall akan sulit menjelaskannya mengingat sejak tadi mereka selalu diselimuti suasana canggung.

Adeline hendak melangkahkan kakinya lagi tapi seruan Niall lagi-lagi menghentikannya, "Mimpi yang indah."

"Kau juga. Mimpi yang indah." sahut Adeline. Gadis itu sengaja menyembunyikan senyuman kecilnya.

Dia berlari kecil memasuki kamarnya dan segera mengunci pintu. Adeline menyandarkan tubuhnya di balik pintu sambil membayangkan gaun macam apa yang akan dikenakannya.

Sial! Membayangkannya saja sudah membuat perut Adeline mual. Tapi gadis itu segera melompat ke kasurnya lantas menarik selimut sampai menutupi seluruh badannya dan berdoa agar mimpinya lebih indah dari sebelumnya.

* *

Haii! Maaf lama gak update. Banyak banget halangannya. Tapi berhubung hari ini spesial buat gue, jadi disempetin posting deh bhaaak

Hope u like it!

Poison ╰☆╮ n. horan ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang