Reza menatapnya dengan tajam, ia menatap ... Azzah yang tertawa lepas. Reza sungguh senang melihat Azzah yang tertawa selepas itu, tapi jika yang menjadi sumber tawa itu bukan dirinya, Reza tak suka. Rahangnya mengeras dan kedua tangannya terkepal hingga buku-buku tangannya memutih. Ingin sekali Reza meraung dan menghempaskan handphone yang dipegang oleh istri kecilnya itu hingga hancur. Tapi, setelah melihat tawa lepas yang sudah lama tak terdengar itu membuat ia memilih urung.
Dengan wajah merah padam, Reza masuk kedalam kamar dengan membanting pintu membuat suara nyaring yang tak dapat disaring oleh indra pendengaran Azzah. Saking kerasnya Azzah segera mengakhiri percakapannya dalam telpon.
"Suara apa itu zah?"
"Eum ... Suara ... Maaf!"
Azzah menyimpan ponselnya dalam saku dan menghampiri pintu kamar. "Reza," Panggilnya.
Hening, Reza tak membalas panggilan Azzah.
Sedangkan disisi lain Reza melampiaskan perasaan cemburu dengan mengerjakan pekerjaannya, dan tampaknya hal itu berhasil membuat ia fokus tanpa memperdulikan sautan Azzah di balik pintu.
Azzah yang berada di balik pintu merasa bersalah, ia merasakan panas dihatinya. Hingga ia memutuskan untuk berbelanja di minimarket, niatnya membuat makanan kesukaan Reza.
Reza membuat perasaan Azzah tak tenang, sungguh takut ia ditinggalkan satu-satunya hal yang dia miliki. Pikirannya berkecamuk, "Apa Reza marah? Apa dia akan meninggalkan saya? Apa yang harus saya lakukan? Apa yang Reza lakukan di dalam kamar? Bagaimana jika Reza pergi meninggalkan saya?"
Setelah berbelanja dan memasak, Azzah kembali berada di hadapan pintu kamar mereka, ia tak berani mengetuk pintu. Nafasnya memburu kuat, ia benar-benar resah dan takut.
Azzah benar-benar tak mampu mengucapkan sepatah katapun, Azzah menarik nafas dalam, mengumpulkan keberanian walaupun ia tak bisa. Dengan tangan yang gemetar, ia mengetuk pintu kamar, suara ketukan itu terdengar lembut dan pelan. Saking gelisahnya Azzah hingga ia tak mampu berdiri dan terhuyung kelantai, "Reza, bolehkah saya masuk?" suaranya bergetar, ia benar-benar diabaikan dan ditinggalkan oleh suaminya itu.
Di dalam kamar, Reza yang tengah duduk di tepi tempat tidur merasakan denyut nadi yang bersaut di kepalanya. Ia mendengar suara Azzah, suara yang selama ini selalu berhasil menenangkan badai di hatinya. Perlahan, ia bangkit dan melangkah menuju pintu. Jemarinya menyentuh gagang pintu, ragu sejenak, namun akhirnya memutuskan untuk membuka.
Pintu terbuka, Reza melihat Azzah yang berjongkok dengan tubuh yang gemetar. Hingga Azzah melihat ke atas dan mata mereka bertemu.
Ada ribuan kata yang ingin mereka ucapkan, namun tak satu pun yang terlontar. Azzah menatap Reza dengan mata berkaca-kaca, "S, S, saya ... Membuat makan malam," katanya, suaranya hampir tak terdengar.
Reza menatapnya, melihat ke dalam mata Azzah yang penuh dengan cinta, takut, khawatir dan penyesalan. Ia menghela nafas, lalu dengan langkah yang masih ragu, ia mendekati Azzah.
"Maaf ... Apa anda marah? Haruskah saya bersujud?" Badan Azzah sudah hampir membungkuk, namun dengan cepat Reza berjongkok dan memeluk tubuh kecil Azzah.
Reza sungguh lupa jika istri kecilnya itu memiliki trauma hingga ia begitu rapuh, "Saya tidak marah pada anda. Saya tak sanggup," ucapnya, suara baritonnya mengalun lembut. "Saya hanya ... cemburu."
Azzah membalas pelukan reza, air matanya jatuh, "Maaf! Maaf ... Saya hanya berbicara dengan sahabat lama. Jangan tinggalkan saya, jangan pergi ...."
Reza mengangguk, memahami. "Saya tahu, tak perlu meminta maaf karena saya sudah egois. Saya hanya ... takut kehilangan anda."
Reza menatap lekat wajah Azzah, lantas ia mencium ujung mata Azzah yang berlinang air mata hingga beberapa saat. Setelahnya Reza kembali mencium kening sempit Azzah, "Haruskah kita makan?"
Azzah mengangguk, "Eum ... Yeah."
"Hahaha. Jangan takut," Reza menggendong istri kecilnya itu dengan Bridal style ke depan meja kecil dan mendudukkannya di bantal.
"Eh? Ini ... Anda yang memasaknya?" Tanya Reza setelah melihat makanan kesukaannya.
"Iya ...." Azzah menjawab dengan menundukkan kepalanya.
Reza yang melihat istri kecilnya masih takut menghela nafas dan mengelus pucuk kepala istrinya, namun gerakannya terhenti ketika melihat pakaian dalam merah yang di kenakan oleh istrinya itu.
Azzah melihat Reza dengan binal, "haruskah kita lakukan malam pertama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Gabriel Von Hundberd || TRANSMIGRASI || Crt Ke 1 || HIATUS
Teen FictionDijadikan bungsu kesayangan ✖️ Dijadikan Ibu dadakan ✔️ [OPEN SEASON 2!] [Oh, alur cerita ini begitu lambat ... Dan kisah di mulai pada bab 3, bab 1-2 masih terbilang kisah anak kecil yaitu Angga. Kalian bisa langsung baca 2 Chapter sebelum Bab 3 {M...