🍒 A N O Z 4 🍒

2.4K 164 0
                                    

"Jika di umpamakan, matahari adalah dirimu, dan saya hanya bulan yang dapat bersinar karena matahari."
-Azzah




Gabriel sampai di depan gerbang sekolahnya, ia menatap bangunan sekolah itu dengan takut-takut.

"Bu ... Aku takut."

Jadi inget, 'Bu Agus takut.'
'Ibu juga takut Gus.'

Diana melihat Gabriel, "Enggak apa-apa. Tuh! Temen kamu nyamperin," Diana berujar seraya menunjuk dengan dagu Xavi yang menghampiri mereka.

"Gabby! Lo-kamu kemana aja?" Tanya Xavi dengan lembut ketika melihat Diana.

Gabriel menatap wajah Diana yang tersenyum, "Bawa ke kelas ya xav, Gabby masih kurang sehat."

"Oke! Sip! Ayo gabung bareng anak-anak lain." Xavi menarik tangan Gabriel, "Bye Tante!"

Diana tersenyum menatap kepergian Gabriel, setelah tidak melihat tubuh Gabriel Diana pergi kembali ke kediaman keluarga Atmaja dengan perasaan lega.

Sedangkan disisi lain ... Gabriel diam menatap orang-orang yang menyapanya, teman-teman Gabriel cukup heran dengan tingkah Gabriel yang agak pendiam hari ini.

"Gab, lo perasaan diem Mulu dah. Jangan bilang lo masih sakit lagi? Kalo masih sakit ngapain kesekolah coba?" Xavi memandang wajah Gabriel yang menatapnya datar, lalu ia tersadar sesuatu.

"Gab! Itu pipi elo kenapa anjir!" Hendrix tiba-tiba saja muncul dan memegang rahang Gabriel.

"Ini gw baru mau bilang gitu. Tapi, iya anjrot pipi elo kenapa memar gitu dah? Di gaplok lagi sama bapak Dajjal Lo itu? Atau sama Abang tolol elo itu? Jangan bilang alasan Lo gak sekolah seminggu gara-gara mereka lagi? Atau-"

Reca menyumpal mulut Xavi dengan baso berukuran sekepalan tangan itu dengan tidak tahu menahu, "Bacot!"

"Jawab." Reco berujar datar.

"Aku, eh, gw ... gak kenapa-kenapa. Cuma sakit demam." Angga juga bingung mau jawab apa.

"Bohong?" Reco menatap Gabriel, "Bohong?" Ucapnya lagi.

"Engga. Beneran." Angga, yang berada di tubuh Gabriel malah keringat dingin.

"Bjir, Lo serem banget sampe si Gabby keringet dingin gini," Hendrix memegang tangan Gabriel lalu menariknya, "Udah ah, sekarang giliran guru killer ntar gw di hukum lagi. Bye!"

Angga merasa sedikit ketakutan, terlebih dia merasa tidak nyaman dengan teman-teman Gabriel apalagi dia tidak tahu apa-apa tentang sekolah Gabriel, pelajaran, sikapnya, ataupun cara Gabriel berperilaku.

Angga mengikuti Hendrix ke dalam kelas, ada begitu banyak siswa yang sedang duduk di bangku mereka dan banyak guru yang sedang berjalan di koridor selebihnya dia melihat banyak pelajaran yang sedang berlangsung dari balik jendela.

Angga merasa bingung, dia merasa tidak paham dengan materi yang diajarkan walau dia belajar dari adiknya ... Dia hanya belajar pelajaran dasar seperti perkalian, pembagian, akar, pangkat sederhana, kpk atau reboisasi dan organ manusia. Dia merasa tidak bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, Angga benar-benar tidak bisa mengikuti pelajaran ini.

Angga mencoba berpura-pura, dia mencoba meniru sikap Gabriel yang bahkan tidak tahu seperti apa, dia mencoba menghafal nama-nama teman Gabriel. Dia mencoba mengingat jadwal-jadwal pelajaran Gabriel.

Tapi, dia bersyukur karena teman-teman dan guru-gurunya begitu baik.

"Kak Gabby, ini aku bawa cookies loh. Mau enggak? Enak tau, ini bikinan bunda," Ucap Maria dengan wajah berseri.

[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang